Selama 74 tahun Indonesia merdeka, perjalanan sosial ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran perbankan, baik bank nasional maupun bank asing.
Selama bertahun-tahun, bank asing membantu bank nasional untuk menggerakkan roda perekonomian masyarakat dengan menyalurkan kredit. Laporan Tahunan Bank Indonesia 1957-1960 mencatat, pada 1955 bank asing mendominasi pangsa pasar kredit sebesar 59 persen. Namun tahun 1959, pangsa kredit bank asing terus mengecil dimulai sejak era pengawasan perbankan di Indonesia oleh BI pada 1953 dan menguatnya unit komersial BI.
Peran bank asing pun benar-benar menghilang pada 1963–1964 karena pemerintah mencabut izin seluruh bank asing yang tersisa.
Kembali berkontribusi
Hiperinflasi di Indonesia pada 1966 membuat pemerintah Indonesia menetapkan UU Penanaman Modal Asing pada 1967 untuk menekan inflasi. UU ini sekaligus membuka kembali izin bagi bank asing untuk bekerja di Indonesia. Sebanyak 10 bank asing dan 1 bank campuran mendapatkan izin. Chartered Bank of India Australia and China (CBIAC) yang kini menjadi Standard Chartered merupakan salah satunya.
Peran bank asing pun terasa hingga sekarang, baik dari sisi finansial maupun sosial. Standard Chartered misalnya. Jika dihitung dari sejak bernama CBIAC, berarti bank asal Inggris ini sudah 156 tahun beroperasi di Tanah Air.
Sejalan dengan harapan pemerintah terhadap bank asing, Standard Chartered senantiasa meningkatkan perannya dalam mendukung perekonomian Indonesia, salah satunya dengan menjalankan fungsi intermediary. Karena jaringannya yang luas dan komitmennya yang kuat pada Indonesia, Standard Chartered digandeng oleh pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai rekan utama untuk mengundang investor asing. Berbagai inisiatif bersama telah diluncurkan untuk mempromosikan Indonesia sebagai destinasi investasi di Asia, sehingga mendatangkan investasi dari China dan Taiwan.
Dengan semakin berkembangnya pasar modal Indonesia, daya tarik Indonesia pada investor asing semakin meningkat. Standard Chartered pun turut berperan aktif di dunia pasar modal Indonesia dengan menjadi satu-satunya bank asing yang ikut serta menjual obligasi internasional BUMN pada 2018 dan berlanjut pada tahun ini. Jaringan Bank yang luas dan hubungan bisnis yang kuat dengan para investor turut mendukung kesuksesan penjualan obligasi tersebut.
Sebagai perusahaan yang bertanggung jawab dengan tujuan “mendorong perdagangan dan kemakmuran dengan keunikan Bank”, Standard Chartered tidak hanya aktif di bidang finansial. Bank ini juga mendukung masyarakat melalui berbagai program komunitasnya. Antara lain melalui program Seeing is Believing yang fokus untuk menekan angka kebutaan di Indonesia, dengan anggaran 5 juta dollar AS selama 2015–2020. Kontribusi Standard Chartered juga terlihat pada pembangunan kapasitas remaja putri melalui program Goal yang dicanangkan secara global sejak 2006. Di Indonesia, program ini sudah menjangkau lebih dari 1.500 remaja putri dari 28 sekolah, rusunawa dan panti asuhan.
Sebagian peran Standard Chartered ini sejalan dengan tagline perusahaan, “Here for Good”. Sejarah panjang kehadirannya di Indonesia tidak hanya membuat Standard Chartered tumbuh menjadi institusi yang tepercaya dan mengakar kuat di Indonesia. Sebab, Standard Chartered tidak sekadar hadir untuk berbisnis, tetapi juga membawa kebaikan.
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 02 Desember 2019.