Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Menjadi Pendidik Cerdas dan Cakap Digital”. Webinar yang digelar pada Kamis, 12 Agustus 2021 di Kota Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dr Bevaola Kusumasari MSi (Dosen/Pengajar Fisipol UGM), Dr Dwiyanto Indiahono (Dosen Kebijakan Publik Universitas Jenderal Soedirman), A Zulchaidir Ashary (Pena Enterprise, Kaizen Room), dan Dr Putu Eka Trisna Dewi SH MH (Dosen Universitas Ngurah Rai, IAPA).

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Bevaola Kusumasari membuka webinar dengan mengatakan, ada beberapa karakteristik generasi.

“Yakni generasi milenial, generasi Z, dan generasi Alpha,” jelasnya. Adapun jenis pekerjaan yang bisa dimanfaatkan dengan internet yakni menjadi Instagram influencer/podcaster, menulis konten digital, membangun toko online, mengajar online, membuat aplikasi mobile, hingga menjadi bloger terkenal.

“Mari isi dunia internet dengan jenis konten positif. Seperti konten inspiratif, konten edukatif, konten informatif, dan konten menghibur. Sementara konten negatif, biasanya berupa hoaks, ujaran kebencian, perundungan di dunia maya,” tuturnya.

Dwiyanto Indiahono menambahkan, ada tiga faktor utama netizen Indonesia dianggap paling tidak sopan di dunia maya. Di antaranya, hoaks dan penipuan, ujaran kebencian, dan diskriminasi.

“Hal terkait konten negatif tersebut dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan, ancaman kekerasan, atau menakut-nakuti. Menghindarinya, berkumpulah dengan komunitas yang baik. Rancang strategi digital untuk menanggapi peluang dan ancaman. Maju terus, pantang menyerah,” katanya.

Zulchaidir Ashary turut menjelaskan, perubahan yang terjadi terkait dengan perkembangan teknologi, bisa lihat dari bagaimana kita sebagai manusia berkomunikasi. Dulu yang awalnya kita berkomunikasi menggunakan telepon kabel, kini sudah tergantikan oleh gadget canggih lagi, seperti smartphone.

“Beberapa perubahan membuat kita semakin mudah mendapatkan informasi secara online dan real time. Media yang bervariasi dan saling terhubung/terkoneksi satu sama lain. Harapan dari pengguna internet untuk mendapatkan benefit lebih dari hasil pencarian (konten yang mudah dibagikan),” katanya.

Ia menambahkan, pendidik unggul bagi milenial bisa menjadi idola anak, suri tauladan bagi anak, konsisten, dan cakap digital, melindungi anak secara online dan offline, hingga membentuk anak yang cerdas, mandiri, dan berkarakter

“Keunggulan penggunaan teknologi saat mengajar yakni membantu guru untuk membuat siswa memahami pelajaran dengan lebih mudah, siswa lebih tertarik untuk belajar, mengajar di mana saja dan kapan saja, mempermudah sistem administrasi di institusi pendidikan, memungkinkan kolaborasi antarguru,” ujarnya.

Sebagai pembicara terakhir, Putu Eka, mengatakan, faktor-faktor yang membuat hoaks mudah menyebar, yakni rasa ingin tahu yang tinggi, era digital, kecepatan media sosial, dan hoaks yang sudah didesain.

“Sikap yang harus dimiliki pendidik zaman globalisasi, yakni cerdas, positif, kreatif, produktif dengan meningkatkan kemampuan kognitif, membedakan yang benar dan salah, serta tidak jadi penyebar hoaks dan hate speech,” ujarnya.

Dalam sesi KOL, Fahri Azmi mengatakan, dampak positif internet yakni membuat masyarakat semakin mudah untuk mendapatkan informasi. “Manfaat teknologi untuk pendidik salah satunya untuk tesis, juga mempermudah mengajar para pendidik.”

Salah satu peserta bernama Kirun S menanyakan, bagaimana menyadarkan pola pikir masyarakat yang selalu menyebarkan berita hoaks?

“Jadi kesadaran itu ada di diri kita sendiri ya. Jadi kita tidak bisa menyadarkan orang untuk tidak menyebarkan berita hoaks. Bisa juga kita lakukan tidak merespons hal-hal negatif, jangan ikut hal negatif, agar putus sampai di sana,” jawab Putu.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]