Berdasarkan temuan dari Katadata Insight Center, 30-60 persen warga Indonesia terpapar hoaks, tapi hanya 21-36 persen yang mampu mengenalinya. Bahayanya adalah terjadi kondisi digital anarchy, di mana semua orang merasa menjadi pakar dan tidak menghormati hak dan kelebihan orang lain karena merasa sudah terinformasi dengan baik melalui internet.
Tingginya penggunaan internet mengakibatkan frekuensi serangan dan kejahatan cyberspace semakin meningkat. Oleh karena itu, pentingnya untuk bijak dalam bermedi digital dan berselancar di internet, karena kalau tidak bisa mengakibatkan berbagai dampak negatif seperti kesehatan terganggu, mental terpengaruh (kecanduan), menimbulkan perpecahan dan pertikaian, salah paham informasi (karena hoaks), berpotensi menjadi korban kejahatan siber, terjadi penyalahgunaan data pribadi, dan masih banyak lagi.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Bijak Bermedia Sosial: Jangan Asal Sebar di Internet”. Webinar yang digelar pada Jumat, 29 Oktober 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Citra Rosalyn Anwar (Japelidi University Negeri Makassar), Denik Iswardani Witarti (Dosen Magister Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur), Imam Baihaqi (Konsultan Pemberdayaan Desa), Maryam Fithriati (Co-Founder Pitakonan Studio and Management dan Pegiat Literasi Komunikasi), dan Fadhil Achyari (2nd Runner Up The New L-Men of The Year) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Citra Rosalyn Anwar menyampaikan bahwa kita harus memahami “The Power of Garis Tiga”. Maksudnya, semua aplikasi ada titik tiga atau garis tiganya, pun dengan dunia nyata maupun dunia maya sama saja sebenarnya. Cakap menghindari kejahatan, tanpa membuat drama. Cakap mengenali huruf, simbol dan video yang merupakan kecakapan dasar.
Jangan bucin, maksudnya adalah kita harus cakap menjaga privasi diri, anak, dan orang lain. Jadi bagaimana memproduksi konten yang positif di media sosial? Pertama-tama, pahami UU ITE. Meski bebas bukan berarti bebas-sebebasnya, harus bertanggung jawab karena ada aturan-aturannya. Kedua, menjaga jejak digital, karena jejak digital itu akan selalu ada tidak akan terhapus.
“Ketiga, terapkan kemampuan untuk menghapus dan meralat jika telah memberikan atau menemukan informasi yang salah. Keempat, menggunakan media sosial untuk bersinergi dan berkolaborasi untuk memberi manfaat yang baik. Pahami bahwa media sosial adalah pintu ke mana saja, maka gunakanlah dengan bijak,” terangnya.
Fadhil Achyari selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa ia aktif berkolaborasi dalam berbagai komunitas dan juga organisasi untuk sharing banyak hal, mulai dari self development dan juga hal-hal lain yang berkaitan dengan bagaimana cara meningkatkan produktivitas, khususnya di masa pandemi ini.
Kalau kita lihat dengan adanya perkembangan teknologi informasi seperti saat ini, salah satu hal yang patut kita syukuri adalah mudah mendapatkan informasi secara cepat. Selain itu, ia berbicara tentang masifnya teknologi seperti sekarang.
Kita tidak bisa membayangkan kalau misalkan pandemi Covid-19 ini terjadi pada 2010 yang perkembangan teknologi belum semasif sekarang. Kita tidak akan siap untuk bisa bertemu satu sama lain secara digital seperti sekarang. Jadi, dengan adanya perkembangan teknologi kita juga dapat membentuk yang namanya networking.
Salah satu peserta bernama Dika menyampaikan, “Bagaimana cara kita menghadapi era yang saat ini banyak konten yang hanya ingin viral tanpa mengutamakan kualitas isinya, bahkan sampai di undang ke media TV? Bagaimana kita menghadapi hal tersebut?”
Pertanyaan tersebut dijawab Denik Iswardani Witarti. Hal tersebut memang sangat memprihatinkan, jadi untuk teman-teman praktisi media untuk setidaknya ada sedikit filter untuk tidak memberikan terlalu banyak ruang untuk hal-hal seperti itu.
“Kemudian, hal yang bisa dilakukan sebagai netizen adalah harus punya prinsip untuk bisa mengontrol diri sendiri terhadap konten tersebut; skip saja, tidak perlu juga ikutan untuk memberikan ruang terhadap orang tersebut,” jawabnya.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Utara. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]