Pada masa pandemi ini, banyak berita palsu dan hoaks mengenai hal Covid-19, seperti menerima jumlah bantuan sosial yang tidak benar, efek negatif berlebihan dari vaksin, anjuran-anjuran untuk obat yang ampuh, dan lain sebagainya. Banyak orang lebih mudah membagikan berita atau informasi dengan judul yang bombastis dan sensasional tanpa membaca informasinya secara menyeluruh terlebih dahulu.
Hal itu menunjukkan kurangnya literasi digital di masyarakat Indonesia, karena masih mempercayai informasi yang belum jelas sumbernya, bahkan juga yang bersifat negatif. Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Lawan Berita Negatif di Media Sosial”. Webinar yang digelar pada Selasa (13/7/2021) pukul 13:00-15:30 diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Septyanto Galan Prakoso, S.I.P., M.Sc. (Dosen Hubungan Internasional UNS & IAPA), Krisna Murti S.I.Kom., M.A. (Tenaga Pengajar FISIP Universitas Sriwijaya & IAPA), Dr. Leviane J. H. Lotulung S.Sos., M.I.Kom. (Dosen Fisipol Universitas Sam Ratulangi & Japelidi), Ilham Faris (Kaizen Room), dan Ajun Perwira (Aktor Film & Sinetron) selaku narasumber.
Hoaks
Dalam pemaparannya, Dr. Leviane J. H. Lotulung S.Sos., M.I.Kom. menyampaikan, “Berita negatif adalah sekumpulan informasi bernilai fakta tetapi memiliki kemungkinan untuk membawa dampak yang kurang baik bagi masyarakat. Hoaks juga kini tersebar dengan mudah karena kini penyebaran informasi melalui media sosial dapat dibantu dengan media tradisional yang berkonversi ke ruang digital. Untuk memerangi itu, kita semudah menerapkan nilai-nilai Pancasila karena Pancasila dapat dikaitkan dengan berbudaya digital.”
Leviane mencontohkan, “Sila kedua dapat dikaitkan dengan membela kebenaran dan keadilan yang berdasarkan fakta dan akal sehat. Lalu sila ketiga dikaitkan dengan menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Pada sila keempat, kita dianjurkan untuk tidak memaksakan kehendak kepada orang lain dengan kita terus menghalau kabar dan konten-konten negatif mulai dari diri sendiri, dimulai dengan setidaknya menasihatkan orang-orang terdekat untuk tidak asal membagikan informasi.”
Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Harun menyampaikan bahwa “Beberapa waktu lalu muncul isu bahwa sebuah merk susu bermerk mampu meningkatkan imun lebih baik dibanding dengan susu bermerk lain sehingga membantu mempercepat pemulihan penyakit Covid-19, dan hal ini membuat panic buying di supermarket hingga harganya melambung tinggi. Berita itu diluruskan oleh pernyataan dokter yang bilang bahwa tidak ada penelitian yang bilang bahwa susu tersebut dapat membantu memulihkan Covid-19 lebih cepat. Pertanyaan saya, etika seperti apa yang harus ia lakukan agar tidak terjebak dalam hal yang serupa?”
Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Krisna Murti S.I.Kom., M.A. “Kita harus sebarkan pentingnya belajar dan mencari informasi tanpa harus menjadi korban terlebih dahulu. Jangan menjadi orang yang berlomba-lomba untuk paling pertama untuk membagikan. Proteksi diri sendiri dengan self-censorship. Pendeknya, ikuti program Webinar Literasi Digital dan sebarkan manfaatnya,” ujarnya.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Utara. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.