Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Mari Berbahasa yang Benar dan Beretika di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Senin, 15 November 2021 di Jakarta Barat, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Indri Dwi Apriliyanti (Dosen Manajemen Kebijakan Publik Fisipol UGM), Denik Iswardani Witararti (Dosen Magister Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur), Fuad Setiawan Khabibi (Peneliti Pusat Pengembangan Kapasitas dan Kerjasama (PPKK) Fisipol UGM), dan Aidil Wicaksono (CEO Pena Enterprise).

Indri Dwi membuka webinar dengan mengatakan, ada jejak data yang ditinggalkan oleh interaksi Anda di dunia digital. “Di antaranya apa yang Anda katakan, apa yang dikatakan tentang Anda, apa yang Anda suka dan di mana Anda berada atau pernah berada,” tuturnya. Cara membagikan kebahagian di dunia digital, bisa dengan berikan perhatian untuk orang lain.

Lalu menyukai unggahan membagikan konten yang bermanfaat, berikan kasih sayang, ucapan. Berikan apresiasi menyampaikan syukur atas pertemanan, acknowledge mengucapkan terima kasih atas konten bermanfaat. Berikan dukungan kepada teman-teman yang membutuhkan.

Denik Iswardani Witararti menambahkan, masyarakat digital merupakan hubungan antarmanusia yang terjadi melalui teknologi, dengan memanfaatkan jaringan internet dan media atau platform tertentu.

“Masyarakat digital, memerlukan etika digital, yang merupakan kemampuan individu dalam menyadari mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital dalam kehidupan sehari–hari,” tuturnya.

Menurutnya, kita tidak harus memikirkan apa yang orang pikirkan tentang kita. Apalagi, terkadang posting yang ada di Instagram membuat kita akhirnya berujung tidak baik. Contohnya, bisa berantem di sosial media karena satu pihak tersinggung, bahkan misalkan pertemanan, kita tidak diajak akhirnya kita baper.

Fuad Setiawan turut menambahkan, generasi digital ramai-ramai membuat Facebook, Twitter, Instagram, membuktikan pada dunia bahwa mereka eksis. Proses belajar generasi digital selalu mengakses Google, Yahoo, atau mesin pencari lainnya.

“Mereka memiliki kemampuan belajar yang jauh lebih cepat karena segala informasi ada di ujung jari mereka,” tuturnya. Privasi generasi digital cenderung lebih terbuka, blak–blakan dari berpikir agresif.

Saat ini, realita budaya berkomentar di ruang digital yakni dengan melakukan perundungan secara verbal dan non-verbal, mengenai fisik dan SARA, hingga dark jokes. Lalu membuat video yang isinya menunjukan gesture penghinaan, provokasi, prank yang direncanakan yang ditujukan untuk menjatuhkan mental orang lain.

Maka, gunakan bahasa yang beretika dan benar, bahasa yang baik, muncul dari niat baik penunturnya atau kebaikan di dalam cara dan tujuan, Nilai pancasila menjadi dasar untuk mewujudkan bahasa yang baik beretika. Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah tata bahasa yang telah diatur.

Sebagai pembicara terakhir, Aidil Wicaksono mengatakan, setiap generasi berpartisipasi menyikapi transformasi digital. Berpartisipasi proaktif menyuarakan isu transformasi digital dan disrupsi dari teknologi informasi.

“Perlu megembangkan dan emmpersiapkan diri diri dampak perkembangan digital. Menanamkan kesadaran diri pada masyarakat luas untuk adaptif dan menerima bahwa transformasi digital merupakan sesuatu yang memang sedang terjadi dan keberadaannya sangat penting,” pesannya.

Dalam sesi KOL, Audrey Chandra mengatakan, ruang dari media sosial sangat luas. “Jadi berhubungan sekali di ruang media sosial, kita sendiri yang set unfollow, kita sendiri yang menahan komentar kita.”

Salah satu peserta bernama Zamzam Ziyan menanyakan, bagaimana cara mendorong agar pelajar saat ini menjadi generasi yang growth mindset dan terhindar dari perilaku plagiasi yang dapat merugikan karya seseorang?

“Sebelum masuk bagaimana kita menghindari, mahasiswa kita menyarankan tidak melakukan plagiarisme kita sampaikan ujian assignment tujuan kita apa. Tidak hanya guru dosen juga kepada mahasiswa tahu tujuan dan alasannya, logical mengapa tugas penting dikerjakan menyampaikan belajar berpikir dengan baik kritikal thinking yang baik,” jawab Indri.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Jakarta Barat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]