5 dari 10 pengguna media digital mengalami bullying di media sosial, dengan pengguna generasi millennial yang paling terkenal sebagai pelaku hal tersebut. Seperti yang kita ketahui bersama, dunia digital memiliki sebuah sisi negatif dampak perkembangannya yang begitu dahsyat bila tidak dibarengi dengan penerapan etika digital secara baik. Salah satu contohnya adalah cyberbullying, yang merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan perkembangan teknologi dalam hal berkomunikasi dengan sesama di ranah digital.

Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Etika Berjejaring, Mulutmu Harimaumu!”. Webinar yang digelar pada Selasa (29/6), pukul 09:00-11:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Andi Fauziah Astrid (Dosen Pengajar Fakultas Dakwah & Komunikasi UIN Alauddin Makassar), Dr Putu Eka Trisna Dewi, SH, MH (Dosen Universitas Ngurah Rai & IAPA), Novita Sari (Aktivis Kepemudaan Lintas Iman), Mathori Brilyan (Art Enthusiast), dan Rinni Wulandari (Influencer) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Andi Fauziah Astrid menyampaikan informasi bahwa “Kebiasaan nyinyir bisa dibilang nyandu, hal ini dikarenakan ketika seseorang bertindak nyinyir muncul perasaan puas sebagai bentuk keberhasilan untuk menutupi perasaan tidak aman atau insecure dan rendah diri yang sebenarnya mereka rasakan. Agar terhindar dari bertindak seperti itu, perlu paham digital dan membatasi dampak negatif dari penggunaan media digital. Perlu kita pahami mengenai hadirnya internet sebagai bentuk komunikasi massal yang cenderung lebih bebas dapat berdampak pada penyalahgunaannya, sehingga penting mengetahui mengenai digital culture.”

Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Ardhana menyampaikan bahwa “Banyak warga digital yang tidak berpikir panjang dalam berkomunikasi di ruang digital, mungkin dikarenakan kurangnya pengetahuan mereka bahwa dapat berujung pada pidana. Contoh kegiatan apa saja yang dapat berisiko kita dipidanakan dalam ruang digital?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Novita Sari, bahwa “Saat ini banyak contohnya, seperti menyebarkan informasi yang tidak benar, memfitnah, berkata tidak sopan. Bahkan, kita meng-upload konten orang lain tanpa izin juga bisa dibawa ke jalur hukum karena kini sudah diatur dalam UU ITE.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Pusat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.