Pelecehan seksual merupakan perilaku pendekatan yang terkait dengan seks yang tak diinginkan. Termasuk permintaan dan perilaku lainnya yang secara verbal atau fisik merujuk pada kegiatan seksual. Pemicu tindak pelecehan seksual dunia maya bisa terkait beberapa hal, seperti keadaan dalam penggunaan internet yang sangat rendah, tingkat konsumsi pornografi yang masih sangat tinggi, dan tingkat edukasi yang masih sangat rendah.

Agar dapat menghindari dan melawan pelecehan seksual di ruang maya, pengguna media digital harus lebih berani speak up apabila mengalami tindak pelecehan seksual, harus memahami cara berinternet dengan aman, melindungi privasi diri sendiri, dan menghindari konten yang berkaitan dengan pornografi.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Stop di Kamu! Lawan Pelecehan Seksual di Media Digital”. Webinar yang digelar pada Jumat, 13 Agustus 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Madha Soentoro (etnomusikolog dan pemerhati industri musik digital), Ismita Saputri (Kaizen Room), Mustaghfiroh Rahayu PhD (Dosen Sosiologi Universitas Gadjah Mada), Samuel Berrit Olam (Founder dan CEO PT Malline Teknologi Internasional), dan Michelle Wanda (TV host dan Abnon Jakarta Barat 2015) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Mustaghfiroh Rahayu menyampaikan bahwa pelecehan seksual online ini meliputi kegiatan yang menggunakan konten digital, seperti gambar, video, postingan, pesan halaman pada platform yang berbeda-beda, baik secara privat maupun publik. Dampak pelecehan seksual online, antara lain menimbulkan rasa terancam dan takut, rasa terekspolitasi, rasa dipaksa, harga diri dilanggar, dipermalukan, dibuat sedih, dan didiskriminasi karena gender.

“Hal tersebut dapat dilawan dengan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang bisa diajukan jika mendapati orang sekitar mengalami pelecehan seksual adalah ajak ia bicara, membantu mereka, dan ambil sikap dengan melaporkan kasus mereka dalam rangka melawannya,” katanya.

Michelle Wanda selaku narasumber Key Opinion Leader berpendapat, era sekarang tidak luput dari dunia digital. Hal tersebut ia rasakan sendiri dengan kegiatan sehari-harinya yang tidak bisa lepas dari media sosial karena adanya tuntutan pekerjaan.

Ia mengingatkan, kita harus lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial karena di samping banyak dampak positifnya. Ada berbagai dampak negatif, contohnya pelecehan seksual di media sosial sebagai salah satunya. Untuk itu, kita harus hati-hati dan menjaga data privasi kita seaman dan sebaik mungkin.

Salah satu peserta bernama Sumirah menyampaikan pertanyaan, “Langkah awal apa yang harus dilakukan kita sebagai orangtua jika anak menjadi korban pelecehan di dunia digital dan motivasi apa yang bisa diberikan?”

Pertanyaan tersebut dijawab Madha Soentoro. “Peran orangtua dalam memotivasi anak sangatlah penting. Maka dari itu, orangtua jangan menyalahkan anak saja, melainkan diberikan tindakan-tindakan yang dapat mendukung anak serta memberikan motivasi-motivasi yang dapat membangkitkan para anak dari traumanya. Orangtua juga harus terus mengontrol dan mengawasi anak dalam bermedia sosial.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Barat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]