Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Mari Berbahasa yang Benar dan Beretika di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Selasa, 9 November 2021 di Kabupaten Pandeglang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Yudha Wirawanda, SIKom, MA – Staf Pengajar Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta, Japelidi, Denik Iswardani Witarti, PhD – Dosen Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Budi Luhur, Rizki Ayu Febriana – Kaizen Room dan Fransiska Desiana Setyaningsih, M.Si – Dosen Unika Widya Mandira Kupang, Japelidi.
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Yudha Wirawanda membuka webinar dengan mengatakan, pentingnya pemahaman dasar keahlian digital.
“Masing- masing ruang digital memiliki karakter, yang perlu dipahami adalah mengetahui dan memahami perangkat internet, mengetahui dan memahami jaringan dan koneksi internet dan perlu memahami bahasa yang benar dan beretika,” tuturnya.
Mengenai memahami tujuan berbahasa yang benar dan beretika, perlu diperhatikan pentingnya menyadari keberadaan pengguna lain dan menghormati pengguna lain, serta mewaspadai dampak dari perilaku di ruang digital.
Denik Iswardani menambahkan, masyarakat digital merupakan hubungan manusia yang terjadi melalui teknologi dengan memanfaatkan jaringan internet dan media atau platform tertentu.
Masyarakat digital memerlukan etika digital, yakni kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital dalam kehidupan sehari-hari.
Rizki Ayu turut menjelaskan, indikator pertama dari kecakapan dalam Budaya Digital (Digital Culture) adalah bagaimana setiap individu menyadari bahwa ketika memasuki era digital, secara otomatis dirinya telah menjadi warga negara digital.
“Digital Culture merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Menurutnya, Digital Culture merupakan prasyarat dalam melakukan transformasi digital karena penerapan budaya digital lebih kepada mengubah pola pikir (mindset) agar dapat beradaptasi dengan perkembangan digital.
Hal ini menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk mewujudkan digital culture yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika secara merata ke seluruh daerah Indonesia.
Sebagai pembicara terakhir, Fransiska Desiana mengatakan, secara umum, jejak digital adalah jejak data yang kita buat dan kita tinggalkan saat menggunakan perangkat digital, termasuk pula situs web yang kita kunjungi, email yang kita kirim, komentar yang kita tinggalkan pada media sosial.
“Tunjukkan kita sebagai bangsa yang besar yang menjunjung tinggi sopan santun dalam berinteraksi termasuk dalam ruang digital. Maka kita tidak boleh abai tentang jejak digital, bangun citra diri yang positif, tanamkan etika di era digital,” pesannya.
Dalam sesi KOL, Sony Ismail mengatakan, dampak positif media sosial banyak sekali. Kalau negatifnya ada berita hoax, cyber bullying, netizen yang suka berkomentar mengganggu mental seseorang.
“Etiket itu sangat penting di sosial media ketika kita mengomentari seseorang. Tindakan yang dilakukan agar masyarakat cakap digital, pengguna harus selalu beradaptasi dan belajar agar makin cakap digital dan disadari oleh etika yang sopan santun, bertanggung jawab dalam bermedia sosial,” ujarnya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Nabila menanyakan, saat ini banyak konten creator gaming yang tidak memikirkan penggunaan bahasa yang baik. Apakah Langkah untuk mengantisipasinya agar anak tidak meniru?
“Kuncinya di sini adalah keluarga di mana lagi-lagi disini peran orang tua sangat penting. Bagaimana cara orang tua membatasi penggunaan gadget pada anak. Orang tua harus senantiasa mendampingi dan menemani anak dalam bermain gadget, dan membatasi waktu penggunaan gadget pada anak,” jawab Denik.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Pandeglang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.