Sikap keterbukaan yang diolah secara bijaksana (beradaptasi) demi kemajuan diri menjadi salah satu kunci keberhasilan seseorang. Begitu juga dengan keberadaan sebuah brand. Gempuran teknologi digital yang makin meluas membuat banyak hal yang diolah secara konvensional mulai tergerus. Inilah era industri 4.0. Jika sebuah brand tidak dapat terbuka menerima hal itu dan beradaptasi dengan baik, lambat laun dapat hancur atau bahkan hanya dalam sekejap dapat “hilang”.

Plaza Indonesia sebagai salah satu brand berbentuk pusat perbelanjaan ternama dan legendaris di Indonesia menyadari betul pentingnya keterbukaan dan kemampuan beradaptasi dalam menghadapi era industri 4.0. Oleh karena itu, pusat perbelanjaan yang mengedepankan konsep one stop shopping destination ini terus meningkatkan layanan dan menghadirkan pengalaman terbaik bagi konsumen.

Baca juga: Program Spesial Meriahkan Natal di Plaza Indonesia

Plaza Indonesia pun semakin sadar untuk tidak hanya fokus pada pengembangan bisnis, tetapi juga bagaimana memberikan manfaat positif kepada komunitas dan individu melalui berbagai program inspiratif nan edukatif. Sehubungan dengan hal itu dan khususnya dalam rangka anniversary yang ke-29, Plaza Indonesia mengusung tema “Soaring to Greater Heights”. Tema ini diangkat sebagai ungkapan suka cita Plaza Indonesia atas perjalanan selama 29 tahun dan menjadi bagian setiap momen bahagia customer maupun pengunjung.

Rama Dauhan (Fashion Designer)

“Memasuki usia 29 tahun, banyak hal yang sudah kami alami dan lakukan, tapi tentunya tak berhenti sampai di sini. Komitmen Plaza Indonesia sebagai pusat ritel adalah dapat berkontribusi terhadap kemajuan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, kami ingin makin memperluas kolaborasi baik lintas industri maupun lintas generasi untuk berbagai sektor, seperti mode, kriya, fotografi, film, kuliner, musik, seni budaya, dan industri kreatif lain. Tujuannya adalah maju bersama dan menciptakan inovasi karena kami menilai bahwa kreativitas merupakan sektor ekonomi terbaru saat ini,” terang General Manager Marketing Plaza Indonesia Zamri Mamat.

Salah satu bentuk suka cita dalam merayakan anniversary ke-29, Plaza Indonesia kembali mengadakan Plaza Indonesia Fashion Week (PIFW) 2019. PIFW tahun ini merupakan penyelenggaraan yang ke-12 kalinya. Hal ini sebagai wujud dukungan serta komitmen Plaza Indonesia dalam berkontribusi memajukan industri kreatif Indonesia di bidang mode dan fashion ritel.

Plaza Indonesia Fashion Week 2019 menghadirkan koleksi-koleksi terbaru brand-brand yang ada di Plaza Indonesia termasuk di antaranya Aigner, Alleira Batik X Michael Ong, BCBGMAXAZRIA, Lumine Jakarta, Harlan + Holden, Parang Kencana, Ciel, Jollie, Ease, Sebastian Red, Marks & Spencer, Love & Flair.

Baca juga: Bertualang Kuliner, Berpesta Rasa di Plaza Indonesia

Kembalinya PIFW

PIFW 2019 akan terselenggara selama 5 hari dari 18-22 Maret 2019 di The Warehouse Level 5. Menariknya, di PIFW hari ke-4 dan 5 akan mempersembahkan curated show bertema “The Future is Female” yang diikuti Rama Dauhan, Auguste Soesastro, Sean & Sheila, Major Minor, Toton, dan Tangan Official.

