Dalam Rapat Terbatas 11 Maret 2020, Presiden RI Joko Widodo menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola dan efektivitas penyaluran dana otonomi khusus (otsus), pembangunan sistem dengan paradigma dan cara kerja baru yang lebih efektif agar menghasilkan lompatan kemajuan kesejahteraan bagi masyarakat Papua, dan pelibatan seluruh komponen masyarakat Papua untuk menghasilkan kebijakan otsus yang terbaik, melalui Inpres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat.
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat mengamanatkan lima kebijakan percepatan pembangunan kesejahteraan Papua untuk 2020-2024, yaitu sumber daya manusia unggul, inovatif, berkarakter, dan kontekstual Papua; transformasi ekonomi berbasis wilayah adat dari hulu ke hilir; infrastruktur dasar dan ekonomi; kualitas lingkungan hidup dan ketahanan bencana; serta tata kelola pemerintah dan keamanan dengan tetap menghormati hak asasi manusia.
Untuk memastikan upaya pembangunan berkelanjutan sebagai salah satu fokus Inpres tersebut, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo melaksanakan Kick-off Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiative (Coremap-CTI) “Melestarikan Terumbu Karang untuk Kesejahteraan Masyarakat” di Sorong, Papua Barat, Jumat (13/11/2020). Peluncuran Coremap-CTI, pilot project yang dilaksanakan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) di sejumlah lokasi di Indonesia, salah satunya Papua Barat, bertujuan untuk melindungi dan mengelola pemanfaatan terumbu karang serta ekosistem terkait, termasuk kawasan konservasi perairan, dengan tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Dengan pendekatan konvergensi, Kementerian PPN/Bappenas berperan sebagai enabler para pemangku kepentingan untuk melaksanakan pembangunan partisipatif dan berkelanjutan dengan prinsip tematik, holistik, integratif, dan spasial.
“Dari Kota Sorong ini, kita semua ingin menegaskan komitmen kita untuk memperkuat rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan, termasuk upaya perlindungan ekosistem pesisir dan laut. Bappenas menegaskan tidak ada trade off antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Pelestarian sumber daya pesisir, dalam hal ini terumbu karang, menjadi salah satu contoh nyata bagaimana upaya menjaga lingkungan dapat sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat dan nasional,” ujar Suharso.
Sesuai amanat Presiden RI Joko Widodo, Indonesia telah membangun visi besar menjadi poros maritim dunia. Dengan luas lautan sebesar 70 persen dari total luas wilayah negara dan panjang garis pantai membentang 108.000 kilometer, Indonesia memiliki potensi sumber daya pesisir yang sangat melimpah. Indonesia memiliki sumber daya ikan sebesar 12,54 juta ton per tahun, menjadi rumah bagi 596 jenis terumbu karang atau 69 persen dari total terumbu karang di dunia dengan luas tak kurang dari 25.000 kilometer atau sebesar 14 persen dari luas terumbu karang dunia, serta 39 persen jenis ikan karang di dunia.
Sebagai bagian dari kawasan segitiga terumbu karang dunia, wilayah perairan Indonesia timur memegang peranan vital secara ekologis, ekonomi, dan sosial. Untuk itu, terobosan mendasar pada aspek revitalisasi sektor-sektor ekonomi kelautan, penguatan dan pengembangan konektivitas maritim, serta pengelolaan sumber daya kelautan yang berkelanjutan pun mutlak diperlukan, salah satunya melalui implementasi Coremap-CTI. Wilayah kegiatan Coremap-CTI mencakup Taman Nasional Perairan Laut Sawu di Nusa Tenggara Timur serta Suaka Alam Perairan Kepulauan Raja Ampat, Suaka Alam Perairan Waigeo sebelah barat, dan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Raja Ampat di Papua Barat.
Terumbu karang memegang peran yang begitu penting. Secara ekologi, terumbu karang bermanfaat sebagai penunjang kehidupan beragam biota laut, rumah bagi keanekaragaman hayati yang tinggi, pelindung pantai dan pesisir, serta mengurangi pemanasan global karena dapat menyerap karbon dioksida (CO2). “Menanam satu terumbu karang sama dengan menanam 20 pohon di daratan. Satu terumbu karang menghasilkan oksigen 20 kali lebih banyak dibandingkan dengan yang dihasilkan pohon,” terang Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam Kick Off Coremap-CTI tersebut.
