Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Welcoming Gen Alpha, Chance and Challenge in Digital Era”. Webinar yang digelar pada Jumat (16/7) di Kota Tangerang, diikuti oleh ratusan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Trisno Sakti Herwanto, Hayuning Sumbadra – Kaizen Room, Sigit Widodo – Intenet Development Institutue dan Andrea Abdul Rahman Azzqy, SKom, MSi, MSi(Han) – Dosen Universitas Budi Luhur.

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Trisno Sakti Herwanto membuka webinar dengan mengatakan bahwa generasi alfa adalah mereka yang lahir tahun 2010.

“Dalam mengunakan media digital diperlukan digital skills, yakni kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital,” tuturnya.

Ia menambahkan, ada beberapa hal yang tidak boleh di contoh saat melakukan kegiatan di dunia digital, termasuk media sosial, yaitu cyberbullying, intoleran, konsumtif terhadap privasi (baca: gosip), reaktif, serta hate speech.

Mengenai privasi, Trisno mengatakan bahwa hal itu bukan sekedar ranah pribadi, tapi paham batasan mana ranah rublik, atau isu dan kepentingan bersama dan mana ranah privat atau isu dan kepentingan individu.

Hayuning Sumbadra menambahkan, anak-anak generasi gen Alpha lekat sekali dengan teknologi. Hal itu menyebabkan pandangan sebagai orang tua harus otoriter sudah tak relevan lagi.

“Orang tua sebaginya harus bisa memposisikan diri sebagai sahabat,” katanya. Meski begitu, orang tua juga dituntut untuk memberi aturan jelas akan screen/gadget time dan pengetahuan akan sisi negatif teknologi.

Contohnya waktu memakai gadget yang harus diseimbangkan. Oang tua juga turut andil dan saling mengingatkan agar bisa anak dan orang tua bisa menghabiskan waktu bersama.

“Anak-anak gen alpha saat pandemi bisa dirumah bisa belajar di Youtube. Ciptakan teknologinya buat bermanfaat. Seimbangkan waktu bersama gadget dengan waktu bersama keluarga. Jadilah panutan dan bangun ruang dialog, peran orang tua memang harus double, karena gen alpha sudah melek teknologi,” ujarnya.

Sigit Widodo menjelaskan, generasi Alpha adalah generasi yang lahir mulai 2010 hingga 2025. Kekuatan generasi Alpha sendiri terletak pada kreativitas yang tinggi, terbuka, mudah menerima gagasan dan hal baru, memahami teknologi dengan baik dan menerima perbedaan tanpa konflik.

“Generasi Alpha Indonesia dalam hal sosial politik, mereka sejak lahir hidup dalam kondisi sosial politik dan demokrasi yang stabil. Dalam segi ekonomi, mereka lahir di negara kelas menengah yang tengah meningkat sebagai kekuatan eknomi dunia,” tuturnya.

Sigit menambahkan, dalam hal budaya generasi Alpha mengalali pergeseran dominasi budaya dari Barat ke Asia. Agar menjadi pemenang, diharapkan untuk menjadi individu dan kelompok yang kreatif dan mampu memanfaatkan jejaring.

“Generasi Alpha terbiasa dengan ponsel pintar dan tablet sejak kecil, screen time yang sangat tinggi, memiliki orangtua milenial yang juga sangat terbiasa dengan gawai dan internet. Mereka lebih menonton YouTube ketimbang televisi,” ungkapnya.

Sebagai pembicara terakhir, Andrea Abdul Rahman memaparkan, karakteristik gen Alpha yakni lebih cerdas, lebih kritis, menyukai hal-hal yang sifatnya instan, cenderung lebih banyak menggunakan media sosial, serta sangat aktif dalam mempergunakan teknologi.

“Gen Alpha memiliki pandangan terbuka, maju, dan seimbang terhadap kemajuan teknologi. Generasi ini cepat beradaptasi dan terbuka untuk belajar, sehingga dapat menggunakan analogi sederhana atau contoh konkret untuk menjelaskan,” pungkasnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Elvira Roza mengatakan di zaman sekarang ini di dalam satu keluarga sudah lumrah memegang handphone masing-masing, termasuk anak-anak.

Lalu, bagaimana nasihat bagi para orang tua agar bisa mengajarkan secara efektif, serta menjaga anak-anak terhindar dari serangan informasi dan konten-konten negatif?.

“Adik-adik kita pasti memang ingin tahu. Syukurnya, pembuat gadget ini sudah menyiapkan child protection. Jadi anak kecil tidak bisa akses konten untuk anak-anak dan tidak cukup umur. Untuk orang tua, mari memberikan mereka ruang dengan membatasi waktu agar bisa bertanggung jawab dan disiplin,” kata narasumber.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.