Kualitas air dan ketersediaan air bersih masih menjadi tantangan serius negara-negara di dunia, terlebih Indonesia yang menjadi salah satu negara maritim. Kebutuhan air bersih meningkat pesat seiring tingginya pertumbuhan penduduk, termasuk di kota-kota besar seperti DKI Jakarta yang menjadi pusat bisnis dan pemerintahan.

Dari potensi sebesar 3,9 triliun meter kubik per tahun, ketersediaan air di Indonesia yang potensial dimanfaatkan sebagai penunjang kehidupan masyarakat sekitar 691 miliar meter kubik per tahun. Dari jumlah tersebut, yang dimanfaatkan baru mencapai sekitar 175 miliar meter kubik air per tahun. Sisanya belum dimanfaatkan secara maksimal.

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus berupaya melakukan langkah-langkah pengelolaan sumber daya air terpadu, di antaranya dengan Smart Water Management (SWM) yang memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Melalui optimasi penggunaan teknologi, dimungkinkan integrasi pengelolaan seluruh potensi wilayah sungai dan menjaga kelestarian lingkungan dengan lebih berkualitas guna menunjang pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

“SWM adalah optimasi penggunaan TIK yang memungkinkan kita menyediakan data real-time otomatis kondisi sumber daya air dan lingkungan, serta prakiraan kondisi cuaca dan iklim untuk digunakan dalam menyelesaikan tantangan-tantangan terkait pengelolaan sumber daya air yang telah dilakukan berdasarkan Pengelolaan SDA Terpadu,” ujar Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.

Lalu, bagaimana peran sektor pengadaan air dan pengolahan limbah di daerah? Catatan BPS dari 34 provinsi, sektor ini hanya berkontraksi di 9 provinsi, yakni Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Papua, Aceh, Maluku, Sulawesi Tengah, Jakarta, Banten, dan Bali. Sisanya tumbuh positif di angka 0,82 hingga 10,15 persen. (Kompas, 17/10/2020).

 Upaya Pemprov DKI Jakarta

Dalam rangka pengelolaan air limbah domestik dan mengatasi pencemaran air di Ibu Kota, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta menyiapkan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T) skala perkotaan dan permukiman yang terdiri dari pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan jaringan perpipaan.

Pembangunan IPAL tersebut nantinya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan akses pelayanan air limbah, perbaikan kualitas lingkungan pada air permukaan dan air tanah, serta menjadi sumber alternatif air baku sebagai sumber air bersih di lingkungan masyarakat.

“Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi di Jakarta jika tidak disertai perbaikan sistem pengelolaan pembuangan air limbah domestik akan mengakibatkan air tercemar. Selain itu, perbaikan dan pengembangan sistem pengelolaan air limbah terpusat dapat meningkatkan kualitas kesehatan dan lingkungan. Keberadaan IPAL ini juga dapat mencegah timbulnya penyakit bawaan air (waterborne disease) yang disebabkan oleh buruknya kualitas air permukaan dan air tanah,” ujar Kepala Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta Juaini Yusuf.

SPALD-T skala perkotaan dapat mengelola air limbah domestik di lingkup perkotaan/regional dengan minimal layanan 20.000 jiwa. Sementara itu, pada cakupan pelayanan SPALD-T komunal skala permukiman, dapat mengelola air limbah domestik untuk melayani 500 hingga 6.000 jiwa untuk setiap SPALD-T permukiman yang terbangun. Ada pula skala kawasan tertentu yang mencakup kawasan komersial dan kawasan rumah susun.

Upaya tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) PUPR Nomor 4 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik, sebagai pedoman bagi penyelenggara SPALD untuk memberikan pelayanan pengelolaan air limbah domestik kepada seluruh masyarakat.

Pemprov DKI Jakarta juga bekerja sama dengan PD PAL Jaya untuk meningkatkan sanitasi bagi masyarakat dengan melakukan pengolahan air limbah domestik sistem setempat melalui revitalisasi tangki septik. Pembangunan SPALD skala permukiman sistem setempat ini juga akan terus dilakukan terutama pada kawasan permukiman yang dinilai membutuhkan akses sanitasi yang layak.

 Tahapan

Ada sejumlah tahapan yang harus dilalui pada sistem pengolahan air limbah domestik sebelum dialirkan ke badan air. Mulai dari pengolahan awal yang berfungsi menyisihkan partikel berukuran besar seperti pasir, kayu, plastik, dan lain-lain. Kemudian, melalui proses pengolahan primer yang umumnya menggunakan pengolahan fisis, dilanjutkan dengan tahap pengolahan sekunder, yang umumnya menggunakan sistem pengolahan biologis yang bertujuan untuk mendekomposisi materi organik dalam air limbah yang merupakan sumber pencemar, antara lain dengan sistem lumpur aktif (activated sludge), Membrane Bioreactor (MBR), Biofilter, dan lainnya.

Pada tahap akhir, dilakukan proses disinfeksi untuk menghilangkan organisme patogen. Dari hasil akhir ini, diharapkan sudah dapat mencapai baku mutu air limbah domestik yang ditetapkan. Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan pengolahan lanjutan, untuk mencapai air hasil olahan yang lebih baik untuk dimanfaatkan kembali.

Proses pengolahan biologis pada IPAL dilakukan secara kontinu selama 24 jam per hari. Untuk mengolah air limbah, dibutuhkan waktu tertentu dari proses awal pengolahan hingga akhir.

Perkiraan waktu pengolahan tersebut disesuaikan dengan jenis teknologi yang digunakan dan target pengolahannya. Sebagai contoh, teknologi A2O (Anoxic, Anaerobic dan Oxic Process) yaitu pengolahan air limbah yang bertujuan menyisihkan nitrogen, fosfor, dan materi organik lainnya dalam air limbah, dan teknologi MBR yakni berfungsi untuk menyisihkan materi organik air limbah dengan menggunakan teknologi membran yang bisa menghasilkan kualitas air olahan yang baik dan dapat digunakan sebagai sumber air baku.

Total keseluruhan zona pembangunan SPALD-T skala perkotaan yang direncanakan melalui program pembangunan Jakarta Sewerage System yaitu 15 zona dengan Zona 0 sebagai zona eksisting (Waduk Setiabudi) dan 5 zona prioritas (Zona 1, 2, 5, 6 dan 8).