Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Tantangan dan Peluang Pembelajaran Jarak Jauh di Saat Pandemi Covid-19”. Webinar yang digelar pada Senin (26/7) di Kabupaten Serang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Ahmad Wahyu Sudrajad – Peneliti dan Dosen UNU Yogyakarta, Tutik Rachmawato, PhD – Director of Centre for Public Policy & Management Studies Parahyangan Catholic University, Dr Nyoman Diah Utari Dewi, APar,MAP – Dosen MAP Universitas Ngurah Rai, dan Dr Ahmad Ibrahim Badry – Dosen SKSG Universitas Indonesia.
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Ahmad Wahyu membuka webinar dengan mengatakan, bahwa pemberian akses internet saja kepada siswa tidak selalu memberikan hasil yang baik.
Sebab, diperlukan juga integrasi teknologi yang tepat untuk memungkinkan siswa terlibat secara aktif dengan ide-ide sehingga mereka benar-benar memiliki pengalaman belajar yang berkualitas.
“Ini adalah tantangan nyata yang harus dihadapi guru dalam pendidikan karakter. Tantangan pendidikan karakter di era digital adalah keseimbangan, keselamatan dan keamanan, perundungan siber, sexting, serta hak cipta dan plagiarisme,” tuturnya.
Selain itu, secara bersama-sama, orang tua, guru, dan pengurus sebagai pemangku kepentingan, harus mendorong siswa mewujudkan nilai-nilai yang baik dalam kehidupan mereka.
“Pembelajaran karakter secara digital lebih dari sekadar tren. Tantangannya adalah bagaimana memberi kesempatan belajar berkualitas tinggi kepada semua siswa untuk meningkatkan cara siswa belajar dan apa yang mereka pelajari tanpa dipengaruhi oleh latar belakang, geografi, atau kondisi ekonomi mereka,” sambungnya.
Tutik Rachmawato menambahkan, awal perubahan pembelajaran jarak jauh di mulai pada saat pergantian Menteri yang baru, dengan harapan dapat menghasilkan yang lebih baik daripada periode sebelumnya.
“Harapannya di masa pandemi karena terpaksa untuk pembelajaran jarak jauh mungkin akan ada tantangannya untuk sementara. Di sisi lain kita harus mulai siap sedia kesempatan apa yang akan muncul dari krisis ini,” tuturnya.
Menurut data, orang tua yang melek teknologi yang paham menjalankan gawai mencapai 8%, orang tua yang merasa pembelajaran jarak jauh mahal mencapai 67 persen, dan orang tua dalam ekonomi lemah merasa pembelajaran jarak jauh sangat mahal mencapai 80 persen.
“Digital divide adalah kesenjangan antara orang-orang yang bisa dan punya akses terhadap internet dengan mereka yang tidak punya dan tidak bisa mengakses. Tantangan pembelajaran jarak jauh di Indonesia adalah pada sisi infrastrukturnya,” ungkapnya.
Dr Nyoman Diah turut menjelaskan bahwa tantangan pembelajaran jarak jauh (PJJ) saat pandemi Covid-19 adalah sulit konsentrasi karena beban tugas terlalu tinggi, kesulitan memahami pelajaran, susah memotivasi anak, akses internet terbatas, kesulitan mengelola PJJ sebab cenderung focus pada penuntasan dan culture shock.
“Dampak PJJ pada anak bisa menimbulkan stress, jenuh, cemas, depresi bahkan terjadi pernikahan dini,” tuturnya. Adapun peluang PJJ adalah efisiensi waktu, memiliki time managemen yang baik, memiliki waktu dan kesempatan mengerjakan tugas lainnya.
Selain itu, suasana belajar menjadi lebih rileks dan belajar dapat dilakukan dimana saja tanpa terpaku dengan ruang kelas. “Kebijakan pendidikan berkaitan erat dengan upaya menciptakan generasi penerus bangsa, merekalah nantinya yang akan menggantikan generasi saat ini untuk mengisi dan membangun bangsa,” jelasnya.
