Bermula dari teknologi iPod pada awal 2000-an, kini siniar atau podcast menjadi salah satu media alternatif untuk mendistribusikan informasi dalam format audio. Hal ini mendorong para pengguna media digital yang lebih terbatas untuk mencari dan menciptakan ruang distribusi informasi, selain dalam bentuk tulisan dan video. Kini para pelaku podcast mampu menggunakan berbagai platform yang menyediakan fitur unggah gratis, dengan alat yang lebih murah, dan bahkan dapat bermodalkan smartphone saja.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Cuap-Cuap Jadi Cuan! Trend Podcast Masa Kini”. Webinar yang digelar pada Senin, 19 Juli 2021, ini diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Pradipta Nugrahanto (Co-Founder Paberik Soeara Rakjat dan podcast producer), Aidil Wicaksono (Kaizen Room), Panji Gentura (Project Manager PT Westmoore Tech Indonesia), Septa Dinata AS MSi (Peneliti Paramadina Public Policy Institute), dan Suci Patia (penulis) selaku narasumber.

Pradipta Nugrahanto mengatakan, pergeseran pola tren konsumsi konten dari media konvensional ke digital muncul dalam bentuk situs untuk blog dan news portal, aplikasi news aggregator seperti BaBe, hingga media baru seperti Youtube dan Netflix. Hal ini membuat para konsumen cenderung tidak lagi membaca, tetapi skimming konten secara cepat dalam jumlah yang banyak.

Pada 2018 terjadi gelombang populer podcast pertama, dengan kesempatan monetisasi podcast. Salah satu platform yang merevolusi podcast adalah Anchor yang menjadi medium distribusi pertama untuk podcast ke banyak platform lain secara gratis.

Masih menurut Pradipta, kini Anchor telah diakusisi sebagai bagian dari Spotify. Kekuatan konten audio juga mulai masuk dan didukung platform media sosial dengan munculnya Clubhouse pada awal 2020, yang diikuti Twitter dengan Spaces dan Facebok dengan Live Audio Rooms. Valuasi pasar siniar global terhitung sudah mencapai 9,28 miliar dollar AS. Ini menunjukkan sangat mungkin untuk mencari nafkah hidup melalui bidang ini.

“Jika ingin investasi dalam dunia siniar, salah satu hal yang bisa lakukan adalah mendapatkan alat audio. Menurut BBC, konten siniar dunia sebesar 22 persen berhasil ‘meracuni’ pendengar, lebih efektif dibandingkan TV dan iklan digital dalam menyampaikan iklan atau sponsor. Para brand memilih siniar sebagai media beriklan sebagai pengganti bacaan, mudah melekat, serta bersifat on-demand,” lanjut Pradipta.

Salah satu peserta bernama Daroyah menyampaikan, apakah konten spill the tea baik itu di Instagram maupun Twitter tepat dilakukan? Ia berpendapat, konten spill the tea saat ini sangat membantu korban dalam menyampaikan kasus yang dialami.

“Salah satunya pelecehan seksual, sehingga ia memiliki dua sisi yang berbeda. Positifnya, ia membantu korban menceritakan kasus yang dialami, tapi di lain sisi menjadi jejak digital bagi mereka yang membuatnya. Jadi, sebenarnya apakah tepat untuk melakukan spill the tea di sosial media?” lanjut Daroyah.

Aidil Wicaksono menimpali, memang topik ini sedang populer di berbagai media dan platform sosial. Bagi yang membuat konten-konten tersebut, harus melihat sisi sebab dan akibatnya, karena seperti yang sudah dipaparkan, perlu adanya kesadaran, integritas, dan tanggung jawab atas pembuatan konten sehingga ada etikanya.

“Misalnya hal yang dapat dilakukan adalah meminta izin dari para sumber untuk menampilkan jejak digital mereka seperti percakapan atau foto ataupun video. Sah-sah saja dalam melaporkan, tapi harus diverifikasi kebenaran konten tersebut,” jawab Aidil.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]