Jumlah gawai di Indonesia sekarang lebih banyak dibandingkan populasi masyarakat Tanah Air. Dalam satu menit informasi melalui WhatsApp ada lebih dari 50 juta informasi, belum lagi yang tersampaikan dan terbagikan di platform media sosial lainnya. 

Perlu diketahui pula bahwa informasi yang begitu banyak ini tidak semuanya benar, banyak juga yang negatif atau hoaks. Tentunya kita sebagai pengguna media digital yang terpapar dengan segala macam informasi harus mengetahui setiap konten yang masuk ke gadget kita, terutama sebelum kita ingin bagikan ke audiens yang lebih luas. 

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Cakap Bermedia Digital”. Webinar yang digelar pada Selasa, 26 Oktober 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring. 

Dalam forum tersebut hadir M Ihsan FA (Guru MA Nur Iman Sleman dan Entrepreneur), AA Subandoyo (Klipaa.com), Rosarita Niken W (Dewan Pengawas Produksi Film Negara), Muhammad Iqbal (Comic Artist dan Ilustrator), dan Ken Fahriza (Data Analyst) selaku narasumber. 

Dalam pemaparannya, AA Subandoyo menyampaikan bahwa kita tidak bisa bodo amat dengan dunia digital, tidak bisa sekedar ikut saja. Masih banyak hal buruk yang ada di dunia digital. Internet sudah mengambil banyak waktu kita, itu tidak berasa. Ada 8,4 juta per hari orang tersambung ke internet. 

Netizen Indonesia merupakan netizen yang paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Satu jempol kita bisa sangat bermakna, seolah-olah tidak berarti tetapi kalau jutaan orang yang sadar akan hal ini bisa berdampak sangat besar. 

“Inovasi budaya digital meruntuhkan budaya lama. Kalau kita tidak memanfaatkan dengan baik dan kita hanya menjadi konsumen budaya saja, bagaimana mungkin budaya ini bisa membuat kita lebih toleran, lebih menghargai waktu dan lebih kreatif?” jelasnya.

Ken Fahriza selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa dengan dunia digital kita bisa mendapatkan informasi yang banyak, bisa berinteraksi dengan orang yang jaraknya jauh dengan mudah, bisa mendapatkan side income dari dunia digital, tetapi ada juga dampak negatifnya, seperti data-data kita yang sudah tidak aman lagi. 

Dengan adanya literasi digital kita bisa tahu cara memaksimalkan dunia digital ini, lalu kita juga bisa tahu bagaimana menangani dampak dampak negatif yang mungkin kita rasakan dari berselancar di dunia digital. Kita harus membentengi diri kita agar selalu aman bermedia digital.

Salah satu peserta bernama Raisa Saraswati menyampaikan, “Bagaimana menjadi masyarakat Indonesia yang cerdas dan bisa berpartisipasi dengan bijak sehingga bisa memanfaatkan budaya lama menjadi budaya baru yang lebih efisien dan strategi menumbuhkan perilaku dan budaya dalam transformasi digital berdasarkan nilai Pancasila?”

AA Subandoyo menjawab, transformasi bergerak dari satu titik lainnya ke arah yang lebih baik. Kini, bahkan terlihat ada perkawinan antara budaya offline dan online, misalnya orangtua main Instagram. Banyak yang berkata buat apa sudah tua masih main Instagram? Karena mereka tidak saling ketemu, dan bahkan kadang tidak dilibatkan misalnya dalam pembangunan desa karena cenderung ada dalam dunianya masing-masing ketika bermedia sosial. 

“Terkait hal seperti itu, kita bisa adakan event yang berisikan informasi dan pengetahuan terhadap mereka mengenai konten-konten positif yang bisa didapatkan dan mendukung produktivitas mereka, dengan demikian konten positif tersebut bisa jadi bahan pembicaraan masyarakat sekitar,” jawabnya.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Barat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]