Sebagai pembicara terakhir, Dr Ahmad Ibrahim Badry memaparkan, karakteristik pembelajaran daring yakni proses pembelajaran dilakukan di kelas virtual, materi pendidikan tersedia di Internet dan termasuk teks, gambar, presentasi audio dan video.
“Lalu kelas virtual dikoordinasikan oleh seorang instruktur yang merencanakan kegiatan peserta kelompok kerja, pembelajaran menjadi proses sosial, komunitas belajar diciptakan melalui interaksi dan kolaborasi antara instruktur dan peserta kelompok kerja,” tuturnya.
Tips mengatasi celah keamanan sistem pembelajaran daring yakni menggunakan sistem pembelajaran daring yang berbeda-beda. Lalu materi pembelajaran daring disebar dalam platform penyimpanan data secara cloud atau platform sejenis lainnya.
Dalam sesi KOL, Ranny Rach mengatakan, bahwa semua kegiatannya saat ini bisa dilakukan dari rumah karena sudah serba digital. Menurutnya, teknologi itu memang diciptakan sebagai alat untuk memudahkan manusia serta menunjang aktivitas sehari-hari.
“Kita menggunakan teknologi untuk hal-hal yang produktif. Kita bisa ambil hal positif dari pembelajaran jarak jauh para peserta didik bisa mempermudah akses terhadap informasi, karena semua sudah ada di internet. Pembelajaran saat ini harus dilakukan secara dua arah agar proses belajar menjadi lebih menarik,” katanya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Alberta mengatakan, dunia digital sangat cepat dalam perkembangannya, situasi kondisi ini membuat masyarakat harus cepat beradaptasi.
Lantas, bagaimana cara meningkatkan awarness untuk masyarakat yang masih gagap digital?. Menjawab hal tersebut, Nyoman Diah mengatakan jika dari sisi pemerintah, untuk meningkatkan awareness adalah dengan memperbanyak memberikan edukasi melalui webinar tentang literasi digital.
“Webinar itu tidak hanya focus kepada anak-anak namun juga orang tua, bagi keluarga yang melek teknologi bisa membantu lingkungan yang lain agar semakin meluas dan semua saling berkontribusi,” jawabnya.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.
Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Tantangan dan Peluang Pembelajaran Jarak Jauh di Saat Pandemi Covid-19”. Webinar yang digelar pada Senin (26/7) di Kabupaten Serang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Ahmad Wahyu Sudrajad – Peneliti dan Dosen UNU Yogyakarta, Tutik Rachmawato, PhD – Director of Centre for Public Policy & Management Studies Parahyangan Catholic University, Dr Nyoman Diah Utari Dewi, APar,MAP – Dosen MAP Universitas Ngurah Rai, dan Dr Ahmad Ibrahim Badry – Dosen SKSG Universitas Indonesia.
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Ahmad Wahyu membuka webinar dengan mengatakan, bahwa pemberian akses internet saja kepada siswa tidak selalu memberikan hasil yang baik.
Sebab, diperlukan juga integrasi teknologi yang tepat untuk memungkinkan siswa terlibat secara aktif dengan ide-ide sehingga mereka benar-benar memiliki pengalaman belajar yang berkualitas.
“Ini adalah tantangan nyata yang harus dihadapi guru dalam pendidikan karakter. Tantangan pendidikan karakter di era digital adalah keseimbangan, keselamatan dan keamanan, perundungan siber, sexting, serta hak cipta dan plagiarisme,” tuturnya.
Selain itu, secara bersama-sama, orang tua, guru, dan pengurus sebagai pemangku kepentingan, harus mendorong siswa mewujudkan nilai-nilai yang baik dalam kehidupan mereka.
“Pembelajaran karakter secara digital lebih dari sekadar tren. Tantangannya adalah bagaimana memberi kesempatan belajar berkualitas tinggi kepada semua siswa untuk meningkatkan cara siswa belajar dan apa yang mereka pelajari tanpa dipengaruhi oleh latar belakang, geografi, atau kondisi ekonomi mereka,” sambungnya.
Tutik Rachmawato menambahkan, awal perubahan pembelajaran jarak jauh di mulai pada saat pergantian Menteri yang baru, dengan harapan dapat menghasilkan yang lebih baik daripada periode sebelumnya.
