Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Berani Lapor Kejahatan Siber”. Webinar yang digelar pada Senin (12/7) di Tangerang Selatan itu, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Meidine Primalia – Kaizen Room, I Komang Sumerta, SE, MM – Dosen FEB Univ Ngurah Rai, Isharshono, SP – Praktisi Digital Marketing, Founder IStar Digital Marketing Centre, dan Sri Astuty, SSos, MSi – Staf Pengajar Universitas Lambung Mangkurat.
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Meidine Primalia, membuka webinar dengan mengatakan digital skills adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital.
Mulai dari website, hingga beragam aplikasi di smartphone. Sementara cyber crime adalah perbuatan melanggar hukum atau kejahatan virtual yang memanfaatkan media komputer yang terhubung ke internet dan mengeksploitasi komputer lain yang terhubung ke internet. (Fiorida Mathilda, 2021).
“Ciri dari cybercrime adalah tanpa kekerasan, sedikit melibatkan kontak fisik, menggunakan peralatan/teknologi, memanfaatkan jaringan telematika global,” kata Meidine. Beberapa jenis cybercrime yang sering terjadi yaitu unauthorized acces yang dilakukan dengan memasuki komputer atau jaringan komputer tanpa izin.
Pelaku kejahatan ini memanfaatkan kelemahan sistem keamanan komputer maupun jaringan komputer. Lalu illegal content, yang berarti muatan berupa data atau informasi asing yang dimasukkan oleh pelaku kejahatan.
Data atau informasi yang dimasukkan dapat berupa sesuatu yang tidak benar atau tidak sesuai dengan norma. Lalu ada cyber spionase, sabotase, carding, dan yang terakhir penipuan menggunakan telepon seluler. “Laporkan kasus cybercrime kepada Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) dengan membawa barang bukti,” tuturnya.
I Komang Sumerta menambahkan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi modern Indonesia sangat terpengaruh oleh penemuan-penemuan baru yang ada di negara industri Eropa dan Amerika.
“Lalu, apa itu etika digital? Menurut KBBI itu adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (Akhlak),” jelas I Komang.
Ia memaparkan, etika digital adalah suatu konsep normal perilaku yang tepat dan bertanggungjawab terkait dengan cara menggunakan teknologi untuk memberikan keamanan terhadap diri sendiri maupun orang lain.
“Kita harus bijak dalam menggunakan media sosial. Lakukan think sebelum kamu membagikan cerita di media sosial. Yang kedua jauhi drama medsos, jangan oversharing, ingat jejak digital itu nyata, dan selalu follow akun yang tepat,” paparnya.
Sementara Isharshono mengatakan, pada faktanya Indonesia masuk dalam daftar 10 Besar Negara yang penduduknya kecanduan media sosial, yang rata-ratanya menghabiskan waktu 8 Jam 52 Menit untuk mengakses internet perharinya, dan menghabiskan waktu 3 Jam 14 Menit sehari hanya untuk main-main.
“Sebelumnya, kita mengenal terlebih dahulu arti budaya digital. Budaya merupakan pola atau cara hidup yang terus berkembang oleh sekelompok orang. Sedangkan budaya digital adalah Cara masyarakat melakukan, bersikap, bertindak dan berinteraksi dengan yang lain dengan media digital sebagai sarana,” ujar Isharsono.
Setidaknya, untuk membangun unsur utama budaya digital yang sehat ada 3, yaitu yang pertama ada participation, bagaimana masyarakat berpartisipasi memberikan konstribusi untuk tujuan bersama.
“Kedua ada remediation, yakni bagaimana merubah budaya lama menjadi budaya baru yang lebih bermanfaat, dan yang terakhir Bricologe, bagaimana memanfaatkan hal – hal yang sudah ada sebelumnya untuk membentuk hal baru,” tuturnya.
Pada dasarnya, semua kebaikan yang ada di dunia nyata ada juga di dunia digital dan semua kejahatan yang ada di dunia nyata, ada juga di dunia digital. Prinsip Prilaku dalam menyikapi kejahatan di dunia digital yakni jangan langsung panik, kumpulkan data selengkapnya, dan segera laporkan.
Sebagai pembicara terakhir, Sri Astuty memaparkan bahwa ancaman digital terus berkembang. Pembaruan proteksi harus terus dilakukan, kompleksitas identitas dan data pribadi makin sulit dilindungi. Lalu, kesadaran akan pentingnya data menjadi penting, strategi penipuan semakin beragam.
“Kejelian mendeteksi upaya penipuan harus diasah, rekam jejak sulit dihapus dan selalu menjadi incaran, konten digital yang semakin menarik dan makin terbatasnya ruang bermain, meningkatkan risiko kecanduan pada anak,” kata Sri.
Ia menambahkan, adapun jenis-jenis kejahatan siber di antaranya hacking, denior of service, web hijacking, phising, cyber stalking, pencurian identitas dan penipuan kartu kredit.
Kejahatan cyber motifnya bisa saja karena uang, aksi religious, balas dendam, sekedar iseng, dan memata-matai. Waspadalah terhadap risiko dan  ancaman kejahatan digital, bahwa tidak ada jaminan 100 persen keamanan digital kita terjaga dengan sempurna, karena itu Butuh kemampuan proteksi personal dan kolaborasi untuk aman dan nyaman bermedia digital,” pungkasnya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Vica menanyakan, bagaimanakah sebaiknya pengaturan Kebijakan Formulasi dimasa mendatang terhadap perbuatan cyberbullying di Indonesia?
“Cyberbullying ini sudah diatur menjadi satu dengan UU ITE, tapi jika bagaimana formulasi kedepannya, mungkin Indonesia dapat berkaca dari negara-negara yang sudah lebih lengkap tentang penanganan cyberbullying-nya,” jawab Meidine.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Tangerang Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.