Multikulturalisme tidak hanya merupakan persoalan identitas, tetapi juga ada upaya dialog dan pengakuan atas identitas yang berbeda. Terkait itu, perkembangan teknologi informasi telah menciptakan ruang baru yaitu ruang digital, dengan kehidupan baru yang dibangun oleh model kehidupan yang dimediasi secara mendasar oleh teknologi.

Struktur dunia digital membuka ruang bagi setiap orang untuk menciptakan secara artifisial konsep tentang diri dan identitas bahwa setiap orang bisa menjadi siapapun. Ini sama artinya semua orang bisa menjadi beberapa orang yang berbeda pada suatu ketika, mengartikan bahwa identitas tidak lagi solid atau utuh. Hal ini mendukung terciptanya multikulturalisme di ranah digital, yang idealnya menawarkan sebuah ruang interaksi dan debat yang sehat.

Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Memahami Multikulturalisme dalam Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Rabu (14/7/2021) diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Mustagfiroh Rahayu PhD (Dosen Sosiologi Universitas Gajah Mada), Kiai M.Jadul Maula (Penulis dan Budayawan), Dr Bambang Kusbandrijo MS (Dosen Untag Surabaya & Pengurus IAPA Pusat), Daniel John Mandagie (Kaizen Room), dan Maria Harfanti (Influencer) selaku narasumber.

Multikultural

Dalam pemaparannya, Dr Bambang Kusbandrijo MS menyampaikan, “Multikultural memang sudah melekat di Indonesia, karena Indonesia sendiri merupakan negara Bhinneka Tunggal Ika, yaitu negara yang memiliki perbedaan dalam bahasa, agama, ras, dan masih banyak lagi.”

Namun, Bambang melanjutkan, dengan adanya perbedaan itu justru membuat negara Indonesia bersatu. Kita harus menjaga supaya Indonesia tidak menjadi negara gagal, yaitu negara yang dianggap gagal memenuhi persyaratan dan tanggung jawab dasar suatu pemerintahan berdaulat, serta tidak mampu berinteraksi dengan negara lain sebagai anggota penuh komunitas internasional. Maka tantangan kita bersama untuk menciptakan atmosfer positif di dunia digital.

“Untuk mendukung itu, kecerdasan digital harus dimiliki setiap orang dengan terus melawan fenomena post-truth, meningkatkan kecerdasan emosional digital, memahami penggunaan dan hak digital, serta mendorong masyarakat untuk berpikir kritis,” ujarnya.

Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Linda Wati Santoso menyampaikan pertanyaan, “Bagaimana cara nyata dalam memanfaatkan ruang digital untuk mengetahui pentingnya multikulturalisme dan kebhinnekaan?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Mustagfiroh Rahayu PhD. “Ketika sudah ada ancaman dan perpecahan karena perbedaan identitas, barulah akan merasa penting memiliki multikulturalisme dan kebhinnekaan itu yang menjadi salah satu pilar bangsa kita. Apa yang bisa dilakukan oleh ruang digital untuk merespons ancaman agar kemudian multikulturalisme dan kebhinnekaan ini tetap terjaga yaitu harus memiliki kecakapan kompetensi saat berhadapan dengan ancaman-ancaman terkait keragaman di masyarakat Indonesia. Salah satu hal yang paling ampuh dalam ruang digital itu adalah kampanye positif dengan memanfaatkan media sosial.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Utara. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.