Pembangunan manusia masih menjadi tantangan bagi Indonesia. Beberapa tolok ukur kualitas sumber daya manusia (SDM) menunjukkan, negara kita masih perlu berbenah. Perpustakaan menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan kualitas SDM.
Pendidikan adalah kunci pembangunan manusia untuk menghasilkan SDM yang produktif, terampil, dan menguasai ilmu pengetahuan. Sayangnya, tingkat pendidikan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) belum menggembirakan. Berdasarkan data BPS hasil Susenas 2020, tingkat pendidikan penduduk Indonesia didominasi pendidikan menengah. Dari 100 orang penduduk usia 15 tahun ke atas, 29 menamatkan sekolah menengah/sederajat dan hanya 9 orang yang menamatkan perguruan tinggi.
Jika dilihat berdasarkan tipe daerah, terdapat perbedaan pola pendidikan tertinggi yang ditamatkan antara daerah perkotaan dan daerah perdesaan. Di daerah perkotaan, penduduk usia 15 tahun ke atas didominasi oleh tamatan SM/sederajat (35 persen). Sementara itu, penduduk di perdesaan didominasi tamatan SD/sederajat (30 persen).
Padahal, pendidikan adalah jalan bagi seseorang untuk lebih berdaya, baik secara sosial maupun ekonomi. Hasil Sensus Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2021 menyebutkan, ada kecenderungan bahwa tingkat pendidikan seseorang berbanding lurus dengan kelayakan pekerjaan.
Baca juga:
Bappenas dan Perpusnas Kuatkan Peran Perpustakaan sebagai Jantung Pemberdayaan Masyarakat
Sekitar 64 persen penduduk dengan tingkat pendidikan SD ke bawah bekerja dengan status pekerjaan berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, dan pekerja keluarga/tidak dibayar, sehingga mempunyai risiko tinggi terhadap kerentanan ekonomi. Sementara itu, hanya 18 persen penduduk tamat perguruan tinggi dengan status pekerjaan yang sama.
Melihat data-data tersebut, jelas bahwa ada kebutuhan untuk mengupayakan pendidikan yang lebih inklusif untuk melengkapi jalur pendidikan formal karena tujuan pembangunan pendidikan adalah menjamin pendidikan yang inklusif, merata, dan meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk seluruh penduduk. Dengan demikian, pendidikan seharusnya dapat diakses setiap penduduk tanpa melihat umur, daerah tempat tinggal, dan status ekonomi.
Perpustakaan yang inklusif
Cita-cita untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif dapat ditempuh salah satunya dengan mengupayakan perpustakaan yang inklusif. Perpustakaan sebagai sumber informasi berperan penting dalam meningkatkan kemampuan masyarakat. Dengan begitu, SDM dapat berkembang.
Saat ini, Perpustakaan Nasional memiliki program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial. Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpusnas, Deni Kurniadi menyampaikan, lebih dari sekadar menyediakan koleksi, perpustakaan kini menjangkau masyarakat dengan berbagai program dan pelatihan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, serta menjadi pusat pemberdayaan. Saat ini, program tersebut telah mencakup 394 kabupaten/kota di 34 provinsi.
Perpustakaan tidak hanya berkontribusi dalam mencerdaskan masyarakat. Perpustakaan juga bertransformasi menjadi lembaga strategis yang punya dampak dalam menyejahterakan masyarakat dan meningkatkan ekonomi keluarga sehingga mampu mengentaskan masyarakat dari kemiskinan di Indonesia.
“Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial merupakan perpustakaan yang memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan potensinya dengan melihat keragaman budaya, kemauan menerima perubahan, menawarkan kesempatan berusaha, serta melindungi dan memperjuangkan hak asasi manusia,” jelas Deni.
Kuatkan sinergi
Pemerintah pusat juga terus menguatkan komitmen untuk meningkatkan literasi di Indonesia. Pada 21–24 Juni lalu, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) melaksanakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengembangan Literasi dan Inovasi Berbasis Desa di Bali. Acara ini dihadiri sejumlah pemangku kepentingan, antara lain dari Perpustakaan Nasional, Kemendagri, Kemenparekraf, Kemendes PDTT, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Kemendikbudristek.
Salah satu hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah pemanfaatan dana desa untuk membangun literasi. Disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan Kemendes PDTT Rachmatia Handayani, dana desa dapat dimanfaatkan untuk mengupayakan pendidikan berkualitas, misalnya dengan mewujudkan perpustakaan desa. Dana desa juga dapat digunakan untuk mereplikasi program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial.
Membangun manusia berkualitas memang pekerjaan besar. Namun, dengan sinergi yang kuat dan perpanjangan tangan berbagai pihak sampai ke level desa, diharapkan ke depan hal ini akan membuahkan hasil yang menggembirakan. [NOV]