Sudah diketahui bersama bahwa bullying memang sudah terjadi sejak dulu. Namun, sayangnya, kini pada era digital, aksi ini semakin mudah dilakukan dengan adanya kemudahan berkomunikasi.

Perundungan atau bullying adalah perilaku yang tidak menyenangkan secara verbal, fisik, ataupun sosial di dunia nyata maupun dunia maya, membuat seseorang merasa tidak nyaman dan sakit hati, dan tertekan baik dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok. Pada era digital ini, kita semua semakin terhubung dengan kehidupan orang lain melalui internet, termasuk hal-hal privasi orang lain sehingga semakin mudah untuk melakukan perundungan, seperti meninggalkan komentar mencibir atau kebencian.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Saatnya Bersuara Melawan Cyberbullying di Indonesia!”. Webinar yang digelar pada Kamis, 1 Juli 2021, ini diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Dalam forum tersebut, hadir Ayrton Eduardo Aryaprabawa (Founder dan Director CREVOLUTIONZ), Denisa N Salsabila (Kaizen Room), Shandy Aditya BIB MPBS (dosen Bisnis Digital UNJ), Akhmad Firmannamal (praktisi kehumasan Kementerian Sekretariat Negara), dan Diaz Dinar (podcaster dan penyiar radio) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Ayrton Eduardo Aryaprabawa menyampaikan informasi bahwa bentuk-bentuk perundungan kini sama dasarnya antara dunia nyata dengan dunia digital, hanya instrumen masa kini sudah berbeda. Bullying di dunia digital lebih ke aksi verbal, seperti memaki, bergosip, menghina, dan mempermalukan. Hal yang harus disadari oleh kita sebagai pengguna media digital adalah walau kini sangat mudah dilakukan, perbuatan perundungan dapat mengakibatkan hukuman atau sanksi, baik berupa sosial maupun hukum.

“Berdasarkan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015, pelaku perundungan dapat diberikan teguran lisan, tertulis, atau sanksi lain yang bersifat edukatif pada peserta didik. Untuk anggota akademisi seperti guru dan tenaga pendidikan, dapat diberikan terguran lisan, tertulis, pengurangan hak, atau pemberhentian dari jabatan. Menurut UU Nomor 35 Tahun 2014, pelaku perundungan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau denda Rp 72 juta. Lalu, menurut UU Nomor 11 Tahun 2008, pelaku perundungan scara siber dapat dipindana penjara paling lama 6 tahun atau denda maksimal Rp 6 miliar,” jelas Ayrton.

Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satunya bernama Zabrina Haria Yuniar. Ia menyampaikan bahwa media sosial diharapkan hanya menyajikan informasi positif. Namun, pada realitanya, informasi negatif justru mudah tersebar meluas dan mendapat popularitas tinggi yang berdampak pada tenggelamnya informasi positif.

“Bagaimana cara untuk membentuk kewaspadaan yang dapat menahan diri untuk tidak semakin menanggapi informasi negatif agar tidak semakin naik popularitasnya?” tanyanya.

Denisa N Salsabila menjawab, jika kita menemukan konten yang kurang baik bagi diri kita dan follower lain, kita bisa menggunakan fitur lapor di tiap media sosial. Lalu jika ada yang sudah sangat mengganggu, bisa di-mute atau bahkan diblok, tergantung itensitas konten-konten negatifnya.

“Kita juga dapat membagikan pengetahuan kita terhadap kewaspadaan akan konten-konten tersebut di akun media sosial kita karena kita tidak dapat mengubah sikap orang lain selain diri sendiri sehingga harus bisa mengendalikan alur masuknya konten-konten negatif tersebut,” ujar Denisa.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.