/CERITA.

Oleh: Amelia Callista – Founder Girls To Go

Tiga tahun lalu, saya bersama teman memutuskan untuk membentuk komunitas olahraga untuk perempuan, Girls To Go. Gagasan ini berangkat dari pengamatan saya saat ikut dalam sebuah komunitas lari, bahwa sedikit sekali perempuan yang menjadi anggota. Sebagian orang, terutama perempuan, ada yang merasa “minder” karena di sekelilingnya ada yang memiliki kemampuan lebih saat berlari. Tak heran, kalau laki-laki begitu mendominasi komunitas lari.

Melalui Girls to Go, kami ingin membuat sebuah gerakan atau movement agar para perempuan Indonesia mau dan giat berolahraga. Pasalnya, olahraga tidak susah yang seperti dipikirkan. Olahraga bukanlah kegiatan yang terpaku oleh berapa jarak yang harus ditempuh atau seberapa lama kita mampu menjalani olahraga.

Kegiatan yang dilakoni Girls to Go tidak hanya berlari. Sekarang, olahraga lainnya juga dilakukan secara rutin di komunitas ini. Ada yoga, zumba, triatlon, bersepeda, dan lain-lain. Secara jumlah anggota, kami tidak pernah menghitung secara pasti, tetapi event yang kerap diadakan selalu lumayan banyak yang mengikuti. Jumlahnya bisa mencapai 100 orang.

Setiap bulan, kami dalam komunitas ini kerap menyelenggarakan kegiatan olahraga bersama, paling tidak sebulan sekali. Sesekali, kami sebagai komunitas juga ikut race lari antara 5K atau 10K. Biasanya, kami mempersiapkan diri dulu sebelum ikut event lari.

Dalam mempersiapkan diri, biasanya untuk lari jarak 5K atau 10K biasanya tidak terlalu membutuhkan waktu panjang. Tentu berbeda jika jaraknya sudah semakin jauh, misalnya maraton yang waktu persiapannya bisa mencapai 3-4 bulan.

Pengalaman menarik

Saya sendiri cukup sering mengikuti event lari walaupun belum pernah mencicipi maraton. Jarak paling jauh yang pernah saya ikuti adalah 30K. Namun, pengalaman yang paling berkesan sepanjang ikut event lari adalah saat mengikuti Bali Marathon. Saya merasa tidak sekadar berlari.

Di Bali Marathon, setiap pelari akan merasa seperti disambut di setiap cheering station. Mulai dari sorakan penonton sampai ada yang tarian dan musik khas. Konsep ini membuat saya sebagai peserta menjadi menyenangkan. Sebab, di Bali Marathon, pesertanya ada yang serius untuk berlomba, tetapi ada juga untuk mencari pengalaman dan suasana baru saat berolahraga.

Instagram :
@ameliacallista
@girlstogojkt

/CUTTTING EDGE.

Agar Tidak Mati Ide

 Sebagai seorang Youtuber, Rond Weasley (22) berusaha agar tidak mati ide. Namun, dia tidak menyanggah bahwa kondisi “buntu” kerap menghampiri. Oleh karena itu, pria yang terkenal dengan akun Kuper Hero ini menyiasatinya dengan mengangkat tema yang dekat dengan kehidupan sehari-hari atau yang sedang viral.

“Kalau masih stuck juga, biasanya sih ngumpul sama teman-teman komunitas. Biasanya, mereka mau membantu. Saya juga biasanya jalan-jalan, jadi bisa buat video travelling,” ujar pria kelahiran Kendal ini.

Rond berpesan, bagi yang ingin menjadi seorang Youtuber atau content creator, sebaiknya segera mengeksekusi ide. Sebab, menurut Rond, kalau terlalu dieksekusi, pada akhirnya tidak akan dibuat.

“Cobalah untuk cari komunitas atau teman yang satu visi dan misi. Kalau saya yang berada di bidang video, komunitas saya lebih kepada video creator. Lalu, cobalah untuk belajar dari senior atau banyak melihat referensi di situs web,” pungkasnya. [*/VTO]

Rond Weasley
Youtuber : Kuperhero
Instagram : @rondweasley
Twitter : @RondWeasley

/LITERASI.

Oleh : Putri Dumadi
@doubleputz

Paruh Waktu

Kalau sebagian orang merasakan bahwa olahraga itu sebagai kewajiban agar sehat, saya malah menjadikannya sebagai kebutuhan. Lari, misalnya, sudah menjadi basic cardio sehari-hari sekaligus melepaskan penat. Bahkan, saat puasa, saya tetap rutin berlari agar metabolisme tubuh tetap terjaga.

Saya juga bergabung dengan klub lari di kantor dan mempunyai kegiatan latihan lari rutin setiap minggu. Dari sinilah saya bisa mengikuti event lari sejak 2012. Saya bahkan pernah disponsori untuk ikut event lari.

