Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Jempolmu Harimaumu!”. Webinar yang digelar pada Senin (5/7/2021) di Tangerang Selatan itu, diikuti oleh ratusan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Panji Gentura (Project Manager PT Westmoore Tech Indonesia), Mario Antonius Birowo, Ph.D. (Staf Pengajar Universitas Atma Jaya Yogyakarta), Dr. Nyoman Diah Utari Dewi, A.Par., MAP (Dosen MAP Universitas Ngurah Rai), dan Antonius Andy Permana (Founder-CEO of Haho.co.id). Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.

Jejak digital

Panji Gentura membuka webinar dengan mengatakan, saat ini hampir seluruh orang di dunia memiliki Twitter. Di Indonesia saja ada sekitar 14 juta orang pengguna Twitter.

“Jejak digital itu bukan hanya tulisan, tetapi jejak digital itu apa saja yang kita buka, berapa lama kita melakukan scroll,” katanya.

Ia menambahkan, perusahaan Twitter dan Instagram telah melakukan kesepakatan, kita yang sudah terjebak terlalu banyak waktu bermain bermedia sosial. Lebih parah lagi, kebiasaan itu susah untuk dikurangin bahkan dihilangkan pada sebagian orang.

“Sebenarnya kemampuan kita untuk mengurangi bermain media sosial itu sangat susah. Meski begitu, kita harus mind your tweet itu kita harus lebih aware lagi dengan apa yang kita posting, karena akan ada jejak digital,” ujarnya.

Sementara Mario Antonius menambahkan, kita harus peduli dengan jari-jari kita. Sebab, ternyata jari kita bisa membahayakan diri dan orang lain, namun juga bisa membahagiakan diri dan orang lain.

Media digital sedang mengubah cara-cara kita berkomunikasi. Ini merupakan sebuah tantangan, karena perubahan ini berlangsung cepat, dan seringkali membuat kita tergagap, terutama ketika kita tidak memiliki panduan dalam bersikap dan bertindak saat menghadapinya.

“Oleh karenanya, penting buat kita memahami prinsip berkomunikasi dengan media digital. Prinsip itu, kita sebut etika. Pada masa pandemi Covid-19, kita (termasuk anak-anak) memiliki paparan kontent media digital yang semakin tinggi,” papar Mario.

Konten negatif

Ia menambahkan, kita harus bersikap aktif di dunia digital dalam mengatasi membanjirnya konten negatif. Konten negatif, dapat berupa hoaks, perundungan, ujaran kebencian.

“Ujaran kebencian atau hate speech adalah ungkapan atau ekspresi yang menganjurkan ajakan untuk mendiskreditkan, menyakiti seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan membangkitkan permusuhan, kekerasan, dan diskriminasi kepada orang atau kelompok tersebut,” katanya.

Penghasut membuat konten ujaran kebencian dengan sengaja mengubah fakta-fakta atau disinformasi. Kata-kata atau gambar, video, audio dipilih yang bersifat memojokkan kelompok atau seseorang. Konten tersebut bisa bertahan lama di dunia maya karena ada peran pengguna internet yang terhasut.

Para pengguna ini akan meneruskan konten ini ke orang-orang lain, dan seterusnya menggelinding ke mana-mana, bahkan viral. Konten tersebut lalu dibicarakan di dunia nyata (off-line) secara intensif, bahkan disertai provokasi.

Jadi bermula dari hasutan yang terus-menerus di dunia maya, akhirnya dapat bermuara pada tindakan kekerasan fisik. “Oleh karena itu, mari kita bersikap etis di dalam berkomunikasi di media sosial, seperti kita juga bersikap baik di kehidupan sehari-hari,” jelasnya.

Sementara Dr. Nyoman Diah mengatakan, dampak Positif internet adalah mudah mendapatkan informasi. Sementara dampak negatifnya adalah masyarakat dengan mudah menemukan berbagai macam hoaks.

“Maka pikirkanlah dan berhati-hatilah setiap kali mengucapkan sesuatu dan atau mem-posting suatu tulisan atau chat,” tuturnya. Ia menambahkan, agar masyarakat jangan komenter atau posting saat emosi, dan jangan komen atau posting kalau tidak tahu pasti.

Lalu hanya komen atau posting sesuatu yang bermanfaat, komentar dan posting yang sudah jelas kebenarannya, serta jangan komentar atau posting sesuatu yang menyinggung. Prinsip tersebut haruslah ditanamkan baik-baik dalam diri kita.

“Agar pepatah mulutmu harimaumu dan jempolmu harimaumu tidak menimpa serta membawa kerugian bagi kita. Sehingga kita boleh menjadi netizen yang dewasa sekaligus tersopan sedunia dalam berinternet,” harapnya.

Digital safety

Sebagai pembicara terakhir, Antonius Andy mengatakan, digital safety merupakan kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk memahami dan memproteksi identitas digital ada identitas yang terlihat dan yang tidak terlihat. Identitas yang terlihat yakni seperti nama akun, foto profil pengguna, deskripsi pengguna, identitas lain yang tercantum dalam akun.

Sedangkan untuk identitas yang tidak terlihat seperti PIN/password/sandi, two factor authentification, OTP, identitas lainnya. “Tipsnya, pastikan memilih menggunakan identitas alias atau samaran saat mengelola akun platform digital serta bertanggungjawab atas pilihan tersebut,” tuturnya.

Lalu amankan identitas utama yakni alamat surat elektronik (surel), yang kita gunakan untuk mendaftar suatu platform digital. Terakhir, lindungi dan konsolidasikan identitas digital dalam berbagai platform digital yang dimiliki.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Putra menanyakan, di masa pandemi seperti ini hampir seluruh kegiatan dilakukan melalui daring, tidak terkecuali anak-anak yang tidak bisa bermain di luar rumah.

Sehingga, waktunya banyak dihabiskan di depan smartphone atau komputer. Maka, bisakah lembaga pendidikan membuat kurikulum terkait literasi digital kepada anak-anak? Agar anak-anak sejak dini sudah diajarkan, untuk mengetahui bagaimana menggunakan teknologi dan media digital secara bijak.

“Untuk saat ini karena semua sistem daring, kita harus menjaga apa saja aplilasi yang anak mainkan. Lalu, mengatur waktu bahwa ini harus dilakukan ini tidak boleh dilakukan. Kita sebagai orang tua juga harus mendampinginya,” jawab Mario Antonius.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Tangerang Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.