Kecakapan digital yang dimiliki oleh tiap orang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan apapun, baik untuk positif maupun negatif. Sama halnya di ruang nyata, terdapat hal-hal negatif yang harus dihindari dan diantisipasi. Banyak pengguna yang memiliki kemampuan digital lebih dari orang biasa yang dipergunakan untuk memanfaatkan orang lain secara negatif. Jika sudah bertanggung jawab dalam memanfaatkan ruang digital, maka pengguna tidak akan menyalahgunakan internet untuk niat jahat. Dalam mengantisipasi diri sebagai pengguna ruang digital, kita harus membentuk kesadaran akan ancaman yang dapat terjadi kepada diri kita. Dibutuhkan kecakapan digital, memiliki nalar untuk selalu berpikir ulang, mengkritisi, melakukan cek dan ricek atas segala informasi yang diterima dalam mengidentifikasi kemungkinan aksi penipuan atau tidak.
Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Keamanan Berinternet: Mencegah Penipuan di Ranah Daring”. Webinar yang digelar pada Selasa, 19 Oktober 2021, pukul 09:00-11:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Amni Zarkasyi Rahman, SAP, MSi (Dosen Pengajar Universitas Diponegoro), Dr Bambang Pujiyono, MM, MSi (Dosen Fisip Universitas Budi Luhur Jakarta), Dr Lina Miftahul Jannah, MSi (Dosen Universitas Indonesia & Pengurus DPP IAPA), Yuli Setiyowati (Kaizen Room), dan Cinthia Karani (Miss Earth Indonesia 2019) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Dr Bambang Pujiyono, MM, MSi menyampaikan informasi penting bahwa, “Penipuan sebagai aksi yang secara sengaja menimbulkan kerugian ke orang lain, dengan berbagai cara dan metode, untuk mengeksploitasi seseorang untuk pemenuhan kepentingan diri sendiri atau kelompok lainnya. Kepentingan tersebut menyangkut berbagai hal, seperti data atau informasi perangkat, pemakaian fasilitas perangkat tanpa wewenang, untuk kepentingan yang tidak sesuai tujuan pengelolaan atau operasinya, tindakan merusak perangkat atau jaringan yang terkait, dan lain sebagainya. Ketika menggunakan ruang digital terdapat tanggung jawab untuk melakukannya selaras dengan etika dan netiket yang berlaku sebagai batasan yang berlaku, termasuk adanya batasan hukum. Etika dan netiket yang berlaku pada dasarnya sama dengan perilaku di dunia nyata, dengan pentingnya menghargai dan menghormati orang lain. Sekat-sekat yang hilang dan memungkinkan untuk berkomunikasi dengan instan membuat ruang digital semakin terbuka oleh siapapun. Netiket diperlukan untuk dapat jujur dengan jati diri untuk tidak menggunakan identitas anonim, dan adanya rekam jejak digital akan menjadi portofolio kita sepanjang zaman bagi diri kita karena tidak dapat dihapus atau sulit untuk ditutup-tutupi. Pengaplikasian etika terdapat prinsip-prinsip yang berlaku, seperti mementingkan nilai keindahan, kebaikan, kebebasan, kesetaraan, keadilan, kebenaran. Jaga diri dengan baik, untuk tidak memberikan celah bagi orang lain untuk memanfaatkan data-data dan informasi pribadi diri. Pengguna ruang digital tidak akan selamanya baik, sehingga kita harus dapat mengantisipasi atas segala kemungkinan buruk yang dapat terjadi seperti penipuan digital.”
Cinthia Karani selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa kemajuan teknologi digital saat ini bagaikan dua belah mata pisau, dengan semakin banyak orang yang menggunakan ruang digital semakin banyak pihak yang berusaha untuk menguntungkan diri mereka sendiri di atas kerugian orang lain, yaitu melalui penipuan digital. Teknologi semakin hari semakin pintar sehingga diperlukan pembelajaran terus menerus atas kemajuan tersebut. Pengguna juga harus terus teredukasi atas segala ancaman terbaru yang mengintai dan terus berubah-ubah. Dengan literasi digital kita akan teredukasi untuk dapat sadar untuk mengidentifikasi aksi penipuan dan bagaimana bisa mengantisipasi hal-hal tersebut melalui cara-cara serta memanfaatkan aplikasi atau situs yang tersedia. Ia sendiri tentunya sudah mengaktifkan 2FA di akun Twitter dan Instagramnya sebagai cara proteksi diri dari segala kemungkinan terburuk. Amankan juga dompet digital dengan memasang PIN serta OTP. Tidak hanya teknologi yang semakin pintar, pengguna pun harus ikut mau belajar dan beradaptasi untuk mempelajari kemajuan teknologi saat ini, karena pelaku kejahatan pun akan semakin pintar juga dalam mencari modus terbaru untuk menjebak para calon korban.
Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Monica Sugiarti menyampaikan pertanyaan “Bagaimanakah kita bisa meyakinkan calon customer bila kita adalah penjual yang amanah, karena saat ini sangat mudah membuat resi dan bukti transfer yang palsu sehingga cukup sulit bersaing di dunia online karena banyaknya toko online bodong?”
Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Dr Bambang Pujiyono, MM, MSi, bahwa ketika menjalin transaksi orang lain kita tidak langsung percaya. Untuk membangun kepercayaan dalam mengambil keputusan dibutuhkan proses melalui komunikasi. Tercermin dari banyak kasus dan contoh, kita jangan mengulangi hal-hal negatif tersebut. Jadilah sebagai orang yang kritis, jangan asal percaya dan langsung memberikan identitas pribadi. Terutama ruang digital yang sifatnya global, dengan kita dapat berinteraksi dengan berbagai macam orang yang memiliki latar belakang budaya yang saling berbeda.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.