Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kominfo menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Paradigma Pendidikan Anak dalam Keluarga di Era Digital”. Webinar yang digelar pada Jumat, 23 Juli 2021 di Kota Serang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Aidil Wicaksono (Kaizen Room), Dr Leviane JH Lotulung SSos MIKom (Dosen Fisipol Universitas Sam Ratulangi), Ridwan Muzir (Peneliti dan Pengasuh Tarbiyahislamiyah.id), dan Meidine Primalia (Kaizen Room).
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Aidil Wicaksono mengawali webinar dengan mengatakan, ada beberapa karakter dari masyarakat digital (digital society).
Pertama, cenderung tidak menyukai aturan yang mengikat atau tidak suka diatur-atur. Kedua, senang mengekspresikan diri, khususnya melalui media sosial. Ketiga, terbiasa untuk belajar bukan dari instruksi melainkan dengan mencari, dan tidak ragu untuk men-download dan upload.
“Mereka juga merasa tidak eksis bila tidak meng-upload. Untuk itulah diperlukan digital skills, yakni kemampuan dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak teknologi informasi dan komunikasi, serta sistem teknologi lainnya,” tutur Aidil.
Ia menambahkan, sejumlah pakar sepakat masa anak-anak terentang pada usia 0-18 tahun. Pada rentang usia ini seorang anak tengah berada pada masa pertumbuhan baik secara fisik, kognitif, atau moral.
“Maka jadilah orangtua paket lengkap. Seperti tidak gagap teknologi, hindari bilang jangan, awasi tapi jaga privasi dan menjadi contoh baik,” harapnya.
Ridwan Muzir menjelaskan, ada macam-macam paradigma pengasuhan anak. Di antaranya, paradigma otoriter yakni anak dibesarkan dan dididik orangtua yang bersikap seperti komandan pasukan. Lalu ada paradigma permisif yang orangtua pada dasarnya membiarkan anak tumbuh, besar, dan belajar sendiri.
Berikutnya paradigma pragmatis, yakni orangtua bertindak seperti manajer perusahaan, anak jadi karyawan, orangtua hanya peduli pada hasil dan produksi, anak harus ikut prosedur dan kemauan orangtua agar hasil bisa dicapai.
“Terakhir ialah paradigma dialogis di mana anak dibesarkan, dirawat, dididik bagaikan tanaman. Orangtua adalah petani yang menjaga dan merawat anak agar kelak di masa depannya membuahkan kebaikan bagi diri si anak dan orang lain,” ungkapnya.
Menurutnya, orangtua adalah panutan dan guru pertama bagi anak. Peran itu bisa berjalan baik, jika anak mengakui wewenang orangtua sebagai guru yang akan dia gugu (percaya) dan tiru, orangtua harus punya legitimasi di mata anak.
“Legitimasi hanya bisa diperoleh orangtua dari anak-anaknya jika perkataan atau perintahnya konsisten atau sesuai dengan perbuatan. Cara menanamkan etika pada anak di era digital, yakni kesadaran, pendisiplinan, tauladan, dan dialogis,” tambahnya.
Leviane turut menjelaskan, paradigma yaitu cara pandang seseorang terhadap sesuatu, yang memengaruhinya dalam berpikir. Sedangkan era digital, yaitu suatu kondisi kehidupan atau zaman, di mana semua kegiatan yang mendukung kehidupan sudah dipermudah dengan adanya teknologi.
“Pendidikan, yaitu pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian,” ulasnya.
Adapun hal yang dapat dilakukan orangtua kepada anak di era digital komunikasi efektif, yakni awasi anak kita, komitmen ayah dan ibu (role model), dan tak kalah penting adalah literasi digital.
Sebagai pembicara terakhir, Meidine Primalia memaparkan, era digital yaitu perkembangan dunia digital yang tidak hanya memberi kemudahan, tapi juga dapat membuat jurang pemisah antara orangtua dan anak.
“Apa yang dapat orangtua lakukan, yaitu dengan memahami dunia mereka, saling berbagi kesukaan, jelajahi konten bermanfaat, dan buat aturan bersama,” ujarnya. Sementara aturan dasar berinternet, yakni buat aturan bersama, ajarkan kebiasaan baik, dan perhatikan waktu bermain anak.
Selain itu, orangtua harus memberikan contoh yang baik. “Lalu, diperlukan juga keamanan digital, yakni kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan tingkat keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Meidine.
Dalam sesi KOL, Audrey Chandra mengatakan, banyak dampak yang dialami selama menggunakan teknologi di era pandemi. Contohnya, kita membuat media sosial seperti membuat CV berjalan.
“Dahulu saat ingin melamar pekerjaan ada tes psikologi, lalu HRD menganalisis kira-kira cocok atau tidak. Kalau sekarang tidak perlu, HRD akan mencari CV kita di media sosial, saat kita melamar,” ungkapnya.
Menurutnya, aset paling utama bukan soal teknologi tetapi attitude. “Kalau kita tidak punya attitude yang baik itu semua akan pecah, kita bisa up and down, dan yang menyelamatkan kita adalah attitude,” katanya.
Salah satu peserta bernama Shinta menanyakan, bagaimana cara mendidik anak di era digital agar hubungan antara orangtua dan anak tetap terjaga?
“Lakukan dialog dengan anak. Jadikanlah anak kita setara, ada keterbukaan, dan merasakan apa yang mereka rasakan, ada rasa saling mendukung jadikan anak sebagai teman. Jadikan anak kita berperan untuk menjadikan suasana di rumah lebih baik lagi. Jadikan teman tetapi tetap ada otoritas bahwa kita orangtua mereka,” jawab Leviane.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]