“Harapannya di masa pandemi karena terpaksa untuk pembelajaran jarak jauh mungkin akan ada tantangannya untuk sementara. Di sisi lain kita harus mulai siap sedia kesempatan apa yang akan muncul dari krisis ini,” tuturnya.
Menurut data, orang tua yang melek teknologi yang paham menjalankan gawai mencapai 8%, orang tua yang merasa pembelajaran jarak jauh mahal mencapai 67 persen, dan orang tua dalam ekonomi lemah merasa pembelajaran jarak jauh sangat mahal mencapai 80 persen.
“Digital divide adalah kesenjangan antara orang-orang yang bisa dan punya akses terhadap internet dengan mereka yang tidak punya dan tidak bisa mengakses. Tantangan pembelajaran jarak jauh di Indonesia adalah pada sisi infrastrukturnya,” ungkapnya.
Dr Nyoman Diah turut menjelaskan bahwa tantangan pembelajaran jarak jauh (PJJ) saat pandemi Covid-19 adalah sulit konsentrasi karena beban tugas terlalu tinggi, kesulitan memahami pelajaran, susah memotivasi anak, akses internet terbatas, kesulitan mengelola PJJ sebab cenderung focus pada penuntasan dan culture shock.
“Dampak PJJ pada anak bisa menimbulkan stress, jenuh, cemas, depresi bahkan terjadi pernikahan dini,” tuturnya. Adapun peluang PJJ adalah efisiensi waktu, memiliki time managemen yang baik, memiliki waktu dan kesempatan mengerjakan tugas lainnya.
Selain itu, suasana belajar menjadi lebih rileks dan belajar dapat dilakukan dimana saja tanpa terpaku dengan ruang kelas. “Kebijakan pendidikan berkaitan erat dengan upaya menciptakan generasi penerus bangsa, merekalah nantinya yang akan menggantikan generasi saat ini untuk mengisi dan membangun bangsa,” jelasnya.
Sebagai pembicara terakhir, Dr Ahmad Ibrahim Badry memaparkan, karakteristik pembelajaran daring yakni proses pembelajaran dilakukan di kelas virtual, materi pendidikan tersedia di Internet dan termasuk teks, gambar, presentasi audio dan video.
“Lalu kelas virtual dikoordinasikan oleh seorang instruktur yang merencanakan kegiatan peserta kelompok kerja, pembelajaran menjadi proses sosial, komunitas belajar diciptakan melalui interaksi dan kolaborasi antara instruktur dan peserta kelompok kerja,” tuturnya.
Tips mengatasi celah keamanan sistem pembelajaran daring yakni menggunakan sistem pembelajaran daring yang berbeda-beda. Lalu materi pembelajaran daring disebar dalam platform penyimpanan data secara cloud atau platform sejenis lainnya.
Dalam sesi KOL, Ranny Rach mengatakan, bahwa semua kegiatannya saat ini bisa dilakukan dari rumah karena sudah serba digital. Menurutnya, teknologi itu memang diciptakan sebagai alat untuk memudahkan manusia serta menunjang aktivitas sehari-hari.
“Kita menggunakan teknologi untuk hal-hal yang produktif. Kita bisa ambil hal positif dari pembelajaran jarak jauh para peserta didik bisa mempermudah akses terhadap informasi, karena semua sudah ada di internet. Pembelajaran saat ini harus dilakukan secara dua arah agar proses belajar menjadi lebih menarik,” katanya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Alberta mengatakan, dunia digital sangat cepat dalam perkembangannya, situasi kondisi ini membuat masyarakat harus cepat beradaptasi.
Lantas, bagaimana cara meningkatkan awarness untuk masyarakat yang masih gagap digital?. Menjawab hal tersebut, Nyoman Diah mengatakan jika dari sisi pemerintah, untuk meningkatkan awareness adalah dengan memperbanyak memberikan edukasi melalui webinar tentang literasi digital.
“Webinar itu tidak hanya focus kepada anak-anak namun juga orang tua, bagi keluarga yang melek teknologi bisa membantu lingkungan yang lain agar semakin meluas dan semua saling berkontribusi,” jawabnya.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.