Di era digital, penyebaran informasi telah beralih dari sistem konvensional dan distribusi sirkulasi media massa telah bergeser ke model partisipatori. Masyarakat tidak lagi hanya berperan sebagai konsumen pasif, tapi aktor yang aktif dalam membentuk, menyebarkan, bahkan mentransformasi informasi.
Salah satu fitur media digital yang paling banyak digunakan adalah media sosial. Fungsinya untuk mempertemukan kembali kerabat yang jauh dan sudah lama tidak bertemu. Juga sebagai penyebar informasi hanya dalam beberapa menit. Selain itu, memperluas jaringan pertemanan sebagai sarana untuk mengembangkan keterampilan dan kehidupan sosial.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Cakap Bermedia Digital”. Webinar yang digelar pada Selasa, 26 Oktober 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Yusuf Mars (Pemred PadasukaTV dan Direktur Eksekutif ITF), Ridwan Muzir (Peneliti dan Pengasuh tarbiyahislamiyah.id), Wulan Tri Astuti (Dosen Ilmu Budaya UGM dan IAPA), Andika Renda Pribadi (Kaizen Room), dan Vanda Rainy (TV Presenter) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Ridwan Muzir menyampaikan bahwa ada beberapa tujuan membedakan informasi dan pengetahuan. Informasi bisa menjadi pengetahuan, informasi bisa berbuah pengalaman, informasi bisa memicu kreativitas, serta informasi bisa menambah kearifan dan kebijaksanaan. Tidak ada gunanya kalau kita bermedia digital atau bermedia sosial hanya sampai konsumsi saja.
“Apa gunanya kita mengetahui seseorang membeli apa, mobil yang digunakan sekarang, kado yang dia dapat saat ulang tahun? Kalau bermedia digital hanya digunakan untuk mengonsumsi hal-hal yang seperti itu, tidak ada gunanya konsumsi itu sehingga kita tidak produktif. Padahal banyak sekali yang bisa dimanfaatkan dari dunia digital yang bisa membawa kita semakin berkembang,” jelasnya.
Vanda Rainy selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa dengan adanya dunia digital kita bisa dapat informasi dengan cepat, tetapi tergantung bagaimana kita memanfaatkan informasi tersebut. Namun, negatifnya banyak orang yang berkomentar negatif, kita terima komentar tersebut pakai hati.
Kita bertemu di dunia digital itu sama saja dengan di dunia nyata, daripada kita berkomentar negatif lebih baik kita tidak berkomentar sama sekali. Dengan melek digital kita harus tahu apa yang sedang terjadi dari segala aspek, kita tahu berita terbaru. Kalau berita yang tidak baik tidak perlu kita hiraukan, apalagi share.
Kita harus bisa memilah milih informasi yang kita terima. Gunakan internet untuk hal yang baik, seperti mendapatkan bahan pembelajaran.
Salah satu peserta bernama Iramaya Putri menyampaikan, “Mengkritik dengan mem-bully itu beda tipis. Netizen kita ini terkadang ketika mem-bully berdalihnya hanya memberikan kritik. Bagaimana menumbuhkan edukasi pentingnya memiliki netiket dalam ruang digital dan media sosial, dan bagaimana juga supaya kita memiliki critical thinking yang baik?”
Wulan Tri Astuti menjawab, memang beda tipis bully dan kritik yang terkadang orang tidak bisa membedakannya. Hal yang pasti kalau kritik itu kita ada keinginan melihat celah perbaikan, sedangkan kalau bully itu tanpa ada celah untuk perbaikan tetapi ingin berkomentar negatif saja.
“Jadi, kita bisa bedakan berdasarkan fakta itu. Kalau bully biasanya menggunakan kata-kata yang kurang baik, biasanya mengarah ke arah penghinaan fisik. Mem-bully dan memberitahu itu beda,” jawabnya.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Pusat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]