Dari sekian banyak event lari, maraton jadi yang paling berkesan. Maraton melatih untuk kepercayaan diri dan keyakinan saya untuk mencapai tujuan. Sayangnya, lari kini semakin komersial, bukan lagi mudah dan murah.

Selain lari, saya juga menjalani yoga sejak 2010. Dari sini, saya belajar untuk lebih tenang dan fokus. Yoga jadi alat stress release saya juga.

Sejak mengikuti kelas intensif yoga pada 2014 hingga sekarang, akhirnya pada 2016 kemarin saya berhasil mendapatkan sertifikasi guru yoga dan tergabung dalam Persatuan Instruktur Yoga Indonesia (PIYI). Selain bekerja, saya mengajar yoga selepas jam kerja atau di akhir pekan.

Olahraga yoga juga sering saya lakukan saat traveling. Karena merasa punya jiwa petualang yang cukup kuat, saya suka mengeksplorasi suatu tempat dan mengetahui bagaimana kelas yoga di daerah-daerah ataupun negara yang dikunjungi. Hal itu menambah ilmu dan referensi serta membuat saya merasa harus lebih banyak belajar. [*]

Foto-foto : dokumen Putri Dumadi

/KOLEKTIF.

Kedai Kopi Berlanggam Otomotif

Ngobrol-ngobrol sambil menyesap eksotisme kota budaya Yogyakarta memang belum terasa lengkap jika tanpa menyeruput kopi. Aroma dan asap yang mengepul dari secangkir kopi panas selalu berhasil membuat kita betah berbagi cerita ini-itu bersama kawan dan kolega.

Itulah sebabnya, hampir di setiap sudut kota Yogya hadir kedai kopi atau kafe yang menawarkan berandanya untuk menikmati manis-pahitnya segelas kopi. Di ruas Jalan Affandi CT X/04 (Gejayan)—selatan jembatan merah, sebelah kedai steik—ada tempat minum kopi yang patut disinggahi. Namanya, Kopi Ceret Premium.

Langgam kafe ini terbilang unik. Di samping pintu masuk, diparkir sebuah mobil Toyota Land Cruiser FQ15 tahun 1964. Truk lawas yang masih bisa dioperasikan ini selalu menjebak perhatian setiap pasang mata yang menatapnya. Bagian dalam kafe tak kalah apik, di sana ada sejumlah koleksi otomotif zaman baheula, antara lain Vespa Piagio 1964, Honda Motocompo 1978, Suzuki Van Van 1973, Yamaha Chappy 50 cc 2T 1980, dan di lantai bawah yang menjorok ke sungai dipajang Yamaha MFT 1960.

“Kendaraan ini, semuanya koleksi ayah saya. Ayah memang senang dengan dunia otomotif,” kata Indira Putri Romadhona, pemilik Kopi Ceret Premium, Selasa (10/10).

Selain tempatnya yang nyaman, harga dan porsi makanan dan minuman di kafe ini juga terjangkau. Cocok untuk anak muda. Untuk minuman kopi, kita bisa memesan Kopi Ceret spesial (termasuk varian susu dan float) berkisar Rp 8-14 ribu. Untuk penggemar jenis-jenis kopi tertentu, bisa menjajal Gayo, Toraja, Manggarai, atau Bali Kintamani yang hanya Rp 12–13.500. Tersedia juga varian latte, seperti vanila, moka, karamel, dan hazelnut yang harganya berkisar Rp 17–20 ribu.

Bila ingin makan besar, kita bisa mencicipi spaghetti saus daging yang porsinya cukup mengenyangkan. Atau, jajal daging goreng berbalut tepung roti (wiener schnitzel) dan steik tenderloin. Kalau hanya ingin ngemil, bisa mencoba beberapa varian roti panggang, kentang goreng, atau sayap ayam berlumur saus yang lezat.

Jadi, kapan pun mampir di Yogya, jangan lupa datang ke kafe ini. Siapa tahu, sembari menghirup harum aroma kopi, ada beragam ide segar yang lahir untuk menunjang karier masa depan. [TYS]

Foto-foto : dokumen kopi ceret premium

/ULAS.

Road to Bank Jateng Borobudur Marathon 2017

Penyelenggaraan lomba lari Bank Jateng Borobudur Marathon 2017 (BJBM 2017) akan segera dilaksanakan satu bulan lagi. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah selaku penyelenggara yang berkolaborasi dengan Bank Jateng dan Harian Kompas mengundang 35 sekolah di Kota dan Kabupaten Magelang untuk ikut berpartisipasi dalam pelatihan lari bagi siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama dan Atas.

Pelatihan yang berlangsung selama 3 kali, sejak 8 Oktober 2017 ini ditujukan untuk mempersiapkan dan menyeleksi siswa-siswi mengikuti lomba lari BJBM 2017. Para pelajar ini berlatih di Lapangan Olah Raga Drh Soepardi, Magelang dengan dibimbing oleh komunitas lari Magelang Runners dan PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia). [DBU]

Foto-foto : dokumen Magelang Runners

Artikel ini terbit di Harian Kompas 11 Oktober 2017