Dalam usianya yang kini genap 62 tahun, Pertamina semakin dekat dengan visinya “Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia”. Melalui sejumlah pencapaian dan prestasi yang telah diraih, perusahaan ini optimistis dapat menjadi yang terdepan dalam mendukung cita-cita pemerintah mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi nasional.

Komitmen itu ditegaskan oleh Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati. “Per­tamina akan memberikan kontribusi yang terus me­ning­kat untuk negara,” ujar Nicke.

Ia menyebutkan, total kontribusi Per­tamina Grup di APBN pada 2018 mencapai Rp 120,8 triliun yang terdiri atas setoran pajak dan dividen. Nilai ini tercatat sebagai kontribusi terbesar sepanjang sejarah Pertamina sejak berdiri 62 tahun silam. Di luar nilai tersebut, Pertamina juga berkontribusi melalui setoran di sektor hulu, seperti signature bonus dan government entitlement yang mencapai Rp 154 triliun pada 2018.

Agresif

Sesuai amanat undang-undang, Pertamina merupakan BUMN energi yang menjalankan fungsi strategis untuk mendukung Peme­rintah dalam pengelolaan energi nasional. Dalam mengelola energi nasional, Pertamina mengacu pada aspek ketersediaan (availability), kemudahan akses (accessibility), keterjangkauan (affordability) dan pengembangan energi hijau dan BBM berkualitas (acceptability), serta berkelanjutan (sustainability).

Di sektor hulu, Pertamina menjalankan strategi menjaga produksi migas dengan berbagai upaya. Di antaranya adalah dengan mengalokasikan anggaran investasi hingga 2,6 miliar dollar AS atau sekitar 60 persen dari total rencana investasi Pertamina pada tahun 2019. “Komitmen tersebut akan dipertahankan bahkan ditingkatkan pada tahun 2020 dan seterusnya untuk peningkatan produksi migas nasional,” ujar Nicke.

Selain itu, perusahaan melakukan pengeboran sumur baru secara agresif, baik dalam bentuk pengeboran sumur pengembangan maupun sumur eksplorasi di wilayah kerja eksisting. Dan untuk memaksimalkan produksi dari lapangan yang sudah mature, perusahaan juga mengoptimalisasi fasilitas produksi termasuk penerapan teknologi EOR.

Upaya optimal tersebut tidak hanya untuk menjaga produksi pada 2019 pada kisaran 910 ribu barrel setara minyak per hari (MBOEPD), tetapi juga produksi pada 2020 yang diperkirakan naik menjadi 923 ribu MBOEPD dan pada 2021 yang mencapai 1 juta MBOEPD. Sedangkan untuk menjaga kesinambungan produksi, Pertamina terus aktif melakukan eksplorasi mencari sumber cadangan baru melalui program seismik yang berhasil menemukan cadangan yang cukup besar seperti di Jambaran Tiung Biru dan Blok Nunukan.

Tidak hanya di dalam negeri, Pertamina melalui PT Pertamina Internasional EP (PIEP) juga mengelola lapangan migas di luar negeri untuk membantu memenuhi kebutuhan pasokan minyak dan gas bumi dalam negeri. Saat ini, terang Nicke, Pertamina telah hadir di 13 negara, baik sebagai operator, sebagai mitra maupun dalam bentuk kepemilikan perusahaan yang dikontrol Pertamina. Total produksi migas lapangan luar negeri tersebut mencapai 101 ribu BOPD minyak bumi dan 268 juta MMSCFGPD gas bumi.

Mandiri

Untuk mendorong kemandirian energi, banyak cara yang sudah dilakukan Pertamina agar impor berkurang, baik dalam bentuk minyak mentah maupun BBM.

Seperti memaksimalkan penyerapan mi­nyak mentah dan kondensat produksi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam negeri yang merupakan bagian negara. Dengan dukungan dari pemerintah, melalui cara ini, impor minyak mentah nasional dapat berkurang hingga 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Di sektor pengolahan, insan Pertamina berhasil melakukan inovasi sehingga kilang Pertamina dapat memproduksi Solar dan Avtur yang mencukupi kebutuhan dalam negeri sehingga tidak ada lagi impor Solar dan Avtur sejak pertengahan 2019.

Inovasi juga dilakukan melalui Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC) yang berdampak pada peningkatan produksi Pertamax hingga 66 persen dan peningkatan kualitas produk sesuai standar EURO IV.

Di sisi distribusi, setelah sukses menjalankan kebijakan B20 sejak September 2018, Pertamina juga telah mengimplementasikan penyediaan Biosolar dengan kandungan FAME sebanyak 30 persen atau B30 sejak November 2019. Hal ini lebih cepat satu bulan dari kebijakan pemerintah yang mewajibkan B30 pada Januari 2020. Melalui penyediaan B30 ini, Pertamina mendorong kemandirian energi nasional karena bahan bakar nabati dapat dipasok dari dalam negeri sekaligus mendukung sektor perkebunan sawit.

