Pada era digital, dengan semakin berkembangnya teknologi, kecanduan gadget memang merupakan hal yang umum terjadi khususnya untuk para pelajar. Terdapat sejumlah kasus anak dirawat di RSJ di Jawa Barat, Solo, Bekasi, Semarang, dan Bogor karena mengalami gangguan jiwa akibat penggunaan gawai yang berlebihan, dengan rata-rata umur pasien di kisaran 11-16 tahun.
Fenomena yang dialami anak-anak tersebut bisa dikatakan sudah mengidap nomophobia, yaitu bentuk ketakutan seseorang apabila sedetik saja dalam hidupnya tidak memegang smartphone. Selain itu, perlu diketahui juga, kecanduan game atau disorder game sudah diklasifikasikan sebagai penyakit gangguan mental oleh World Health Organization.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Kecanduan Digital: NO! Kreatif dan Produktif: YES!” Webinar yang digelar pada Rabu (28/7/2021) pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Sultan Takdir Ali Sabana, M. Sos. (STAIINDO), Dr. Dwiyanto Indiahono (Dosen Kebijakan Publik Universitas Jenderal Soedirman), Dr. Leviane J. H. Lotulung S.Sos., M.I.Kom. (Dosen Fisipol Universitas Sam Ratulangi & Japelidi), Bondan Wicaksono (Akademisi dan Penggiat Masyarakat Digital), dan Komo Ricky (Aktor & Presenter TV) selaku narasumber.
Kecanduan
Dalam pemaparannya, Sultan Takdir Ali Sabana, M. Sos. menyampaikan, “Dengan mudahnya akses terhadap internet, anak juga dapat kecanduan pornografi. Ciri-ciri yang bisa dikenali adalah bila ditegur mudah marah, memiliki sifat-sifat seperti impulsif, dan suka berbohong, sulit konsentrasi, suka menyalahkan orang dan menutup diri, prestasi akademik menurun, bahkan hingga hilangnya empati.”
Hal yang bisa dilakukan dalam upaya mencegah kecanduan dan mengurangi penggunaan gawai adalah dapat melakukan detox digital dengan menonaktifkan media sosial selama beberapa menit, pergi liburan tanpa membawa gawai, menikmati keindahan alam sekitar, dan fokus pada orang lain.
“Khususnya pada masa pandemi yang serba digital, pengguna media digital rata-rata membuka ponselnya 85 kali atau sekitar 5 jam hingga lebih. Hal tersebut membuat kita memiliki daya konsentrasi lebih rendah daripada ikan mas, dan mengalami dampak kesehatan seperti insomnia, stroke, hingga kematian,” papar Sultan Takdir Ali Sabana.
Komo Ricky selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan, walaupun ia belum pernah mengalami kecanduan internet yang parah karena ada tanggung jawab pekerjaan, namun pernah mengalami sedikit kecanduan dalam mobile gaming hingga harus berhenti di sisi jalan saat mengendarai mobil. Kecanduan tersebut harus bisa dibedakan dengan orang yang mencari pemasukan dengan memanfaatkan dunia digital dan menghabiskan waktu dengan serius menjadi profesional sehingga menjadi hal yang positif.
“Hal yang bisa kita lakukan untuk menhindari kecanduan yang sifatnya negatif adalah dengan membatasi durasi penggunaan aplikasi sosial media atau gaming di ponsel kita, juga mengikuti situs sumber berita yang tepercaya supaya selalu terinformasi,” paparnya.
Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Diah Renata Anggraeni menyampaikan, “Sebagai seorang pengajar, dan di era digital seperti ini, sering sekali melihat para generasi muda eksis dan posting di berbagai media sosial, tetapi dengan gerakan, body language atau perkataan yang kadang tidak etis. Mereka bahkan kadang berlaku kurang pantas, melakukan bullying terhadap rekan-rekannya, atau berkomentar tidak pada tempatnya. Pola pengajaran tambahan apa yang sebaiknya diberikan kepada para siswa untuk mengantisipasi hal yang tidak baik seperti ini dan berhati-hati untuk berkomentar di media sosial?”
Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Dr. Dwiyanto Indiahono. “Kegiatan di webinar ini merupakan salah satu bagian untuk upaya membantu para kolega guru untuk membentuk anak-anak didiknya menjadi lebih baik. Kita harus perbesar hal-hal yang positif di media sosial, sehingga semakin banyak yang ikut ‘ter-install’ akan nilai-nilai positif tersebut. Lalu, orang tua, guru, dan rekan bermain harus ikut memberikan contoh yang baik dalam memposting konten-konten yang positif. Media sosial yang sifatnya netral harus kita bantu tanamkan nilai-nilai positif.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.