Indonesia tetap optimistis untuk terus berkomitmen mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) yang terdisrupsi akibat pandemi Covid-19. Komitmen ini ditegaskan kembali oleh Presiden RI Joko Widodo dalam pidato kunci yang disampaikan pada United Nation High Level Political Forum (UN HLPF) pada Juli 2021 lalu. Indonesia kini harus cermat menjalankan strategi pembangunan agar agenda 2030 tercapai cepat waktu.
Sejak 2015, tujuh tahun sudah pencapaian SDGs di Indonesia dikawal Tim Koordinasi Nasional (TKN) Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Berkelanjutan, TKN meliputi segenap pemangku kepentingan, dari pemerintah, organisasi kemasyarakatan, pelaku usaha, filantropi, pakar dan akademisi, hingga media massa. Di sisa waktu mencapai agenda 2030, yakni delapan tahun ke depan, SDGs harus terus dilaksanakan sebagai collective action yang perlu diorkestrasikan agar percepatan capaian dapat terlaksana.
Dalam UN HLPF, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa selaku Koordinator Nasional Pelaksanaan Pencapaian SDGs Indonesia turut menyampaikan Indonesia’s Voluntary National Review (VNR) 2021 yang memperlihatkan pentingnya upaya gotong royong berbagai pihak dan analisis mendalam dari banyak data pencapaian SDGs Indonesia. Sebelumnya, Indonesia telah dua kali menyampaikan VNR, pertama kali pada 2017 dan kedua kalinya pada 2019 sehingga dengan disampaikannya VNR 2021, Indonesia masuk dalam daftar 10 dari 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang telah menyampaikan VNR untuk ketiga kalinya. Mengusung prinsip inklusivitas, VNR 2021 disusun dengan tahapan konsultasi publik yang melibatkan lebih dari 500 partisipan, memotret inovasi pembangunan. Di setiap upaya pembangunan, terlihat satu benang merah yang sangat penting untuk dipastikan berjalan, yakni kolaborasi dan kerja sama.
Pendanaan inklusif SDGs
Semangat gotong royong juga dibutuhkan untuk memastikan pendanaan pelaksanaan SDGs tetap berjalan, meski ekonomi Indonesia terdampak pandemi Covid-19. Sesuai amanat Perpres SDGs, semangat kolaborasi tersebut dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) 2021-2024 yang diluncurkan dalam Konferensi Tahunan SDGs 2021 bertema “Recovery and Resilience: Pendanaan Inklusif untuk Pencapaian SDGs 2030” yang dilaksanakan pada 23–24 November 2021. Konferensi tahunan tersebut dibuka Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin sekaligus Wakil Ketua Dewan Pengarah Tim Koordinasi Nasional Pelaksanaan Pencapaian SDGs Indonesia.
“Percepatan pencapaian SDGs membutuhkan pendanaan yang besar. Sebelum pandemi, celah pembiayaan SDGs sudah cukup lebar. Dengan adanya pandemi, kebutuhan pendanaan SDGs di tingkat global diperkirakan meningkat sebesar 70 persen. Kenyataan ini menunjukkan pentingnya inovasi pembiayaan melalui kolaborasi lintas pemangku kepentingan, dari di tingkat global, nasional, daerah, hingga tingkat desa untuk menutup celah pembiayaan. Aspek pembiayaan ini menjadi kunci, mengingat kesiapan dan respons setiap negara berbeda, khususnya antara negara maju dan negara berkembang. Untuk itu, masing-masing pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan harus dilakukan secara terukur dan terarah serta disesuaikan dengan konteks Indonesia,” ujar Wapres RI Ma’ruf Amin selaku Wakil Ketua Dewan Pengarah Tim Koordinasi Nasional Pelaksanaan Pencapaian SDGs Indonesia, Selasa (23/11).