Ekosistem terumbu karang yang sehat juga berpotensi mendatangkan manfaat ekonomi, menjaga ketersediaan bahan pangan dari laut, menjadi daya tarik wisata, hingga menjadi bahan studi untuk sumbangsih ke beragam bidang. “Langkah Indonesia untuk perlindungan ekosistem ini sejalan dengan komitmen global yang dituangkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) Tujuan 14 tentang kehidupan bawah laut. Dalam SDGs 14 ini, pelestarian wilayah pesisir, pengelolaan dan perlindungan ekosistem pesisir dan laut, serta peningkatan manfaat ekonomi menjadi kelompok target yang harus dicapai untuk menunjang pembangunan,” terang Suharso.
Strategi pengelolaan pesisir dalam RPJMN 2020-2024
Pilot project Coremap-CTI juga menjadi bagian penting dari Strategi Pengelolaan Pesisir dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. “Target yang ingin dicapai adalah penguatan kapasitas kelembagaan pengelolaan sumber daya kelautan, terutama terumbu karang, dengan basis ilmiah dan didukung langsung oleh kolaborasi berbagai pihak, dari pemerintah hingga masyarakat setempat,” ujar Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Arifin Rudiyanto.
Strategi Pengelolaan Pesisir dalam RPJMN 2020-2024 mencakup tiga upaya pengelolaan sumber daya pesisir, yakni pengaturan pemanfaatan sumber daya ikan sebesar 80 persen dari potensi, penetapan kawasan konservasi seluas 23,14 juta hektar, dan penataan ruang laut dan zonasi pesisir. Coremap-CTI juga menjadi bagian dari tiga kerangka besar desain pembangunan nasional. Pertama, visi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Kedua, kebijakan kelautan Indonesia untuk mengelola sumber daya dan tata ruang kelautan secara optimal dan berkelanjutan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai amanat RPJMN 2020–2024. Ketiga, percepatan pembangunan wilayah timur Indonesia, khususnya di Papua dan Papua Barat.
Sejak 2019, Kementerian PPN/Bappenas melalui ICCTF mengelola Coremap-CTI untuk implementasi strategi tersebut, dengan pendanaan hibah yang berasal dari Global Environment Facility yang disalurkan melalui World Bank dan Asian Development Bank. “Adapun dukungan Coremap-CTI World Bank sebesar US$ 6,2 juta dengan durasi hibah mulai 19 Juni 2019 hingga 30 Juni 2022 berlokasi di Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur dan Raja Ampat, Papua Barat. Sedangkan dukungan Coremap-CTI Asian Development Bank sebesar US$ 5,2 juta dengan durasi hibah mulai 4 Maret 2020 hingga 31 Desember 2022 berlokasi di Gili Matra dan Gili Balu, Nusa Tenggara Barat, serta Nusa Penida, Bali,” ujar Arifin.
Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas Himawan Hariyoga menuturkan, substansi Coremap-CTI merupakan kolaborasi multi-stakeholders untuk pengelolaan ekosistem terumbu karang dan pesisir secara keseluruhan menuju pesisir yang berkelanjutan, lestari, dan mandiri. “Coremap-CTI juga menjadi pengungkit ekonomi pascapandemi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pelestarian terumbu karang dan ekosistem pesisir berkelanjutan sekaligus strategi pengelolaan kemaritiman dan kelautan secara optimal,” ujar Himawan.
Di Papua Barat, wilayah Kabupaten Raja Ampat menjadi destinasi yang memikat dunia karena keindahan lanskap dan kekayaan bawah laut yang memukau. Dalam kunjungan ke geosite Piaynemo, Desa Wisata Arborek, dan Kepulauan Wayag, Suharso meninjau implementasi pengembangan mata pencaharian dan ekonomi berbasis masyarakat sehingga warga Raja Ampat dapat menjadi pelaku usaha sekaligus pariwisata, pemandu selam, penyedia pondok wisata (homestay), perajin suvenir, hingga produsen sabun kelapa.
“Kunci untuk menggerakkan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan warga adalah pelestarian alam, itu magnet bagi wisatawan untuk terus menyambangi Raja Ampat. Ini membuktikan, konservasi alam dan kemajuan ekonomi itu sesungguhnya sangat relevan untuk berjalan beriringan dan saling menguatkan,” imbuh Suharso.
Percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat
Aspek lingkungan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat hanya satu dari berbagai sektor prioritas dalam upaya implementasi Inpres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat. Untuk menghimpun gagasan dan membahas fokus prioritas lainnya dalam Inpres tersebut, Suharso menyerap perspektif lokal dengan melakukan dialog dengan beberapa cendekiawan Papua, antara lain, Staf Khusus Presiden Gracia “Billy” Mambrasar, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat Dance Sangkek, Wakil Rektor I Universitas Victory Sorong Tagor Manurung, Rektor Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong Rustamadji, pelaku pariwisata Ruben Sauyai, dan pelaku budidaya mutiara Arsyad Macap.
