Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Menangkal Kejahatan Terorisme dan Radikalisme di Era Digital”. Webinar yang digelar pada Senin (5/7/2021) di Kota Serang itu, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Ayrton Eduardo Aryaprabawa, S.S. (Founder & Director Crevolutionz), AA Ngurah Bagus Aristayudha (Relawan TIK Provinsi Bali & Dosen Universitas Bali International), Maureen Hitipeuw (Kaizen Room), dan Btari Kinayungan (Kaizen Room). Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.

Radikalisme

Ayrton Eduardo membuka webinar dengan mengatakan, radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastik.

“Sedangkan terorisme diartikan sebagai penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik), praktik tindakan teror, paham terorisme dan radikalisme semakin marak terjadi di Indonesia,” tuturnya.

Ayrton menambahkan, ragam gerakan terorisme yaitu peledakan explosive devices, pembajakan, penculikan, penyanderaan, serta ancaman intimidasi. Radikalisme dan terorisme pada zaman kemajuan teknologi, memiliki banyak cara kreatif untuk menyebarkan konsep/ideologi khususnya Internet dan sosial media.

Sehingga, mendorong solidaritas viral kelompok radikal dan teroris serta terjadi pembelokan persepsi tentang konsep nasionalisme dan agama. “Bagaimana mencegah terpapar terorisme dan radikalisme? yaitu dengan pengetahuan, spiritualisme, nasionalisme, dan kebangsaan. Benteng karakter Indonesia yaitu Pancasila, kultur budaya, Bhinneka Tunggal Ika dan sejarah,” paparnya.

Maureen Hitipeuw menambahkan, selain manfaat positif, di dalam dunia digital juga terdapat dampak negatif yang cukup meresahkan, seperti beredarnya beragam konten negatif yang dapat memengaruhi pola pikir pembaca.

Menurut Maureen, konten negatif atau konten ilegal adalah informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, nama baik dan lain-lain.

“Untuk itu, diperlukan etika digital dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan,” katanya.

Etika

Ia menambahkan, etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. “Sementara etiket adalah etika yang berlaku dalam pergaulan dan pekerjaan sehari-hari. Netiket adalah sopan santun pergaulan di dunia digital,” tambah Maureen.

Adapun contoh etika berinternet ialah jangan menggunakan huruf besar/ kapital, menghargai hak cipta orang lain, menghargai privasi orang lain dan jangan menggunakan kata-kata jorok dan vulgar.

“Kita semua manusia bahkan sekalipun saat berada di dunia digital. Jadi ikutilah aturan seperti dalam kehidupan nyata pengguna interaksi berasal dari bermacam negara yang memiliki perbedaan bahasa,” jelasnya. Selain itu, ia berpesan untuk waspada terhadap informasi palsu dan belum tentu kebenarannya (hoaks).

“Berita bohong atau hoaks adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya, bertujuan membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Dalam kebingungan masyarakat akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan, dan bahkan salah,” ujarnya.

Sementara AA Ngurah Bagus menambahkan, era digital adalah era saling berhubungan. Semakin mudah, semakin terhubungnya satu individu dengan individu lainnya, tetapi juga memberikan dampak negatif seperti penyebaran paham radikalisme dan terorisme.

Ia menjelaskan, yang rentan terkena ialah generasi millennial dikenal juga sebagai generasi tanpa berbekal dan belum matang, generasi yang rentan dalam memilah pemahaman mediasehingga dengan adanya konten dan informasi yang memecah belah bangsa tanpa mengecek kebenarannya langsung disebarkan ke berbagai media sosial.

“Hal yang mesti dilakukan agar tidak terpapar adalah dengan memahami konteksnya apakah sudah benar atau belum, harus meluaskan pikiran kita, peduli dengan lingkungan sekitar dan menggunakan waktu kepada hal positif lainnya,” ucap Ngurah Bagus.

Aman berinternet

Sebagai pembicara terakhir, Btari Kinayungan mengatakan, agar dapat aman berinternet, diperlukan digital safety, yakni kemampuan individu dalam mengenali, memolakan, menerapkan keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.

“Sulit menghentikan serangan siber di saat kita tidak memiliki kompetensi, tetapi radikalisme muncul dari suasana yang memanas maka kita hentikan suasana yang memanas tersebut. Salah satunya dengan tidak menyebarkan,” pesannya.

Ia melanjutkan, rekam jejak digital merupakan aktivitas kita di ruang digital meninggalkan jejak yang bisa diakses oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, maka dari itu ada baiknya kita membentuk jejak digital yang baik, mari kita hentikan misinformasi, disinformasi, dan maliformasi.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Maiza Syabi menanyakan, bagaimana cara kita anak muda bisa mengajak teman-teman memiliki rasa nasionalisme, untuk mencegah radikalisme di dunia digital?

Menjawab hal tersebut, Ayrton Eduardo mengatakan, sekarang kita punya dampak dan impak yang luar biasa. Mempunyai sosial media yang merupakan suatu langkah untuk berubah.

“Banyak hal yang bisa kita lakukan, berangkat dari diri sendiri dulu, saat ini di lingkungan banyak orang yang kondisinya sulit akibat Covid-19, kalau ada orang yang susah secara tidak langsung kita punya kontribusi disitu, apa kita ingin membantu mereka atau tidak, lakukan hal-hal yang baik,” tuturnya.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.