Untuk itu, pencapaian TPB/SDGs harus melibatkan semua pihak, melalui paradigma co-creation, termasuk pendanaan melalui mekanisme co-financing. “Indonesia senantiasa berkomitmen untuk tidak menurunkan target-target yang telah ditetapkan dalam pencapaian SDGs 2030, meskipun disrupsi pencapaian target SDGs dipengaruhi akibat pandemi Covid-19. Komitmen tersebut memerlukan tata kelola kelembagaan dan mekanisme kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dan pendekatan yang tidak business as usual. Salah satu tantangan yang besar di antaranya adalah pembiayaan untuk SDGs,” tutur Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa selaku Koordinator Pelaksana Nasional Pencapaian SDGs.
Berdasarkan “Peta Jalan SDGs menuju 2030” telah dikalkulasi kebutuhan pendanaan untuk mencapai SDGs sebesar Rp 67 ribu triliun, dengan selisih kebutuhan pendanaan sekitar Rp 14 ribu triliun. Setelah pandemi, kebutuhan pendanaan SDGs bisa dipastikan meningkat signifikan. Perbandingan dari kalkulasi pembiayaan di tingkat global, dampak pandemi telah meningkatkan kebutuhan pendanaan sebesar 70 persen untuk mencapai SDGs.
Sebagai langkah konkret upaya capaian SDGs, Kementerian PPN/Bappenas memastikan RAN SDGs 2021-2024 mengamanatkan analisis pencapaian indikator SDGs, termasuk mempertimbangkan dampak pandemi, hingga menentukan target dan arah kebijakan untuk mencapainya. Beberapa dokumen kebijakan yang menjadi acuan dalam penyusunan RAN SDGs 2021-2024, di antaranya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang telah mengarusutamakan 124 target SDGs, serta Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan.
Proses penyusunan RAN melibatkan semua pemangku kepentingan secara luas. Fasilitasi dan pendampingan dilakukan pada berbagai organisasi keagamaan, filantropi, para pelaku usaha termasuk Bursa Efek Indonesia, dan berbagai perusahaan milik negara dengan kerja sama dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Selanjutnya, ribuan rencana kegiatan pemerintah dan nonpemerintah untuk pencapaian SDGs dimasukkan pada matriks lampiran, sebagai satu bagian tak terpisahkan dari RAN.
Selain membahas implementasi RAN, dalam konferensi tersebut, turut diluncurkan SDGs Dashboard 2.0 yang berisikan capaian indikator SDGs secara terpilah hingga pencapaian daerah. Selain itu, SDGs Dashboard 2.0 juga menyajikan SDGs Investment Platform yang memperlihatkan pemetaan potensi dan peluang investasi berkelanjutan juga terbuka untuk publik. Ke depan, strategi pendanaan SDGs tidak bisa hanya bertumpu pada terbatasnya anggaran pemerintah yang tengah difokuskan untuk penanganan pandemi Covid-19.
“Kementerian PPN/Bappenas yang memiliki helicopter view dan peta besar SDGs, berupaya mengoptimalkan berbagai potensi pendanaan di luar pemerintah untuk bersinergi bersama memastikan pencapaian SDGs di 2030. Kelembagaan SDGs Financing Hub yang kini dalam tahap finalisasi, segera berperan melakukan orkestrasi, sinergi dan integrasi berbagai potensi pendanaan maupun inovasinya,” ujar Suharso. Melalui kelembagaan ini, berbagai indikator SDGs yang berdasarkan pada analisis interconectedness memiliki leverage tinggi dan multiplier effect besar akan mendapatkan tambahan sumber daya. Prioritas lain yang menjadi tambahan, termasuk pada indikator yang masih off track.
Konferensi Tahunan SDGs turut dihadiri oleh Sekretaris Eksekutif UNESCAP Armida Alisjahbana, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Ketua BKSAP DPR Fadli Zon, serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso. Konferensi yang dihadiri sekitar 900 orang secara daring tersebut juga menghadirkan pembicara dari dalam hingga luar negeri, di antaranya UN Resident Coordinator Indonesia Vallerie Juliand, UNDP Resident Representative Indonesia Norimasa Shimomura, Deputy Executive Director of UN Women Anita Bhatia, Perwakilan Financing for Sustainable Development Office UNDESA Sharon Speigel, Vice Chair Board Members of UN Global Compact Paul Polman, dan Vice Chair of Asian Venture Philanthropy Network Melisa Kwee. [*]