Semarang, Jumat (15/11/2019). Sinergitas antara pemerintah dan swasta perlu dioptimalkan demi mengurangi kemiskinan di Jawa Tengah. Hal ini karena meski Jawa Tengah termasuk provinsi yang pertumbuhannya cukup cepat, jumlah penduduk miskin di provinsi ini cukup tinggi, yakni mencapai 3,7 juta penduduk.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah Quatly Abdulkadir Alkatiri dalam Bincang Bersama Parlemen Goes to Campus bertajuk “Strategi Pengentasan Kemiskinan di Jawa Tengah”, di Gedung Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), Rabu (13/11).
“Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Harus ada dukungan dari pihak swasta, baik itu melalui program corporate social responsibility (CSR) maupun dengan penyerapan tenaga kerja lokal. Pemerintah harus punya data terkait ini supaya kami bisa ikut mengawal dan memantau perusahaan-perusahaan itu,” ujar Quatly.
Edi Wahyono, Kepala Bidang Pemerintahan dan Sosial Budaya Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Tengah, mengatakan, pengentasan rakyat dari kemiskinan menjadi salah satu prioritas Pemprov Jateng yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2018–2023.
Salah satu upayanya adalah mengurangi beban masyarakat dengan menaikkan anggaran untuk sekolah gratis, hingga 20 persen dari keseluruhan RAPBD, dan memberikan porsi 10 persen dari APBD untuk anggaran kesehatan.
“Pola pikir sederhana untuk mengentaskan kemiskinan adalah mengurangi beban dan menambah pendapatan. Postur APBD 2020 ini sudah kami arahkan untuk mengurangi beban masyarakat. Untuk menambah pendapatan masyarakat, butuh kerja sama dari swasta sebagai pihak penyedia lapangan kerja. Perda-nya sudah ada, hanya memang perlu dioptimalkan,” tandas Edi.
Quatly menambahkan, idealnya perusahaan menyerap tenaga kerja lokal sebanyak 40 persen dari jumlah keseluruhan pekerjanya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitar perusahaan dapat terungkit. “Ini juga harus dicek apakah sudah betul-betul dilaksanakan oleh perusahaan. Jangan-jangan justru karyawan asingnya yang lebih banyak,” ujar Quatly.
Akademisi diharapkan juga ikut berkontribusi dalam program pengentasan kemiskinan di Jawa Tengah. Misalnya, membuat lapangan kerja yang memberdayakan masyarakat daerah merah dan mengungkit perekonomian rakyat.
“Mahasiswa setelah lulus kembalilah ke desa, kembangkan potensi desa, dan ciptakan lapangan pekerjaan. Apalagi anggaran dana desa dari pemerintah pusat cukup besar sehingga jangan sampai tidak digunakan,” imbuh Edi.
Infrastruktur pertanian
Populasi penduduk miskin di Jawa Tengah tersebar di 14 daerah merah, yakni daerah yang tingkat kemiskinan penduduknya di atas standar yang ditetapkan pemerintah pusat dan daerah, di antaranya, Wonosobo, Kebumen, Rembang, Brebes, dan Purbalingga.
Berdasarkan penelitiannya, Wakil Rektor Unimus Hardiwinoto mengatakan, daerah yang masuk kategori merah merupakan daerah pertanian dan hutan, yaitu banyak penduduknya yang bekerja sebagai buruh tani maupun perambah hutan.
Hardiwinoto menilai, pemerintah harus menerapkan pendekatan berbeda untuk menurunkan angka kemiskinan di daerah merah. “Kegiatan infrastruktur harusnya bisa dimaksimalkan di daerah pertanian, seperti pembangunan sungai dan waduk. Jadi, giat infrastruktur tidak untuk melayani industri-industri besar saja. Pertanian di daerah merah juga harus diarahkan menjadi industri pertanian yang memanfaatkan teknologi tepat guna.”
Senada dengan Hardiwinoto, Quatly meminta agar pemerintah pusat maupun daerah teliti dalam membuat kebijakan. “Jangan sampai kebijakan pemerintah membuat warga miskin jadi semakin miskin. Postur anggaran harus benar-benar prorakyat dan mengena sampai ke rakyat.”
Informasi dan kegiatan seputar DPRD Jawa Tengah bisa diakses di:
- dprd.jatengprov.go.id,
- waduldewan.dprd.jatengprov.go.id,
- easpirasi.dprd.jatengprov.go.id,
- elibrary.dprd.jatengprov.go.id.
Ikuti juga akun media sosial DPRD Jawa Tengah:
- Twitter dprdjatengprov,
- Instagram dprdjatengprovinsi,
- Facebook DPRDJATENG,
- Youtube DPRD Jateng.
[ADV/LAU/KRN]