Intuisi

Rama Dauhan, desainer yang memiliki rancangan dengan ciri khas bervolume ini, akan mempersembahkan tema “Intuisi” dalam mempertegas “The Future is Female”. Intuisi menjadi kata yang dipilih Rama dalam mengejewantahkan kemampuan perempuan untuk tetap berkarya dan mengejar passion, di tengah keharusannya melakukan berbagai macam peran.

Rama menyampaikan bahwa tema “Intuisi” diwujudkan dalam bentuk 27–30 koleksi yang dipenuhi dengan warna putih, krem, dan pink pastel dengan tetap memperlihatkan volume-volume dan padu padan creative fabric yang unik. Dirinya ingin intuisi itu ditangkap secara sederhana, tetapi juga anggun dan fleksibel.

“Freedom and effortless”

Berlanjut ke Auguste Soesastro. Sebagai seorang desainer, Auguste yang terkenal dengan desain pakaian yang tak neko-neko akan siluet, lebih ke arah loose, dan bebas bergerak, pada PIFW kali ini akan menampilkan 25 koleksi dengan kesan youthfull, di luar kebiasaan yang dilakukannya.

“Untuk kali ini, saya agak sedikit keluar dari comfort zone dalam merancang look. Terinspirasi dari look pakaian couture di era 1960-an yang dipadupadankan dengan warna neon khas 1980-an.

Namun, tetap mengedepankan filosofi kebebasan bagi perempuan. Bebas dalam arti baju yang praktis, cara pakai tidak repot, dan bisa tetap pantas untuk dipakai berbagai macam acara, dari pagi hingga malam hari. Effortless,” papar Auguste.

Identitas modern

Selain Rama dan Auguste, Sean & Sheila dapat disaksikan dalam panggung curated show PIFW tahun ini. Tetap mengedepankan unsur wearability, rancangan Sean & Sheila memiliki ciri khas kontras antara budaya tinggi dan rendah sehingga menampilkan kesan anggun. Sean & Sheila juga merancang pakaian edgy, sophisticated, tetapi terlihat romantis yang memperlihatkan identitas perempuan modern dalam “The Future is Female”.

“Kami akan menampilkan kurang lebih 25 look, yang sebagian koleksinya telah ditampilkan juga di Paris Fashion Week,” papar Sheila Agatha yang bersama sang suami, yakni Sean Loh merangkul pekerja dengan disabilitas sejak awal merintis labelnya ini.

“Equilibrium”

Sean & Sheila (Fashion Designer)

Selain itu, brand lokal yang telah bereputasi di dalam maupun luar negeri, ikut berpartisipasi dalam PIFW tahun ini, yakni Major Minor. Digawangi oleh Ari Seputra dan Sari N Seputra, koleksi Major Minor berciri khas playful, ber-cutting asimetris, dan minimalis.

Untuk curated show PIFW “The Future is Female”, Major Minor menegaskan diri dengan “Equilibrium”. Equilibrium atau keseimbangan menurut mereka menjadi kunci yang berperan penting dalam women emancipation atau “The Future is Female”.

“Apa pun sebenarnya itu membutuhkan keseimbangan dalam prosesnya. Tak ada yang terlalu lebih atau kurang. Sebagai perempuan Indonesia saat ini kita patut berbangga karena kini apa pun bisa dilakukan atau dikerjakan oleh perempuan Indonesia. Kesempatannya itu ada. Tinggal bagaimana menyeimbangkannya. Movement apa pun itu ujung-ujungnya adalah harus ada keseimbangan,” jelas Sari.

Dalam “Equilibrium” yang disampaikan dalam 30 koleksi, Major Minor tetap menonjolkan asimetris yang unik. “Dalam desain juga harus ada keseimbangan, penyesuaian dengan budaya yang ada.

Di dalam asimetris itu juga sebenarnya ada keseimbangan. Keseimbangan yang membuat asimetris tersebut enak dilihat dan tetap nyaman dikenakan sehingga mampu membuat siapa pun yang memakainya tampil percaya diri dalam keunikan yang ada,” terang Ari.

