Generasi melek digital merupakan generasi yang sudah tergantung dengan teknologi digital, seperti langsung menggunakan ponsel ketika bangun tidur. Kebiasaan baru itu merupakan hal yang kita harus hadapi dalam memasuki era informasi digital saat internet menjadi kebutuhan pokok.

Teknologi digital membentuk dan memengaruhi pola interaksi yang semula personal menjadi lebih impersonal, dan bahkan menghilangkan batas umur, budaya, strata sosial, wilayah, hingga bahasa. Terbukanya batasan para pengguna tersebut membuat pola pergaulan di teknologi digital antara manusia menjadi lebih setara. Sesama manusia semakin intens berkomunikasi melewati dunia digital, yang walaupun banyak dapat dirasakan manfaatnya, tetap tidak terhindar dari tantangan.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Generasi Makin Cakap Digital, Kita Bisa!”. Webinar yang digelar pada Kamis, 1 Juli 2021, ini diikuti oleh ratusan peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Sutan Takdir Ali Sabana MSos (STAIINDO), Athif Thitah Amithuhu (Media Sastra Online Ceritasantri.id), Indah Suryawati SSos MSi (dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur Jakarta), dan Arya Purnama (Putra Pariwisata Nusantara 2018) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Sutan Takdir Ali Sabana menyampaikan bahwa generasi zaman ini tentu sudah cakap digital, tetapi masih belum menguasai dan paham mengenai kemajuan tekonologi untuk kemudahan kehidupan masyarakat. Walau begitu, sebagian masyarakat Indonesia cendrung dipersulit dengan internet karena banyak yang menyalahgunakan internet dengan konten-konten negatif dan tidak dibarengi dengan bertumbuhnya minat baca atau literasi.

“Hal tersebut dicontohkan dengan netizen Indonesia yang terkenal masif dan dianggap “cerewet” karena masih banyak yang sekadar bereaksi tanpa mencerna informasi yang diterima secara utuh. Generasi muda yang mengeluarkan omongan toxic harus diberi pendidikan literasi digital secara menyeluruh,” kata Sutan.

Salah satu peserta bernama Abdur Rosyid menyampaikan, berbicara soal nilai integritas berselancar di media sosial, ada contoh kasus di suku pedalaman. Sebelum era dunia digital, mereka sudah membangun nilai integritas, tetapi nilai integritas di dunia nyata menurun saat era digital masuk.

“Bagaimana caranya menstabilkan dunia digital dan dunia nyata dalam nilai integritas?” tanyanya.

Athif Thitah Amithuhu menjawab, kita harus menerapkan literasi dengan membaca buku atau media online, dan pahami konten-konten tersebut secara utuh. Hal tersebut akan berujung pada kita dapat membuka diri sebagai individu.

“Kedua, hal tersebut dapat melatih kita untuk kritis. Ketiga, adat istiadat yang memiliki latar belakang budaya saling beragam dapat mengaplikasikan nilai kesopanan yang sudah tertanam di budaya Indonesia atau budaya tiap suku adat tertentu,” ujar Athif.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.