Berdasarkan survey Kominfo dan APJII (2016), alasan utama penggunaan media sosial adalah untuk update informasi (25 persen), diikuti dengan alasan pekerjaan (21 persen), waktu luang (14 persen), sosialiasi (10 persen), pendidikan (9 persen), hiburan (9 persen), dan urusan bisnis (9 persen). Namun, tidak sedikit informasi di internet merupakan hoaks, sehingga sebagai pengguna internet harus cerdas dalam menambah wawasan literasi digital. Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menghindari hal-hal tersebut bisa dengan memastikan informasi dari sumber yang kredibel, bersikap netral dalam menerima informasi dan jangan terprovokasi, bandingkan informasi dari sumber lain, dan perbanyak membaca untuk memiliki banyak refrensi sehingga dapat membandingkan benar atau tidaknya suatu informasi. Inilah salah satu tantangan yang diakibatkan oleh media sosial dan banyaknya informasi, yaitu menghadapi hoaks yang berkaitan dengan ketidakjujuran.
Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Kekerasan di Era Digital, Jempolmu Harimaumu!”. Webinar yang digelar pada Jumat (16/7) diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Sabinus Bora Hangawuwali, MSc (Peneliti Universitas Gadjah Mada), Roza Nabila (Kaizen Room), Mathori Brilyan (Art Enthusiast & Aktor), Kokok Herdhianto Dirgantoro (Founder & CEO Opal Communication), dan Hilyani Hidranto (POUND Instructor & SEA Today News Presenter) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Mathori Brilyan menyampaikan informasi penting bahwa “Sebagai masyarakat digital, kita termasuk dari IDI atau Insan Digital Indonesia. Hal ini penting diketahui karena Indonesia dan kota-kota besar lainnya sedang mengalami bencana pandemi yang mengubah berbagai aspek kehidupan kita menjadi digital sebagai salah satu solusinya. Budayakan membaca informasi dengan baik. Keterampilan membaca tentu menjadi sangat penting di proses digital ini karena membaca ruang digital mempunyai kemampuan yang berbeda. Dengan berbagai informasi yang datang, kita harus nilai seberapa baiknya dan kepantasan informasi yang kita terima. Keberhasilan literasi digital berawal dari bagaimana masyarakat kita dalam proses hal tersebut, dengan menganilis dan mengecek kebenaran dari setiap hal yang mereka baca di internet. Kita juga wajib mengedepankan etika dalam komunikasi dalam budaya digital. Etika digital memang ada dan harus diupayakan, walaupun ruang digital tidak mememiliki batasan tidak berarti bebas dari nilai atau perilaku etis. Kita harus mencerminkan etika kita di dunia nyata dengan di dunia digital. Sebagai pengguna media digital, kita harus mengapresiasikan konten positif karena konten-konten ini butuh dukungan. Setelah mengapresiasi konten tersebut, kita harus mampu beradaptasi dengan inovasi digital. Sebagai IDI, kita harus mampu beradapatasi dengan berbagai perkembangan teknologi yang harus seimbang dalam menjalankan nilai-nilai etika.”
Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Denisha menyampaikan bahwa “Ada kerabat saya yang menyampaikan pendapatnya di media sosial mengenai salah satu boygroup Korea dan ia mengkritik boygroup tersebut dengan bahasa yang layak dan tidak kasar sama sekali. Bisa dibilang kritik yang ia sampaikan merupakan kritik yang membangun. Namun, para fans fanatik boygroup tersebut justru tidak terima, padahal pendapat yang dilontarkan oleh kerabat saya sama sekali tidak menggunakan kata kata kasar dan tidak ada pendapat yang memprovokasi. Jika dilihat dari perspektif digital ethics, apa yang dapat dilakukan oleh orang yang dihujat di kasus tersebut? Padahal ia hanya bermaksud untuk menyampaikan pendapatnya saja.”
Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Roza Nabila, bahwa “Baiknya yang dilakukan pertama adalah pastikan dan sampaikan niat serta perspektif akan kritikan tersebut. Jika memang masih dibalas dengan respon yang kasar dan tidak mengenakkan, bisa menggunakan fitur lapor di platform media sosial yang sudah ada. Jika merasa terlalu tertekan akan masalah tersebut, tinggalkan saja atau tidak membuka platform media sosial tersebut untuk sementara. Ingat bahwa kita tidak bisa mengubah perilaku orang lain, hanya kita sendiri yang bisa mengambil langkah yang tepat dalam menghadapi konten-konten seperti kasus tersebut.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.