Spektrum sensualitas

Ari Seputra (Designer Major Minor)

Selanjutnya, Toton Yanuar. Desainer yang telah malang-melintang di banyak fashion show ternama dunia ini terkenal dengan garis rancangannya yang eklektik dan kerap menggabungkan unsur budaya tradisional ke dalam tampilan modern. Dalam curated show PIFW, Toton membawa tema “Sensualitas”.

Hal ini sebagai bentuk protes Toton terhadap apa yang terjadi atau anggapan terhadap perempuan saat ini, khususnya cara berpakaian. Yang sering kali cara berpakaian perempuan dianggap sebagai “biang” terjadinya hal-hal buruk yang menimpa perempuan. Padahal, semuanya adalah karena pola pikir. Maka, nantinya sekitar 26 – 28 look yang akan ditampilkan Toton adalah dengan mengusung unsur kekuatan perempuan dari spektrum sensualitas yang ada, baik tersirat maupun tersurat.

“Bahkan ketika perempuan berpakaian tertutup sekalipun, jika ada yang pola pikirnya buruk, pasti ada saja cat calling atau harrasment lainnya yang mengganggu keamanan perempuan. Jadi, pola pikir yang buruk itulah yang harus diubah. Hargai dan hormati perempuan dengan baik, bukan hanya dari gaya berpakaiannya,” ungkap Toton.

Berdonasi melalui “Packaging Room”

Toton Yanuar (Fashion Designer)

Selain curated show, PIFW tak lepas dari kegiatan sosial yang dilakukan oleh beberapa desainer, salah satunya adalah Patrick Owen. Melalui konsep fashion & art pop exhibition yang terinspirasi dari packaging room, secara detail Patrick mampu membawa segala unsur dalam packaging room menjadi sebuah instalasi dan produk fashion yang unik dan menyegarkan.

Dalam Altera, Patrick Owen mempersembahkan juga koleksi Spring Summer terbarunya. Melalui Altera, Patrick menyampaikan pesan untuk dapat melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda, dari hal-hal kecil yang sering kali terlewat dari pemikiran kita sehari-hari. Rancangan Altera padu padan dari berbagai siluet dan permainan bahan yang unik. Temukan padu padan dress dengan trouser details, atau skirt yang dipadupadankan dengan waistband detail.

Dari sinilah juga, ide konsep packaging room Patrick muncul. Fashion & art pop exhibition “Packaging Room” karya Patrick ini dapat ditemukan di Level 1, Lobi Selatan, Plaza Indonesia. Di tempat ini pula, berbagai event donasi digelar, yang sebagian hasil penjualannya akan didonasikan ke yayasan sosial.

Kegiatan lain

Auguste Soesastro (Designer KRATON)

Bukan hanya PIFW, akan digelar juga fashion show pakaian anak dalam Plaza Indonesia Kids Fashion Week. Acara ini akan berlangsung pada 23–24 Maret 2019. Acara ini akan menampilkan koleksi terkini dari 8 ritel busana anak di Plaza Indonesia, yaitu Chicco, The Children’s Place, Kids Station, Wilio, Gingersnap, Kakapo, dan Mothercare.

Akan ada juga Anniversary Surprise, yakni penambahan poin 3 kali poin bagi customer anggota Plaza Indonesia Privilege Card (PIPC) ketika berbelanja, SOARING 29 LUCKY DRAW berhadiah Maserati Quattroporte S, dan Mazda 2 bagi pengunjung Plaza Indonesia Level 4-5. Tak ketinggalan, acara seminar dan edukasi serta gerakan sosial.

Sementara itu, Plaza Indonesia Extension (PIE) ikut menyambut anniversary ke-29 Plaza Indonesia melalui kolaborasi bersama industri dan pelaku kreatif melalui instalasi seni dengan Haluu World Jakarta dan mengadakan business coaching bersama Branding Consulting by Aila Nordin. [ACH]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 6 Maret 2019.