Upaya kemandirian energi lainnya diwujudkan melalui pengembangan kilang yang meliputi Refinery Development Master Plan (RDMP) di 4 lokasi yaitu Balikpapan, Cilacap, Balongan, dan Dumai serta proyek Grass Root Refinery (GRR) di 2 lokasi yaitu Tuban dan Bontang. Semua proyek ini menunjukkan progres nyata dengan telah dimulainya pekerjaan konstruksi dan adanya kepercayaan institusi keuangan di RDMP Balikpapan, percepatan proses pengadaan untuk RDMP Balongan, sejumlah contract award di beberapa lokasi RDMP dan GRR, serta penunjukan lokasi untuk proyek pembangunan kilang baru.

Tidak hanya fokus untuk penyediaan BBM dan LPG, Pertamina juga berencana membangun Kompleks Petrokimia berka­pasitas 350 ribu ton per tahun di Jawa Barat, Green Refinery Plaju berkapasitas 3 juta ton per tahun dan bekerja sama dengan PT TPPI untuk memaksimalkan kilang petrokimia dengan penyerapan bahan baku hingga 100 ribu barrel per hari.

Melalui sejumlah proyek strategis nasional ini, diharapkan kapasitas kilang meningkat dari 1 juta menjadi 2 juta barrel per hari dengan kualitas BBM standar Euro V. Demikian pula, volume produksi BBM naik signifikan dari 95 juta barrel per hari menjadi 200 juta barrel per hari dan volume produksi Petrokimia naik dari 600 ton per tahun menjadi 6.600 ton per tahun.

Proyek ini juga mendorong perekonomian dengan sejumlah multiplier effect, seperti penyerapan tenaga kerja, penguatan cadangan devisa, penyerapan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), hingga peningkatan GDP nasional.

Andal

Untuk meningkatkan keandalan menyediakan energi hingga ke pelosok negeri, Per­ta­mina menjalankan 364 proyek infrastruktur hilir yang sebagian di antaranya telah selesai pada 2019. Dengan selesainya sejumlah proyek ter­se­but di tahun ini, telah memberi tambahan kapasitas penyimpanan nasional untuk LPG sebe­sar 110 ribu MT dan BBM sebanyak 157 juta liter.

Sebagian besar proyek yang sudah selesai itu adalah untuk mengoptimalkan distribusi di wilayah timur Indonesia seperti pemba­ngunan Terminal BBM, Terminal LPG, Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) hingga pembangunan kapal untuk pengangkutan minyak. Adanya tambahan infrastruktur ini membuat proses distribusi ke wilayah timur menjadi lebih efektif dan efisien.

Untuk memastikan pemerataan energi tersebut, Pertamina juga telah sukses menuntaskan 161 titik BBM Satu Harga, menerapkan One Village One Outlet LPG, menggalakkan Pertashop yang bekerja sama dengan BUMDes di 50 titik, dan membangun 14 SPBU di Tol Trans Jawa dan Sumatera.

Sedangkan untuk memastikan keandalan pelayanan langsung ke masyarakat, Pertamina juga menerapkan digitalisasi SPBU sehingga dapat memonitor stok dan penjualan berbasis realtime melalui online dashboard. Selain itu, menyediakan Pertamina Delivery Services, yaitu konsumen dapat menikmati pelayanan BBM dan LPG hanya dengan menghubungi call center 135.

Kelas dunia

Tidak hanya unggul di dalam negeri, Pertamina telah menunjukkan eksistensinya di sejumlah negara lain. Seperti produk pelumas Pertamina yang telah merambah pasar internasional di 17 negara termasuk membangun pabrik berstandar internasional di Indonesia dan Thailand. Begitu juga dengan industri pe­nerbangan, yaitu Avtur Pertamina telah dipa­sarkan di 60 airport seluruh dunia.

Selain itu, sejumlah produk Petrokimia telah memasuki pasar internasional, di antaranya Green Coke, Exdo-4 dan SF-05. Terakhir, pada 2019, Pertamina juga mulai merambah ke bisnis bunker (pengisian bahan bakar kapal laut) dengan target awal pasar di Singapura.

Untuk mengakselerasi bisnis ke depan, Pertamina percaya tidak lepas dari kebutuhan kualitas SDM yang unggul. Menurut Nicke, dari sekitar 32 ribu karyawan Pertamina saat ini, sekitar 62 persen di antaranya adalah milenial atau mereka yang berusia di bawah 35 tahun. “Bahkan, posisi-posisi kunci di Pertamina, baik di Pertamina maupun di anak perusahaan, sudah banyak yang dipegang oleh milenial,” papar Nicke.

Segala pencapaian dan upaya yang sudah dilakukan tersebut, semakin mengukuhkan posisi Pertamina di kancah internasional. Salah satunya terbukti dengan masuknya Pertamina di peringkat 175 dalam Fortune 500 pada 2019.

Kini, Pertamina semakin yakin dan percaya bahwa visi perusahaan menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia semakin dekat. [*]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 10 Desember 2019.