Di era digital ini, kita sebagai pengguna media digital harus memahami segala bentuk platform yang digunakan. Salah satu platform yang paling sering digunakan adalah media sosial, dengan para penggunanya dapat dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi dalam bentuk blog, jejaring sosial, serta forum dan dunia virtual. Terkait itu, ada tiga jenis informasi yang paling sering mendatangkan sensasi dan digemari publik, yaitu yang bertemakan horor, kekerasan, dan seks.

Oleh karena itu, kita sebagai pengguna media harus memiliki literasi digital yang memadai agar tidak ikut terjerumus dalam penyebaran ketiga informasi tersebut, yang pada dasarnya merupakan hal negatif. Selain itu, kita tidak boleh mudah percaya pada info viral tak terkonfirmasi terkait semua informasi, terutama terkait ketiga informasi jenis tersebut.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Stop di Kamu! Lawan Pelecehan Seksual di Media Digital”. Webinar yang digelar pada Senin (20/9/2021), pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Muchus Budi R. (Kabiro detik.com Jateng-DIY), Prof. Dr. Nadiroh, M.Pd. (Direktur Pascasarjana UNJ Periode 8 November 2019 s/d 23 Juli 2021), Eva Yayu Rahayu (Konsultan SDM & Praktisi Keuangan IAPA), Mikhail Gorbachev Dom (Peneliti Institut Humor Indonesia Kini), dan Riska Yuvista (Miss Halal Tourism Indonesia 2018) selaku narasumber.

Pelecehan

Dalam pemaparannya, Prof. Dr. Nadiroh, M.Pd. menyampaikan, “Pelecehan seksual adalah segala tindakan seksual yang tidak diinginkan, baik fisik maupun non-fisik, baik verbal maupun non-verbal, yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, dipermalukan dan atau terintimidasi. Hal tersebut dapat berbentuk diskriminasi gender, pelecehan seksual sesama jenis, sentuhan yang tidak pantas, pelecehan verbal, pelecehan fisik, pelecehan seksual oleh atasan, dan masih banyak lagi.”

“Hal ini pun dapat terjadi di dunia maya. Untuk melawan hal tersebut, pengguna media digital harus memiliki kecerdasan moral yaitu empati, nurani, pengendalian diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan dalam berinteraksi dengan sesama di ruang digital,” ujarnya.

Riska Yuvista selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa kalau kita mengikuti transformasi digital dari masa ke masa, kita diberikan kemudahan untuk mengakses segala sesuatu yang dampaknya memberikan kenyamanan bagi kita. Hal ini kemudian menjadi habit bagi kita, namun bahkan bisa membuat kecanduan. Dampak positif dari dunia digital yang dapat ia lihat adalah sebagai platform untuk menunjang bisnis, menjalin relasi, dan berkoneksi dengan teman-teman kita yang jauh.

Walau begitu, ia juga melihat bahwa kini banyak sekali di antara kita yang melakukan body shaming, padahal kita tidak berhak untuk mengatur diri orang lain. Ia mengingatkan kepada kita untuk selalu hati-hati dalam mempublikasikan foto di media sosial, karena sudah banyak penyebaran konten di media sosial dan kita harus berhati-hati dalam menjaga diri kita dan orang lain; jangan sampai merugikan diri kita dan orang lain.

Literasi digital sangat penting untuk meminimalisasi pelecehan seksual di media sosial. Hal yang harus kita lakukan yaitu stop penyebarannya, jangan ikut-ikutan, akseslah sesuatu yang bermanfaat, carilah sesuatu yang sumbernya tepercaya, dan jangan melontarkan kata yang dapat menyakiti orang lain.

Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Cynthia Anggraini menyampaikan pertanyaan “Mengapa masyarakat kita bisa sampai pada titik terkesan terhadap atau bahkan menormalisasi pelecehan seksual?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Muchus Budi R. “Itu yang menjadi tugas kita; jangan sampai kita membiarkan hal-hal yang negatif terjadi dan semakin dianggap hal biasa. Hal yang kedua, masyarakat kita sebenarnya masih butuh waktu untuk menuju menjadi masyarakat yang dewasa, tetapi masyarakat kita belum siap.”

“Masyarakat Indonesia sebenarnya sangat beragam jadi belum siap digital secara merata; belum dewasa namun perubahan zaman ke era digital sudah terjadi. Memang kita yang berada di level lebih terdidik soal era digital harus membanjiri teman-teman kita dengan informasi yang bermanfaat dan positif mengenainya agar ranah digital dapat terdominasi dengan pengguna media digital yang bijak,” ujarnya.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.