Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Pentingnya Menjaga Identitas Online di Era Digital”. Webinar yang digelar pada Senin (5/7/2021) di Kota Tangerang itu, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Daniel J. Mandagie (Kaizen Room), Roza Nabila (Kaizen Room), Mohamad Ikhsan Tualeka, S.IP, M.I.K (CEO/Founder IndoEast Network), Marcello Singadji S.Kom, M.T (Dosen Sistem Informasi Fakultas Tekonologi & Desain Universitas Pembangunan Jaya). Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.

Wadah informasi

Daniel J. Mandagie membuka webinar dengan mengatakan, media sosial saat ini bukan hanya menjadi sarana hiburan, tetapi menjadi wadah untuk mencari informasi.

“Bisa dikatakan, kita menghabiskan lebih banyak waktunya di sosial media dibandingkan media lainnya,” kata Daniel. Adapun macam-macam media sosial, yakni Tiktok, Twitter, Instagram, Path, Facebook, dan Youtube.

Sayangnya, di media sosial banyak terjadi kejahatan digital internasional. Modusnya sering kali berpura-pura menjadi ‘teman’ untuk meluncurkan serangan (impersonate), serta memanfaatkan jejaring sosial untuk menyebarkan spam, penipuan, dan serangan besar-besaran.

Tak jarang, mereka melakukan pengambilan data secara ilegal. Tips menghindarinya, jangan membuka lampiran dari surel yang masuk, baik dari alamat surel yang dikenal atau tidak, jika kita tidak mengharapkan dikirimnya lampiran tersebut.

“Lalu, unduh file dan dokumen dari situs yang tepercaya. Jangan mengakses dan mengunduh file dari situs berbagi file. Hanya berbagi perangkat keras penyimpanan file kepada orang atau komputer yang kita percaya. Secara berkala, lakukan perubahan password di akun email,” paparnya.

Roza Nabila menambahkan, aktivitas di dunia digital (media sosial) bisa dibilang sebagai personal branding. “Maka, kelola reputasi online dengan baik,” kata Roza. Ia menambahkan, kita semua sesama manusia, bahkan sekalipun saat berada di dunia digital, dan pengguna internet berasal dari bermacam negara dan budaya.

Untuk itu, ada etika dalam berinteraksi dalam ruang digital. Contohnya seperti menyapa serta memperkenalkan diri terlebih dahulu, dan tidak menuliskan komentar negatif atau hal yang menyakiti orang lain.

“Sebaiknya, gunakan bahasa santun dan sopan atau sertakan emoticon yang menunjang percakapan, tidak menggunakan huruf kapital semua, menjaga privasi satu sama lain, dan selalu cantumkan sumber referensi. Sifat media digital ini luas dan siapapun bisa menggunakan, sehingga perlunya pemahaman digital etik,” ujarnya.

Disruptif

Mohamad Ikhsan menambahkan, dunia digital bisa dibilang realitas yang disebut sebagai disruptif, karena secara fundamental mengubah semua sistem, tatanan, dan landscape yang ada ke cara-cara baru.

“Perubahannya bermacam-macam termasuk berakibat negatif. Misalnya pergaulan/interaksi makin luas tapi tidak dalam/kuat, banyaknya sampah informasi, seperti hoaks dan fitnah,” tutur Ikhsan. Selain itu, dampak negatifnya dunia digital terjadinya kecanduan gadget yang mengakibatkan phubbing/anti sosial.

Sementara dampak positifnya, akses makin luas dan lebar tanpa batas, efektif dan efisien, akses informasi lebih mudah dan murah. Lalu, individu dapat menjadi produsen pesan, distributor pesan dan konsumen pesan.

“Terdapat pula hadirnya jurnalisme warga yang dapat mendorong perubahan sosial. Untuk itu, perlu dan pentingnya literasi digital secara terus menerus dan berjenjang, di dalam keluarga dan sekolah,” ucapnya.

Sementara Marcello Singadji sebagai pembicara terakhir memaparkan, keamanan digital juga diibaratkan sebagai bentuk pertahanan diri perangkat, yang berhubungan dengan akses digital baik perangkat lunak maupun keras.

“Karena akan selalu ada celah yang dapat dimanfaatkan pihak tidak bertanggung jawab,” ujarnya. Menurut Marcello, risiko keamanan digital adalah setiap peristiwa atau tindakan yang dapat menyebabkan hilangnya atau rusaknya perangkat keras komputer atau perangkat seluler, perangkat lunak, data, informasi, atau kemampuan pemrosesan.

Ancaman keamanan digital bisa disebabkan oleh virus, hackers, identity thieves, dan spyware. Mencegah hal tersebut, bisa dilakukan dengan tidak memberikan informasi rahasia kepada orang tidak dikenal.

“Menggunakan proteksi ganda pada aplikasi online (media sosial, perbankan). Mengatur tingkat keamanan pada aplikasi media sosial yang digunakan. Tidak mengunduh dan memasang aplikasi bajakan, dan periksa secara teliti permainan online yang dipasang pada media sosial,” pungkasnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Lutfi Athalah Wijaya menanyakan, bagaimana peran generasi muda dalam menanggulangi hoaks di masa pandemi yang sangat bergantung kepada media sosial?

“Menurut saya, peran akan anak muda itu harus proaktif dalam penanganan hoaks. Bisa dilakukan dengan cara harus menyerap dulu informasi dengan banyak membaca, agar bisa menanggulagi berita hoaks,” jawab Daniel.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.