Peluang bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap), yakni pada periode bonus demografi.

Bonus demografi adalah periode ketika jumlah penduduk usia produktif (15–64 tahun) lebih besar dibanding penduduk usia tidak produktif. Periode ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2030, saat penduduk usia produktif mencapai 64 persen.

Bonus demografi akan menjadi sebuah kesempatan emas bagi bangsa Indonesia untuk membangun sumber Daya manusia (SDM) yang unggul, sebagai modal utama pembangunan. Namun, bak pisau bermata dua, apabila tak dapat dimanfaatkan dengan baik, hal ini dapat menjadi sumber permasalahan sosial ekonomi yang tidak ringan.

Persoalan mengenai fenomena bonus demografi ini dibahas lebih lanjut pada acara Kuliah Umum Business Outlook 2020 bertema “SDM Unggul Indonesia Menuju Puncak Bonus Demografi 2030” yang diadakan oleh Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (FB UKWMS), Rabu (26/2/2020).

Acara yang diikuti oleh sivitas akademika UKWMS ini menghadirkan Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden RI Dr Drs H Ali Mochtar Ngabalin MSi dan Guru Besar Bidang Kurikulum Pendidikan UKWMS Prof Anita Lie MA EdD sebagai narasumber.

Berbicara mengenai pengembangan SDM, Ngabalin menekankan beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan SDM Indonesia ke depannya. Beberapa di antaranya adalah perlunya bagi SDM unggul Indonesia untuk membangun iman serta akhlak, budaya, serta pendidikan.

Dr. Drs. H. Ali Mochtar Ngabalin, M.Si. saat memberi Kuliah Umum FB UKWMS_(Foto-foto: dok. Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya)

“SDM Indonesia harus memiliki intellectual knowledge (kemampuan intelektual, red) sehingga dia bisa menerjemahkan apa yang ia pikirkan ke dunia luar. Selain itu, perlu untuk memantapkan bahasa agar pikiran tersebut juga bisa dikomunikasikan ke dunia internasional,” jelas Ngabalin.

Selain itu, menurut Ngabalin, sehubungan dengan budaya, intellectual knowledge juga penting untuk menjaga budaya Indonesia yang plural. Ia menyoroti mengenai isu ekstremisme yang terjadi di Tanah Air serta aksi yang telah dilakukan oleh pemerintah berkaitan dengan permasalahan tersebut.

Pada kesempatan yang sama ia mengatakan, terlepas dari apa pun suku dan agama yang dimiliki, semua orang punya hak yang sama untuk tinggal di Indonesia.

Poin ini kemudian diapresiasi oleh Prof Anita Lie sebagai persiapan yang memang harus dilakukan Indonesia untuk bonus demografi.

“Kestabilan politik saya kira diperlukan untuk membangun SDM dan negara,” katanya.

Ditinjau dari segi pendidikan, Prof Anita Lie membahas berbagai data statistik terkait dengan SDM, seperti human capital index (indeks modal manusia) Indonesia yang masih berada di bawah negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand.

Akademisi UKWMS ini kemudian mengkritisi angka partisipasi sekolah yang menurutnya sudah bagus, tetapi secara kualitas kurang baik. Ia mendapati masih adanya kualitas pencapaian belajar yang belum merata pada wilayah Indonesia.

“Menurut saya, peningkatan mutu guru juga diperlukan. Guru saja sekarang jumlahnya sudah 3 juta, yang berarti 1 orang guru bisa mengajar sampai 16 orang anak. Lalu, dari segi anggaran pendidikan, sebenarnya ada yang bisa lebih diperhatikan lagi, apakah pemerintah selama ini menerapkan spending much (menghabiskan banyak uang) ataukah spending smart (menghabiskan uang secara cerdas),” katanya.

Ia kemudian menambahkan, dengan adanya berbagai tantangan yang ada, anak-anak muda harus sigap dalam mempersiapkannya mulai sekarang. [*]