Dialog dimulai dengan pembahasan kebijakan-kebijakan afirmasi terhadap Orang Asli Papua (OAP) melalui pemberdayaan masyarakat dan pengembangan wilayah. Sejak 2001, pemerintah pusat terus melakukan pembangunan di Papua, diawali dengan penetapan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Afirmasi kebijakan dilanjutkan dengan Instruksi Presiden Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat yang pertama kali diterbitkan pada 2007 dan kembali dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia pada 2011, 2017, serta yang terbaru pada 2020 yaitu Inpres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Selain penerbitan Inpres, kebijakan afirmasi kepada masyarakat Papua juga dilakukan dengan penulisan bab khusus dalam dokumen RPJMN 2015-2019 dan RPJMN 2020-2024.
Di samping kebijakan afirmasi terhadap OAP, dialog juga membahas Klaster Kesejahteraan yang meliputi 7 aspek, yaitu pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, UMKM, lapangan kerja, pencapaian TPB/SDGs, dan infrastruktur. Terdapat beberapa strategi yang dirumuskan sebagai langkah percepatan kesejahteraan. Di sektor kesehatan, penguatan peran Rumah Sakit Umum Daerah, puskesmas, dan implementasi telemedicine menjadi strategi utama. Sementara itu, penguatan sekolah berpola asrama, penambahan kuota pengangkatan guru honorer, peningkatan beasiswa OAP, dan relawan pendidikan menjadi fokus sektor pendidikan.
Peningkatan ekonomi diupayakan dengan menciptakan wirausaha muda melalui Papua Youth Creative Hub, pengembangan komoditas hulu-hilir, pemberdayaan pengusaha dan angkatan kerja OAP, pemberdayaan 1.000 OAP bekerja di BUMN, pemenuhan infrastruktur dasar, peningkatan diplomasi dan kerja sama internasional, afirmasi pemagangan Aparatur Sipil Negara daerah di kementerian/lembaga pusat, hingga mengelola informasi dan komunikasi publik secara terpadu turut dibahas dalam dialog tersebut.
Berdasarkan strategi-strategi langkah percepatan di atas, pemerintah pusat mencanangkan 12 strategi terobosan atau quick wins regulasi yang akan dilakukan, antara lain asrama mahasiswa nusantara, optimalisasi SDM OAP unggul dalam pengembangan karier di kementerian/lembaga dan BUMN, afirmasi pendidikan dan ikatan dinas tenaga kesehatan, desain kemudahan berusaha dan penanaman modal, pemutakhiran data terpadu kesejahteraan sosial, start-up dan wirausaha muda Papua, afirmasi beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan, Program Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADIK), dan Program Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM), telemedicine, hilirisasi industri Kawasan Pengembangan Ekonomi 7 wilayah adat, pengelolaan informasi dan komunikasi publik secara terpadu, diplomasi dan kerja sama internasional, hingga BBM satu harga.
Implementasi percepatan pembangunan kesejahteraan Papua menggunakan sumber dana otsus, Anggaran Pendapatan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, dan sumber pendanaan alternatif lainnya dengan linimasa pemanfaatan dana dimulai dengan mempersiapkan penyusunan rencana aksi pada 2020, pelaksanaan quick wins terpadu di 2021, penguatan model terpadu di 2022, perluasan model terpadu di 2023, dan pemantapan model terpadu di 2024. Pada 2030 mendatang, keseluruhan strategi program dan pembiayaan ini diharapkan mampu mewujudkan pembangunan berkelanjutan bagi Papua dan Papua Barat.
Percepatan pembangunan Papua Barat pada 2015-2019 telah diukur melalui indikator-indikator makro pembangunan, yakni peningkatan nilai Indeks Pembangunan Manusia sebesar 4,81 persen menjadi 64,7; peningkatan Produk Domestik Regional Bruto sebesar 26,63 persen menjadi Rp 79,64 triliun; penurunan rasio gini sebesar 9,8 persen menjadi 0,386; penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka sebesar 34,65 persen menjadi 5,28 persen; dan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 16,4 persen menjadi 21,51 persen.
“Kami akan terus libatkan para local champions yaitu tokoh agama, tokoh wanita, tokoh adat perwakilan kepala suku di tiap wilayah adat, tokoh masyarakat dan pemuda, birokrasi provinsi, birokrasi kabupaten perwakilan tiap wilayah adat, serta akademisi untuk percepatan pembangunan kesejahteraan di Papua dan Papua Barat secara berkelanjutan,” tutup Suharso. [NOV]