Dalam dunia digital, perlu diketahui ada persoalan hak cipta. Ini adalah hak eksklusif pencipta suatu karya atau konten yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk sesuai dengan batasan ketentuan peraturan perundang–undangan. Ketika menghasilkan sesuatu di ranah digital, kita sebenarnya sudah tergolong sebagai pencipta, yaitu seseorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Posting Konten? Hargai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)”. Webinar yang digelar pada Senin, 29 November 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Sigit Widodo (Internet Development Institute), Mikhail Girbachev Dom (Peneliti Institut Humor Indonesia Kini), Rhesa Radyan Pranastiko (Pena Enterprise), Anggun Puspitasari (Kaprodi Hubungan Internasional FISIP UBL), dan Kevin Benedict (Putra Dirgantara Indonesia 2018) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Anggun Puspitasari menyampaikan bahwa ketentuan dalam hak atas kekayaan intelektual yaitu tindakan seseorang dianggap melanggar hak cipta apabila dalam penggunaan tidak mendapatkan izin dari pencipta dan memperoleh keuntungan dari penggunaannya tersebut. Namun, untuk penggunaan yang tidak komersial, dalam artian tidak memberi keuntungan kepada pencipta atau pihak terkait, atau pencipta tidak keberatan atas tindakannya bukanlah merupakan pelanggaran hak cipta.
“Bagaimana jika sumber tidak ditemukan? Sebagai pengguna media digital yang baik dan paham aturan, kita dapat menghubungi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, dalam hal ini terkait hak cipta, dan memohon izin untuk menggunakannya. Dengan begitu kita dapat menghormati karya orang lain, kapanpun dan di manapun,” jelasnya.
Kevin Benedict selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa pada dasarnya sekarang banyak pengguna media digital membagikan karya manusia di ranah digital. Dari situ, kita sebagai konsumen banyak juga mendapatkan informasi yang bagus.
Terkait dengan itu, kita juga harus pintar melihat apa tujuan mereka sebenarnya membuat atai membagikan informasi tersebut. Terkait konten yang dibuat, kita harus ketahui apakah sudah melalui tahapan “amati-tiru-modifikasi” agar tidak bermasalah dengan pembuat konten atau karya aslinya. Apabila 100 persen menjiplak suatu konten atau karya milik kita, barulah menurutnya kita berhak untuk menegurnya.
Salah satu peserta bernama Adi Hermawan menyampaikan, “Saat ini saya sedang belajar menjadi influencer dengan cara sharing mengenai lifestyle. Apa saja pencegahan yang dapat dilakukan terhadap konten yang telah kita ciptakan, baik itu berupa foto maupun video, agar tidak mudah ditiru atau diklaim oleh orang lain? Lalu apa langkah konkret yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan awareness terhadap netizen Indonesia agar tidak meremehkan mengenai HaKI ini?”
Pertanyaan tersebut dijawab Sigit Widodo. “Ketika membuat satu konten otomatis hak cipta terdapat pada sang pembuat konten, jadi jangan khawatir. Kalau takut ada yang menirunya, bisa daftarkan hak cipta supaya aman, tapi sebenarnya bila sudah dipublikasi secara hukum sebenarnya sudah aman. Jika ditemukan ada yang menyontek karyanya, beri saja teguran. Mengenai awareness, bisa ditingkatkan melalui selalu mencantumkan sumber pada setiap konten yang dibuat misalnya memang mengacu pada konten atau karya yang pernah dibuat sebelumnya.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Barat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]