Rendahnya keinginan masyarakat untuk lebih cakap digital, serta budaya masyarakat yang masih selalu ingin sharing tanpa ingin mengetahui kebenarannya terlebih dulu merupakan faktor yang dapat menyebabkan banyaknya berita hoaks ataupun ujaran kebencian di media sosial. Hal-hal negatif seperti itu bukannya mereda, tapi justru semakin mudah ditemukan di ranah digital.
Sesungguhnya cukup sulit untuk mengedukasi orang lain agar mengubah perilakunya dalam rangka mengurangi hoaks dan ujaran kebencian. Untuk itu, lebih baik kita edukasi orang-orang terdekat kita terlebih dulu. Tentunya dengan terlebih dulu memberikan contoh yang baik dalam menggunakan media digital berdasarkan literasi digital yang sesuai.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Kecanduan Digital: NO! Kreatif dan Produktif: YES!”. Webinar yang digelar pada Senin, 27 September 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Amni Zarkasyi Rahman SAP MSi (Dosen Universitas Diponegoro), Dr Arfian MSi (dosen dan konsultan SDM), Dr Dwiyanto Indiahono (Dosen Kebijakan Publik Universitas Jendral Soedirman), Andrea Abdul Rahman Azzqy SKom MSi(Han) (Dosen Universitas Budi Luhur), dan Mohwid (akademisi S3 dan entrepreneur) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya Dwiyanto Indiahono menyampaikan bahwa kecanduan internet adalah keasyikan, dorongan, dan perilaku yang berlebihan atau dikendalikan secara tidak benar mengenai penggunaan internet yang menyebabkan gangguan atau kesulitan dalam beberapa domain kehidupan.
Dr Kristiana Siste SpKJ(K) pada 2019 melakukan survei pada populasi remaja SMP dan SMA di Jakarta, dan hasilnya 31,4 persen remaja kecanduan internet. Hasil penemuan ini lebih tinggi dari kota-kota lain di Asia. Hal ini disebabkan 97 persen remaja memiliki smartphone dan 91,1 persennya mengakses internet di rumah. Remaja yang memiliki masalah emosional sekitar 48,5 persen dan masalah perilaku 56,3 persen mengakibatkan mereka menggunakan internet untuk modifikasi mood.
“Adanya perubahan perilaku dan budaya di dunia maya disebabkan karena dunia maya dianggap bukan bagian dari realitas. Untuk dapat mencegah kecanduan digital, kita dapat lakukan edukasi masyarakat dan orangtua, deteksi dini kecanduan internet dan masalah emosi atau perilaku, lakukan peningkatan aktivitas fisik pada siswa sekolah, serta adakan pelatihan,” jelasnya.
Mohwid selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa kecanggihan teknologi itu membawa hal positif. Namun, juga ada negatifnya semisal kita jadi tidak nyaman karena privasi kita semakin susah untuk dijaga. Untuk para pelajar boleh bermain media sosial tetapi cukup 5 menit saja. Setelah itu gunakan internet untuk mencari informasi dan ilmu, seperti materi-materi pelajaran dan membaca berita-berita terkini agar ketika berkumpul dengan teman-teman apa yang dibahas sangat berbobot dan bermanfaat.
Untuk para pelajar SMK, ia sampaikan agar membuat konten sesuai jurusan seperti tataboga atau otomotif, bisa kita bahas mengenai hal-hal tersebut. Informasikan materi-materi sesuai umur kita dan apa yang kita pelajari di sekolah. Lakukan kolaborasi dengan teman atau sekolah lain. Untuk teman-teman yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, carilah beasiswa dan jurusan sesuai hobi dan minat, jangan ikut-ikutan saja.
Salah satu peserta bernama Nabila Dinah menyampaikan, “Sikap seperti apa yang harus saya ambil sebagai guru dalam membantu berbudaya digital skill para murid yang ke depannya bisa memiliki skill kreatif, inovatif, berkolaborasi, berpikir kritis, maupun memecahkan masalah? Sedangkan saat ini masih banyak anak didik saya menjadi pasif akibat belajar daring.”
Amni Zarkasyi Rahman menjawab, kita pahami bahwa belajar bisa kapan saja dan di mana saja, tetapi bisa menjadi kejenuhan ketika belajar hanya dengan menatap layar. Kita bisa melakukan variasi dalam pembelajaran. Banyak sekali situs yang mendukung pembelajaran, jadi carilah cara agar pembelajaran bisa lebih menarik.
“Bisa membuat video sehingga memicu kreativitas siswa. Siswa bisa membuat konten dari praktik kerja tersebut. Manfaatkan gawai dengan mencari informasi sebanyak mungkin. Juga, belajar bahasa Inggris karena banyak sekali informasi-informasi yang bermanfaat yang disampaikan dengan bahasa Inggris,” jawabnya.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Pusat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]