Dua tahun terakhir ditandai dengan lompatan besar pada dunia pendidikan. Pandemi “memaksa” disrupsi dunia pendidikan. Jika semula disrupsi adalah jargon penting, tetapi sulit diimplementasikan pada institusi pendidikan, pandemi memaksa lompatan tinggi yang tidak diduga secepat itu terjadi. Studi yang dilakukan McKinsey & Company (2020) mengindikasikan transformasi penting dalam kehidupan manusia. Orang dipaksa tinggal di rumah, beraktivitas dari rumah termasuk belajar.
Bagi sekelompok masyarakat belajar dan bekerja dari rumah merupakan kemewahan karena ketersediaan fasilitas penunjang yang memadai, tetapi bagi sebagian kelompok yang lain belajar di rumah menjadi “siksaan” karena keterbatasan akses teknologi informasi. Tidak sedikit sekelompok pelajar dan guru/dosen justru mengalami tekanan karena tidak terdapat “supporting system”. Transformasi digital di sektor pendidikan masih menyisakan persoalan ketersediaan dan keterjangkauan sarana prasarana (sarpras) infrastruktur digital di negara sedang berkembang. Akses terhadap infrastruktur tersebut juga tetap harus ditopang oleh peningkatan pendapatan per kapita. Sebaliknya, infrastruktur digital juga diperlukan untuk memudahkan akses pendapatan per kapita untuk memastikan masyarakat mampu mengakses kebutuhannya.
Studi yang dilakukan oleh Sebayang & Asri ND (2021) menemukan bahwa dari sudut pandang mahasiswa permasalahan terbesar yang dihadapi bukan masalah ekonomi namun pada proses pembelajaran yakni tekanan untuk memahami materi yang disampaikan dalam jaringan. Potensi perilaku menyontek (cheating) juga menjadi tantangan besar dalam membentuk kapasitas sumber daya insani. King (2009) telah melakukan uji bahwa kesempatan menyontek pada ujian daring dinyatakan lebih mudah oleh lebih dari 70 persen mahasiswa. Oleh karena itu, proses pendidikan harus bergeser kepada project base learning untuk mengasah kemampuan mahasiswa dalam menerapkan berbagai teori yang dipelajari.
Adaptasi dan moral
Lompatan transformasi dapat dilewati ketika timbul kesadaran pada berbagai pemangku kepentingan. Sejatinya sumber daya insani adalah bagian dari faktor produksi, mendorong semua sumber daya pada kondisi optimal untuk menciptakan banyak manfaat bagi sekitarnya. Tahun 2021, ekonomi Indonesia mampu tumbuh 3,69 persen (BPS, 2022) yang menunjukkan bahwa geliat ekonomi kembali terjadi.
Salah satu kunci mencapai pertumbuhan berkelanjutan tersebut adalah sumber daya insani yang adaptif terhadap perubahan. Manusia dilahirkan dengan kemampuan olah insting dan pikir yang luar biasa. Institusi pendidikan dituntut melahirkan perilaku adaptif, tidak kaku, dan siap melakukan lompatan inovasi, serta menjaga moral bukan sekadar penghasil lembar ijazah.
Baca juga:
Penyesuaian diri telah terjadi. Semua pihak saling belajar untuk memahami nilai-nilai yang harus dicapai sehingga proses menciptakan produktivitas dan outcome pendidikan tercapai. Kemampuan manusia beradaptasi dan mencari peluang baru dalam upaya menghasilkan kapasitas terbaiknya ternyata mampu mengalahkan berbagai keterbatasan. Konstruksi nilai positif dan produktif harus menjadi gaya hidup, baik ketika hadir secara fisik maupun tidak. Pengetahuan teoritis tetap harus dikuasai ditambah dengan wujud baik, berkontribusi positif terhadap peradaban manusia. Pada akhirnya negeri ini akan berseru, kami menang! (Asnita Frida Sebayang, Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unisba)
Menghasilkan lulusan yang Berakhlakul Karimah dan Kompeten. Website: https://www.unisba.ac.id