Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kominfo menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Go Cashless: Jenis-jenis Transaksi Digital di era New Normal”. Webinar yang digelar pada Kamis, 15 Juli 2021 di Kota Serang, diikuti oleh ratusan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Erista Septianingsih (Kaizen Room), Dewi Rahmawati (Product Manager Localin), Fariz Zulfadhli (CEO of @kubikkreatif), dan Ali Elanshory (Account Excecutive Mediate Indonesia).

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Erista Septianingsih membuka webinar dengan mengatakan bahwa transaksi digital adalah pembayaran non tunai seperti mobile banking atau perangkat transaksi virtual lainnya.

“Tersedianya fasilitas ini, membuat orang tidak perlu beranjak dari tempat duduk untuk bertransaksi. Hanya melalui smartphone yang terhubung internet, semua bisa dilakukan,” tuturnya.

Adapun jenis- jenis transaksi digital adalah e-wallet, atau uang elektronik berbasis aplikasi yang bisa diakses menggunakan jaringan internet. Lalu e-money, uang elektronik berbentuk kartu untuk menyimpan informasi saldo.

“Kalau mau pakai e-money tinggal tap. Terakhir ada e-banking, yaitu layanan melalui jaringan internet untuk melakukan transaksi perbankan dan mendapatkan informasi lainnya melalui website milik bank,” jelas Erista.

Menurutnya, barang yang paling banyak dibeli melalui e commerce adalah produk fashion, gadget, elektronik, kosmetik, makanan, travel, tagihan, buku, dan tiket. Dalam situasi pandemi seperti saat ini, 55 persen masyarakat mengaku lebih sering berbelanja online dan akan semakin sering ke depan.

Erista menambahkan, sedangkan 81 persen yang berbelanja secara online, paling sedikit belanja satu kali dalam seminggu. Kemudahan transaksi cashless sendiri yakni praktis, efisien dan mudah, bertransaksi bisa di mana saja, banyak promosi atau diskon yang menarik, memiliki risiko lebih rendah, serta terdapat histori transaksi.

“Tantangan dari transaksi digital yaitu menjadi lebih konsumtif, rentan dengan cyber crime, perlu pemahaman teknologi, menimbulkan hutang, dan sinyal data berpengaruh terhadap keberhasilan transaksi,” ujarnya.

Erista pun memberikan tips mengelola dompet digital. Tetapkan budget untuk dompet digital, gunakan saat dibutuhkan saja, hindari transaksi e-wallet dalam satu waktu, manfaatkan promo e-wallet yang terbesar, jangan keseringan top up, hindari fasilitas pay later, dan monitor pengeluaran e-wallet secara berkala.

Dewi Rahmawati menambahkan, digital ethics merupakan kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital dalam kehidupan sehari-hari.

Ruang lingkup etika meliputi kesadaran, integritas, tanggung jawab, dan kebajikan. “Alasan menggunakan cashless biasanya gampang diakses, cepat, melewati batas negara, dan monitoring yang gampang,” ujarnya.

Ali Elanshory mengatakan, transaksi digital adalah pembayaran non tunai seperti mobile banking. “Transaksi digital dinilai lebih efisien dan efektif, dalam pembayaran sebuah produk secara online.”

Dalam industri 4.0, financial technology dikenal dengan adanya istilah crowdfunding atau penggalangan dana merupakan salah satu model fintech yang sedang populer di berbagai negara. Kalu ada microfinancing yang merupakan salah satu layanan fintech dalam menyediakan layanan keuangan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, untuk membantu kehidupan dan keuangan.

“Selain itu ada P2P lending service, jenis ini lebih dikenal sebagai fintech untuk peminjaman uang yang membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan. Fintech ini bergerak di bidang penyediaan layanan berupa pembayaran semua tagihan seperti pulsa dan pascabayar, kartu kredit, atau token listrik PLN,” jelasnya.

Sebagai pembicara terakhir, Fariz Zulfadhli, menjelaskan, transaksi online terpopuler di Indonesia yakni transfer antarbank, cash on delivery (COD), dan rekening bersama (rekber). Adapun modus kejahatan terbanyak adalah phishing atau kejahatan penipuan dengan menciptakan halaman website palsu dari suatu perusahaan yang bertujuan memancing pengguna internet memberikan rincian informasi lain.

“Agar aman dalam transaksi online, selalu update dengan modus-modus kejahatan, membuat password dengan tingkat kesulitan tinggi, batasi publikasi data dan informasi personal yang sensitif, selalu logout setelah transaksi, hanya berbelanja di situs-situs tepercaya, dan tidak menggunakan wifi publik,” ujarnya.

Salah satu peserta Nur Mulia bertanya, apakah sistem pembayaran digital saat ini bisa dijadikan sebagai alternatif rekening bank untuk menjadi tempat menabung?

Menjawab hal tersebut, Erista mengatakan, pastinya bisa karena kita bisa isi saldo dan simpan uang kita juga. Sekarang dompet digital sudah menyediakan fitur untuk investasi misalnya dari Link Aja. “Link Aja bisa untuk membuka rekening, dulu kita buka rekening harus ke bank, ngantre, isi formulir, ngantre di teller kadang itu bikin malas. Tapi sekarang dengan kecanggihan teknologi sudah bisa membuka rekening online seperti Jenius, banyak juga bank-bank lain yang membuka rekening secara online tentunya itu sangat mudah.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]