Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kominfo menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Melawan Provokasi di Dunia Digital dengan bijak”. Webinar yang digelar pada Kamis, 15 Juli 2021 di Kota Tangerang, diikuti oleh ratusan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dr Delly Maulana MPA (Dosen Serang Raya), Wulan Furie MIKom (Praktisi dan Dosen Institut Stiami), Yusuf Mars (Pemred PadasukaTV, Dir Eksekutif ITF), dan Ilham Faris (Kaizen Room).

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Delly Maulana memulai webinar dengan mengatakan bahwa ada dua sisi wajah internet.

Pertama, sisi positif. Internet dapat membantu manusia untuk berinteraksi, bekerja sama, efesiensi, menyebar pengetahuan dan belajar pengetahuan, berbisnis, membuka cakrawala, tidak terbatas ruang dan waktu.

“Sementara sisi negatifnya, internet dijadikan alat untuk kejahatan (kriminal), seperti penipuan, transaksi narkoba, terorisme, ajakan provokasi, pornografi, perdagangan manusia, hingga cyberbullying,” katanya.

Ia menambahkan, provokasi dapat memecah belah dan termasuk dalam perbuatan yang dilarang (cyber crime). Beberapa cyber crime yang diatur dalam UU ITE, antara lain konten ilegal yang terdiri atas kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman, dan pemerasan.

“Untuk itu, diperlukan prinsip cerdas berinternet, yakni berpikir sebelum posting, menyaring sebelum membagikan, membuat dan ikut membanjiri dengan konten-konten positif, bijak saat bermain internet,” kata Delly.

Wulan Furie mengatakan, provokasi adalah sebuah usaha untuk merusak tatanan hidup yang sudah baik dan membangkitkan kemarahan, yang dilakukan oleh orang tidak bertanggung jawab. Orang yang berprovokasi itu adalah provokator. Bentuknya, perseturuan antar-individu dan perseteruan antarkelompok. Dia membuat kalimat-kalimat dan pesan yang kuat sehingga pembuat pembaca terpengaruh.

“Ciri berita provokatif, yakni judul biasanya sudah memiliki unsur menilai, bahkan penghakiman. Memanfaatkan fanatisme pada tokoh, kelompok, atau golongan untuk mengeruk keuntungan, materi menjurus SARA,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Wulan menyebut bahwa digital etiquette itu penting, agar masyarakat dapat menjaga sopan santun dalam percakapan di dunia maya, menjadi pribadi yang lebih baik, dan agar orang mengetahui kita mempuyai etika yang baik.

Meski begitu, Wulan menjelaskan, tidak selalu provokasi berbentuk negatif tapi ada juga provokasi positif. Seperti menghasut untuk donor darah atau melakukan gerakan bersih-bersih lingkungan. Namun, harus mewaspadai isu-isu yang mengarahkan untuk merugikan banyak orang.

“Oleh karena itu, harus melihat isunya terlebih dulu. Jangan termakan segala bentuk provokasi. Bijak menentukan apa provokasi itu positif atau negatif. Bijaksanalah jika ingin menyebar sebuah informasi karena kita bisa menjadi biang keladi sebuah aksi negatif di dunia nyata,” pesannya.

Yusuf Mars menambahkan, budaya digital merupakan budaya yang dibentuk oleh digitalisasi. Sehingga, berbeda dari pendahulunya, yaitu apa yang disebut budaya cetak dan budaya siaran, dalam sejumlah cara berbeda. Misalnya, teknologi digital telah memungkinkan bentuk budaya yang lebih berjejaring, kolaboratif, dan partisipatif.

“Tantangan media sosial yakni fitnah, dusta, tipu-tipu intoleran, radikalisme,” ucapnya.

Cara memerangi provokasi di era digital bisa dilakukan dengan teknologi, pendekatan hukum, pendekatan sosio kultural, kontrol diri, edukasi dan bijak bersosmed, berpikir kritis, hindari berpikir indoktrinatif, lawan dengan konten positif.

“Kendalikan jari kita, jangan sampai jari kita lebih cepat dari otak kita. Saat ini banyak masyarakat yang dijajah oleh media sosial. Banyak perkataan yang diputar balikkan sehingga memberikan informasi yang menyesatkan, menimbulkan fitnah, perpecahan,” jelas Yusuf.

Sebagai pembicara terakhir, Ilham Faris memaparkan, digital safety adalah kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan tingkat keamanan digital dalam kehidupan sehari- hari untuk kegiatan positif.

“Lalu tidak merugikan diri sendiri atau orang lain, serta lebih bijak dalam menggunakan fasilitas tersebut,” ujarnya. Ia menambahkan, karakteristik masyarakat digital (digital society) yakni tidak menyukai aturan, senang mengekspresikan diri, dan berinteraksi di media sosial.

Ia menyebut, prinsip tangkas berinternet yakni cerdas berinternet, cermat berinternet, tangguh berinternet, bijak berinternet, berani berinternet. Sementara tips tangkal kejahatan digital bisa dengan terapkan “JAGA”.

“Jangan asal transfer uang ke siapapun, amankan data pribadi (OTP, nomor kartu ATM/debit/kredit, PIN dll), gunakan identifikasi, dan adukan hal yang mencurigakan,” beber Ilham.

Peserta bernama Naomi bertanya, bagaimana cara mengajarkan kepada anak usia 10 tahun agar dia tidak mudah terprovokasi oleh segala sesuatu yang ada di dunia digital?

“Ada beberapa software untuk mengawasi anak kita biar selancar. Lebih baik selalu gunakan software parents untuk anak-anak untuk bisa memverifikasi berita yang tidak bisa dilihat anak-anak. Jadi orangtua harus cakap digital terlebih dulu. Banyak sekali sumber informasi agar berkompeten dalam digitalisasi,” jawab Delly.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]