Di era digital ini banyak pengguna medsos yang hanya menelan mentah kata ‘kebebasan’ tanpa dengan rem batasan. Saling serang karena beda idola atau fans sepak bola, mencaci maki hingga menimbulkan cyberbullying yang merusak psikologi korban, khususnya anak. Terkait itu, kita harus memantapkan cara mendidik budaya secara baik dan benar kepada para pengguna media digital agar dapat mengurangi cyberbullying.

Budaya harus dilestarikan dan kita harus didik anak pun mulai dari dini. Perlunya ada komunikasi dengan anak, dan hal ini membutuhkan dukungan dari semuanya. Sebagai pihak yang lebih tua, kita perlu menjadi sosok sahabat; jalankan komunikasi dengan aktif dengarkan dan tanyakan padanya mengenai aktivitasnya di internet.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Stop di Kamu! Lawan Pelecehan Seksual di Media Digital”. Webinar yang digelar pada Senin (25/10/2021), pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Annisa Choiriya (Kaizen Room), Eva Yayu Rahayu (Konsultan SDM dan Praktisi Keuangan & IAPA), Mikhail Gorbachev Dom (Peneliti Institut Humor Indonesia Kini), Choirul Fajri, S.I.Kom., M.A. (Kepala Biro Kemahasiswaan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta), dan Reni Risty (Presenter Cahaya Pagi Trans7) selaku narasumber.

Pelecehan

Dalam pemaparannya, Mikhail Gorbachev Dom menyampaikan, “Penyebab pelecehan online cukup beragam, bahkan termasuk dipengaruhi pandangan politik, penampilan fisik, gender, ras atau etnis, agama, dan orientasi seksual. Jenis pelecehan online yang banyak diterima oleh korban di ranah online adalah julukan menyakitkan, olokan yang memalukan, ancaman fisik, pelecehan terus menerus, dan juga stalking.”

“Perlu diketahui bahwa sebanyak 54 persen pria menilai bahwa pelecehan online merupakan persoalan besar, dan untuk wanita angkanya berada di sebesar 70 persen. Sebagai pengguna media digital, perlu menerapkan etika berinteraksi di media sosial; perlu sopan, bijaksana, tetapi jangan takut untuk melaporkan hal-hal negatif. Jangan mendistribusikan konten negatif serta jangan sembarangan posting di media sosial karena dapat berakibat kepada bocornya data pribadi kita ke pihak lain. Maka itu, penting juga untuk mempelajari fitur keamanan digital.”

Reni Risty selaku narasumber Key Opinion Leader menyampaikan, ruang digital sekarang makin menyenangkan kalau digunakan dengan bijak. Di media sosial bisa saling bersilaturahmi, bisa belanja secara online, bisa sekolah daring, begitu mudahnya di ruang digital. Walau begitu, ada sisinya yang kurang baik dan tidak menyenangkan; banyak hoaks muncul di media sosial, dan itu merupakan salah satu yang harus dihindari. Ia pun berbagi bahwa dulu pernah ada yang edit fotonya tanpa persetujuan, dan ia segera mereportnya.

Gara-gara hal itu ia sempat untuk menutup akun media sosial dan sekarang aku juga mem-private akunnya, karena menyadari bahwa hal itu bisa jadi jejak digital dan merusak masa depan, maka harus berhati-hati saat berfoto diri. Harus berhati-hati lagi, dan dipikir-pikir lagi apakah ada dampaknya atau tidak. Harus berpikir dengan memposting-posting sesuatu di media sosial; jangan mentang-mentang itu sosial media kita sendiri bukan berarti kita bebas melakukan apa saja tanpa dipikirkan dampaknya.

Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Karina Fatma menyampaikan pertanyaan, “Maraknya tindakan pelecehan seksual di media sosial membuat kita harus berhati-hati dalam bermedia sosial, lalu bagaimana saat kita mengalami pelecehan seksual di media digital oleh akun fake yang tidak jelas mengirim DM akun media sosial kita dengan mengirimkan gambar porno dan mengajak video call adegan porno? Lalu tindakan apa yang harus kita lakukan saat mengalami hal tersebut? Apakah ada cara melaporkan pelanggaran tersebut?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Annisa Choiriya. “Abaikan, kalau bisa laporkan maka laporkan saja. Ingatkan dengan jejak digital, beri tahu kalau jejak digital ada dan tidak bisa dihilangkan. Laporkan di platform media sosialnya, biasanya mereka akan minta konfirmasi dengan jelas, kalau tidak terhapus juga maka bisa lapor ke polisi siber.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.