Pembangunan infrastruktur menjadi agenda penting pemerintahan Jokowi-JK. Hal itu terlihat antara lain dari meningkatnya anggaran infrastruktur dari tahun ke tahun. Jika pada 2014 anggaran infrastruktur Rp 154,7 triliun, pada 2016 mencapai Rp 269,1 triliun, dan pada pada APBN-P 2017 mencapai Rp 401,1 triliun. Tahun depan, pemerintah menaikkan lagi anggaran infrastruktur menjadi sekitar Rp 410 triliun.
Pembangunan masif itu bertujuan meningkatkan daya saing global. Menurut laporan Global Competitiveness Index 2017–2018 oleh World Economic Forum, daya saing Indonesia meningkat dari peringkat ke-41 pada 2016 menjadi ranking 36 tahun 2017.
Industrialisasi lebih lanjut tidak dapat berhasil tanpa seiring pembangunan infrastruktur yang lebih baik, utamanya dalam sektor pertanian yang penting dan sektor tersier yang berkembang pesat, utamanya di layanan di pusat kota. Industrialisasi lebih lanjut juga menuntut pembangunan infrastruktur di bidang transportasi dan sanitasi. Terkait hal itu, sumber daya manusia (SDM) berkualitas dan inovasi dibutuhkan dalam mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan di Asia.
Hal itu disampaikan Profesor Lim Chong Yah, profesor emeritus dari National University of Singapore (NUS) dan Nanyang Technological University (NTU) Singapura, dalam Wisuda Magister Manajemen dan Sarjana Ekonomi Prasetiya Mulya 2017 di Jakarta Convention Center, Kamis (14/12).
Terkait pengembangan SDM, menurut Rektor Universitas Prasetiya Mulya Dr Djisman S Simandjuntak, Indonesia masih mengalami masalah kemampuan menggunakan pengetahuan. Hal yang membuat Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Universitas Prasetiya Mulya menganut model pembelajaran learning by enterprising. “Jadi, tidak hanya menguasai pengetahuan, tetapi juga belajar menggunakan pengetahuan,” ujar Djisman. Pada praktiknya, hal itu dilakukan dengan melatih mahasiswa dalam ekosistem bisnis.
Lebih jauh, Dekan Sekolah Bisnis dan Ekonomi Universitas Prasetiya Mulya Profesor Agus W Soehadi menyatakan, para lulusan Universitas Prasetiya Mulya diharapkan dapat memberikan dampak pada masyarakat dan lingkungan. Mahasiswa didorong untuk berpikir secara ekosistem, tidak hanya menyangkut satu industri, tetapi juga bermacam-macam industri lain, bahkan di tingkat global.
Membangun jejaring global menjadi salah satu kunci sukses pebisnis masa depan. Untuk itu, mahasiswa harus memiliki kemampuan memahami dan beradaptasi dengan perbedaan budaya. Untuk itu, Universitas Prasetiya Mulya mengadakan program Korea-Indonesia-Taiwan (KIT) Project, berkolaborasi dengan Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST) dan National Taiwan University (NTU).
Lebih jauh lagi, menurut Agus, pihaknya juga berencana mengembangkan sejumlah program baru. Di antaranya Global Executive MM (GEMM). Hal itu didasari kenyataan bahwa kelemahan perusahaan-perusahaan Indonesia dalam hal ekspansi ke luar negeri. Akhirnya, justru perusahaan-perusahaan asing yang masuk ke dalam negeri. Padahal, potensi perusahaan-perusahaan cukup besar.
Menjadi yang terbaik
Manfaat kerja sama itu antara lain dirasakan oleh M Hira Kurnia MM-SI, VP Human Capital dan Facility PT XL Axiata Tbk. XL Axiata menjadi salah satu perusahaan yang diajak bekerja sama dalam KIT Project. Menurut Hira, melalui pengalaman tersebut ia menjadi memiliki referensi yang luas hingga ke tingkat regional.
Universitas Prasetiya Mulya menjadi pilihan XL Axiata Indonesia untuk meningkatkan kemampuan para talent di perusahaan, termasuk Hira sendiri. Ia mengikuti program MM di Universitas Prasetiya Mulya, mengambil konsentrasi Strategic Business Innovation. Menurut Hira, manfaat perkuliahan tidak harus menunggu selesai kuliah untuk dapat diterapkan. “Sebelum lulus pun sudah bisa diterapkan,” paparnya.
Hal senada juga disampaikan Stephanus Tanudjaja MM-SI. Ia lulus dengan menyandang IPK 4 sehingga menjadi The Best in Class dan Cum Laude. Menurut Stephanus, dalam perkuliahan di Universitas Prasetiya Mulya terjadi interaksi antarmahasiswa sehingga mereka dibentuk untuk memiliki daya kritis, berpikir strategik, dan sistematis. Materi yang diberikan juga up to date, seimbang antara teori dan praktik, serta banyak studi kasus yang memungkinkan mahasiswa dapat berdiskusi sehingga memperluas wawasan.
Hal itu juga diamini oleh David Thamrin. Bagi David, pengalaman belajar di Universitas Prasetiya Mulya menjadi pengalaman transformasional yang mengubah dirinya menjadi lebih bisa berpikir strategik, berorientasi pada penyelesaian masalah (problem solving), dan berkolaborasi. Atmosfer di Universitas Prasetiya Mulya dirasakannya selalu mendorong untuk menjadi yang terbaik.
Semangat untuk menjadi yang terbaik juga dirasakan oleh Haris Handy MMR. Berlatar belakang engineering, Haris bermaksud memperlengkapi diri dengan belajar bisnis. Namun, apa yang diperolehnya di Universitas Prasetiya Mulya jauh melebihi ekspektasinya. Saat kuliah, ia mengikuti kompetisi bisnis yang diadakan oleh Sasin School of Management, sekolah bisnis terkemuka di Thailand.
Dalam kompetisi, mereka diperhadapkan dengan studi kasus riil yang dialami salah satu bank terkemuka di Thailand. Dengan bantuan para dosen Universitas Prasetiya Mulya, Haris dan tim berhasil menjadi juara pertama dan meraih penghargaan yang diberikan oleh Raja Thailand. Kemenangan itu, menurut Haris, diraih tidak sekadar karena ide bisnis yang inovatif, tetapi juga tepat sasaran, yaitu sesuai dengan kebutuhan masyarakat Thailand. [IKLAN/ACA]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 19 Desember 2017