Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.Â
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Menjadi Masyarakat Pancasila di Era Digital”. Webinar yang digelar pada Rabu, 27 Oktober 2021 di Kabupaten Serang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.Â
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Fakhry H. Wicaksana – Retail Banking Digital Transformation, Rizki Ayu Febriana – Kaizen Room, Dr Bambang Kusbandrijo, MS – Dosen UNTAG Surabaya & Pengurus DPP IAPA dan Eko Sugiono – Digital Marketer Expert G Coach.
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Fakhry H Wicaksana membuka webinar dengan mengatakan, ada beberapa bentuk rendahnya pemahaman Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Pertama ialah tidak mampu memahami batasan berekspresi di ruang digital dengan perundungan siber, ujaran kebencian, pencemaran nama baik atau provokasi yang menyebabkan perpecahan polarisasi digital,” tuturnya.
Selain itu, tidak mampu membedakan keterbukaan informasi publik dengan pelanggaran privasi di ruang digital, tidak mampu membedakan misinformasi, disinformation, dan malinformasi.
Adapun cara menjadi warga digital yang Pancasilais yakni berpikir kritis, perbanyak teman digital, perbanyak perspective. Gotong royong kolaborasi kampanye literasi digital.
Rizki Ayu Febriana menambahkan, kemudahan akses di era digital, jangan sampai memudarkan nilai-nilai Pancasila. Maka dari itu hadirnya Pancasila dalam konteks masyarakat digital sangatlah penting. “Dalam berperilaku di dunia digital, diperlukan etika digital (digital ethics),” tuturnya.
Etika digital yakni kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.Â
Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan bersama.Â
Ruang lingkup etika yakni kesadaran, maksudnya adalah melakukan sesuatu dengan sadar atau memiliki tujuan. Media digital yang cenderung instan seringkali membuat penggunanya melakukan sesuatu dengannya ‘tanpa sadar’ sepenuhnya.Â
Lalu tanggung jawab, yang berkaitan dengan dampak atau akibat yang ditimbulkan dari suatu tindakan. Maka bertanggung jawab artinya adalah kemauan menanggung konsekuensi dari perilakunya.Â
Dr Bambang Kusbandrijo turut menjelaskan, karakteristik masyarakat digital yakni partisipasi, keterbukaan, perbincangan dan keterhubungan. “Fungsi digital yakni memperluas interaksi sosial, membangun personal branding dan membangun kedekatan,” ujarnya.
Menurutnya, sumber daya manusia unggul merupakan pelajar sepanjang hayat, yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Seperti beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kebhinekaan global, bergotong royong.
Sebagai pembicara terakhir, Eko Sugiono mengatakan, menurut Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) masyarakat Pancasila adalah masyarakat yang mempelajari, menghayati dan mengamalkan pancasila di kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, bernegara, berbangsan dan berbudaya.Â
“Kemampuan literasi digital adalah hal yang paling mendasar dan paling krusial dalam menghadapi perkembangan teknologi saat ini. Secara umum, literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat dan mengkomunikasi konten atau informasi dengan kecakapan kognitif maupun teknikal,” katanya.
Dalam sesi KOL, Mujab MS mengatakan, di ruang digital pasti merasakan dampak positif selama berselancar dengan bermain sosial media seperti pisau bermata dua, pasti ada sisi positif dan negatifnya.Â
“Di satu sisi menghadirkan kita akses Informasi yang tidak terbatas, di sisi lain asas informasi yang tidak terbatas itu pun akhirnya punya dampak negatif ya terutama bagi kita semua yang belum punya literasi digital yang mumpuni,” paparnya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Risma Andriana menanyakan, bagaimana agar kemampuan softskill dan hardskill kita bisa terasa dalam hal pemanfaatan digital yang kearah lebih baik?
“Kalau dalam context digital skill, saran saya buat assessment diri soft skill dan hard skill mana dari kita yg sudah kuat dan yang masih perlu ditingkatkan, fokus untuk mempertahankan skill yang sudah baik dan tingkatkan skill yang masih perlu ditingkatkan, dan buat rencana pengembangan diri kuncinya harus productivity,” jawab Fakhry.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.