Kapasitas Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang yang sudah hampir mencapai batas maksimal membuat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus melakukan langkah alternatif untuk mengurangi sampah yang masuk ke sana.

Salah satu langkah yang dilakukan adalah membuat gerakan Jakarta Sadar Sampah. Ini merupakan wadah kolaborasi untuk mewujudkan Jakarta yang lebih bersih dan hijau lewat kesadaran untuk menanggulangi dan memanfaatkan sampah secara lebih baik.

Gerakan ini mengundang semua pihak untuk ikut serta, mulai dari pemerintah, komunitas, bisnis, hingga individu. Adapun gerakan ini memiliki tiga aksi nyata, yaitu mengurangi, memilah, dan mengolah sampah.

Jakarta Sadar Sampah akan ditunjang dengan terobosan teknologi yang akan dihadirkan oleh Pemprov DKI Jakarta. Rencananya akan dibangun Fasilitas Pengelolaan Sampah Antara (FPSA) di Tebet, Jakarta Selatan. Ini juga menjadi salah satu strategi penanganan sampah dengan penerapan teknologi yang ramah lingkungan dan tepat guna.

Pemprov DKI Jakarta terus melakukan pendekatan melalui Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta kepada masyarakat sekitar, sejak April 2021. Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menyampaikan, pihaknya telah menyosialisasikan terkait amdal dan meyakinkan masyarakat bahwa FPSA akan ramah lingkungan. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta juga menyosialisasikan hal tersebut melalui media massa dan terutama pihak-pihak yang kontra terhadap kebijakan ini.

“Langkah ini jelas akan sebagai upaya mengurangi jumlah sampah di TPST Bantargebang dan membantu pengelolaan sampah melalui bank sampah yang saat ini berjumlah 3.015 unit di Jakarta. Untuk jumlah sampah yang berhasil terkelola bank sampah, rata-rata selama 7 bulan di 2021, mencapai 654.430,76 kilogram per bulan,” terangnya.

Baca juga : 

Teknologi FPSA

FPSA Tebet akan menjadi FPSA mikro yang menggunakan teknologi hydrodrive untuk mengurangi residu sampah hingga tersisa 10 persen saja. Teknologi ini efisien dari segi operasional.

Selain itu, hydrodrive akan memastikan kenyamanan, kebersihan, dan kesehatan masyarakat sekitar serta memitigasi risiko bau, asap, bising, dan banjir. FPSA ini nantinya akan memiliki luas 5.000 meter persegi yang dilengkapi dengan recycle center, pemusnah sampah residu, pengolahan fly ash/bottom ash (untuk material bangunan), biodigester, pusat edukasi, dan ruang interaksi publik.

“Pembangunan FPSA juga tidak hanya direncanakan di Tebet, tetapi juga di Sunter, Jakarta Utara. Direncanakan, FPSA Sunter ini mampu mengolah sampah hingga 2.200 ton per hari dan dapat mengubat sampah menjadi 35 MWh. Inilah yang dimaksud dengan waste to energy technology,” ungkap Asep.

Teknologi ini sudah terbukti efektivitasnya di berbagai negara. Teknologi ini akan memusnahkan sampah dengan proses thermal yang aman bagi lingkungan dan mudah serta aman dioperasikannya. Sampai sekarang, teknologi ini sudah terpasang lebih dari 2.000 titik di berbagai negara.

Waste to energy diklaim mampu mereduksi sampah hingga 90 persen sehingga jumlah sampah yang dibuang ke landfill pun akan jauh lebih kecil. Selain itu, teknologi ini biasanya dibarengi dengan instalasi pembangkit listrik uap panas yang mampu menggerakkan turbin untuk kemudian menghasilkan listrik.

“Saat ini, pembangunan FPSA Sunter dilakukan dengan mekanisme penugasan kepada BUMD PT Jakarta Propertindo (Jakpro) melalui Pergub No. 33 Tahun 2018. PT Jakpro sedang melakukan berbagai proses persiapan pembangunan, salah satunya adalah proses pendanaan. Diharapkan pula dengan beroperasinya FPSA Sunter, lapangan kerja akan bertambah,” ujarnya.

Pembangunan FPSA Sunter ini juga mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), sebuah rangkaian 17 tujuan yang terintegrasi dan saling terkait untuk mengakhiri kemiskinan, melindungi planet ini, dan memastikan bahwa umat manusia menikmati perdamaian dan kemakmuran pada 2030.