Teknologi digital yang makin berkembang juga berdampak pada bidang keuangan. Salah satunya tentang peminjaman uang. Jika sebelumnya meminjam uang meski dalam jumlah kecil harus melalui berbagai prosedur yang merepotkan dan memerlukan waktu yang lama, teknologi digital membuat terobosan sehingga nasabah kecil bisa meminjam dalam waktu cepat tanpa pakai ribet.
Nasabah bisa langsung meminjam melalui telepon genggam miliknya pada sejumlah perusahaan pinjaman daring. Kemudahan tersebut membuat bisnis pinjaman daring berkembang pesat.
Senior Manager of Business Development Modalku, perusahaan peer to peer lending (P2P lending), Arief Ghani, mengatakan, bisnis sangat menjanjikan dengan pasar yang besar. Menurut Arief, saat ini, ada 63 juta pengusaha kecil atau usaha kecil menengah (UKM) yang membutuhkan modal. Sebanyak 74 persen tidak mempunyai akses pada permodalan. “Ini yang menjadi pasar atau captive market bagi Modalku.”
Ada kesenjangan dalam permodalan saat bank meminta persyaratan aset sebagai jaminan bagi usaha kecil yang akan meminjam, sementara pengusaha kecil tidak mempunyai modal. Padahal, UKM sangat membutuhkan modal dalam waktu cepat, sedangkan bank membutuhkan waktu 1–3 bulan untuk menyetujui atau tidak menyetujui kredit. P2P lending menjadi solusi bagi mereka yang membutuhkan modal cepat dan tidak mempunyai aset.
Mengenai persoalan yang kemudian muncul, Arief menambahkan, Modalku mengatasinya dengan menjadikan Modalku sebagai perusahaan P2P lending yang dipercaya, informatif, proses yang jelas, dan peminjaman yang bertanggung jawab. Ada tiga tantangan pada bisnis ini, yaitu risiko kredit, operating expenditure (opex), dan sosialisasi.
Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam Lumban Tobing menjelaskan, penyaluran pinjaman P2P lending legal per 31 Agustus 2019 mencapai Rp 54,7 triliun dengan jumlah 530.385 peminjam, yang 207.507 di antaranya merupakan entitas dan jumlah pemberi pinjaman 12,8 juta yang 4,4 juta di antaranya merupakan entitas.
Tongam mengatakan, masalah yang sering muncul dari bisnis pinjaman daring ilegal adalah perusahaan tidak terdaftar, bunga pinjaman tidak jelas, alamat peminjaman tidak jelas dan berganti nama, serta media yang digunakan pelaku fintech P2P lending ilegal tidak hanya menggunakan Google Play Store untuk menawarkan aplikasi, tetapi juga link unduh yang disebar melalui SMS atau dicantumkan dalam situs milik pelaku.
Masalah lainnya adalah penyebaran data peminjam, cara penagihan yang tidak benar yang penagihan tidak hanya kepada peminjam, tapi juga kepada keluarga, rekan kerja, sampai atasan. Ada juga fitnah, ancaman, pelecehan seksual, dan penagihan sebelum batas waktu.
Melihat fakta tersebut, OJK tidak tinggal diam. Tongam mengatakan sepanjang 2018 hingga Oktober 2019, satgas sudah menghentikan 1.773 entitas fintech P2P lending tanpa izin OJK dan mengumumkannya melalui siaran pers. [*]