Data catatan tahunan Komnas Perempuan mengungkapkan bahwa sepanjang 2020, jumlah kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) mencapai 940 kasus. Korban pelecehan seksual pada ranah digital seharusnya mendapatkan perlindungan hukum, tetapi budaya netizen terkadang saat ini justru merundung korban. Untuk itu, pentingnya menciptakan budaya dan etika masyarakat di ruang digital agar tercipta suasana yang menyenangkan dengan konten positif dan menghindari KBGO. Sangat disayangkan bahwa sampai saat ini masih terdapat berbagai bentuk kekerasan berbasis online seperti doxing, flaming, honey trapping, catfishing, dan revenge porn. Kita harus hati-hati dan waspada akan terjadinya hal-hal ini kepada kita dan melindungi orang-orang terdekat kita.
Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Ayo, Melek Digital untuk Penyetaraan Gender!”. Webinar yang digelar pada Jumat (16/7) diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Zahid Asmara (Art Enthusiast), Sugiyono, MIP (Akademisi & Pemerhati Pendidikan, Sosial dan Keagamaan), Aidil Wicaksono (Kaizen Room), Prisayani Kandora (Kaizen Room), dan Putri Juniawan (TV Presenter) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Sugiyono, MIP menyampaikan informasi penting bahwa “Bagi para pengguna digital, APJII melakukan survei yang juga menyoroti perilaku pengguna internet terutama terkait efek pandemi Covid-19, di mana mayoritas pengguna mengakses internet lebih dari delapan jam dalam satu hari. Ada lima alasan utama mereka mengakses internet, yakni media sosial, komunikasi pesan, game online, dan belanja online. Untuk menuju kesetaraan gender, kita harus memberikan perempuan akses yang sama dengan laki-laki, dengan partisipasi atau keterlibatan yang sama dalam memperoleh sumber daya dan ikut andil dalam pengambilan keputusan serta kontrol dalam kekuasaan yang dimiliki semua gender untuk menggunakan hak-haknya secara berdaya guna. Hasil riset United Nations (UN) Women, Badan PBB untuk pemberdayaan perempuan, pada Juli 2020 merilis bahwa perempuan lebih banyak menggunakan internet untuk keperluan bisnis dibandingkan laki-laki. Bahkan, di tataran usaha mikro, sebanyak 54 persen perempuan telah mengadopsi penggunaan internet dalam memasarkan dan menjual produknya, dibandingkan dengan usaha mikro laki-laki yang hanya 39 persen memanfaatkan internet. Di level usaha kecil juga, proporsi pemanfaatan internet untuk pengembangan bisnis oleh perempuan tercatat sebesar 68 persen, sementara laki-laki 52 persen. Terlihat bahwa akses terhadap teknologi dan layanan digital berbasis internet merupakan suatu bentuk pemberdayaan perempuan.”
Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Dea menyampaikan bahwa “Terdapat kecenderungan media dalam melakukan komodifikasi peristiwa kekerasan terhadap perempuan, yang dapat dilihat dari ditonjolkannya aspek sensasi ketimbang substansi kejadiannya. Dapat dilihat pula dari pemakaian bahasa dalam penulisan headline. Media dalam melakukan peliputan terhadap korban kekerasan seksual tidak berpihak pada korban dan sebaliknya cenderung mengukuhkan stereotype. Hal ini dapat berdampak buruk pada mental korban saat melihat namanya atau kisah hidupnya diberitakan. Lalu bagaimanakah seharusnya yang dilakukan media ketika membuat berita agar tidak terkesan diskriminatif?”
Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Zahid Asmara, bahwa “Dalam membahas framing media terhadap perempuan, mungkin tidak cukup untuk dibahas di satu webinar. Pada sila ke-dua Pancasila, kita diminta untuk bisa beradab dengan menghargai kesetaraaan gender yang tidak berbanding lurus dengan penyamaan. Penyamaan gender bukan saja menjadi isu yang fokus terhadap perempuan, namun dengan tidak melihat dunia dengan hitam putih.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.