Cyberbullying adalah bullying atau perundungan dengan menggunakan teknologi digital, dan hal ini dapat terjadi di media sosial, platform chatting, game online, dan ponsel. Mengingat sekarang akses terhadap teknologi digital semakin mudah, hal ini menyebabkan cyberbullying pun semakin mudah terjadi. Adapun beberapa dampak merugikan bagi korban bullying, seperti dampak psikologis (mudah depresi, marah, timbul perasaan gelisah, cemas, menyakiti diri sendiri, dan percobaan bunuh diri), dampak sosial (menarik diri, kehilangan kepercayaan diri, lebih agresif kepada teman dan keluarga), bahkan dampak pada kehidupan sekolah (penurunan prestasi akademik, rendahnya tingkat kehadiran, perilaku bermasalah di sekolah). Kita harus selalu mencegah hal-hal negatif tersebut terjadi, terutama pada generasi muda yang kini semakin intens menggunakan media sosial dan lebih mudah terpapar pada cyberbullying.
Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Upaya Mencegah, Menghadapi, dan Melawan Perundungan Digital (Cyberbullying)”. Webinar yang digelar pada Selasa, 27 Juli 2021 pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Dr Delly Maulana, MPA (Dosen Universitas Serang Raya & IAPA), Dr Kismartini, MSi (Dosen FISIP Universitas Dipenogoro), Wulan Furrie, MIKom (Praktisi dan Dosen Manajemen Komunikasi Institut STIAMI), Eka Y Saputra (Web Developer & Konsultan Teknologi Informasi), dan Ade Herlina (Entertainer) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Dr Kismartini, MSi menyampaikan informasi penting bahwa “Cyberbullying merupakan kejahatan yang dilakukan secara sengaja dalam bentuk fitnah, cemooh, kata-kata kasar, pelecehan, ancaman, dan hinaan. Perlu diketahui bahwa cyberbulliyng bersifat lebih kejam dibandingkan bullying di dunia nyata karena meninggalkan jejak digital. Mengapa bisa dikatakan lebih berbahaya karena dapat dilakukan siapa saja, kapan saja, dan di mana saja karena adanya akses yang begitu bebas terhadap internet melalui media digital. Platform media sosial yang paling banyak pelaku dan korban cyberbullying adalah Instagram (42 persen) dan Facebook (37 persen). Adapun beberapa tips yang harus diketahui dalam rangka mencegah cyberbullying, seperti memberikan edukasi sejak dini mengenai etika di media sosial, termasuk untuk selalu memperlakukan orang secara baik. Juga, ajarkan anak untuk selalu kirim pesan yang positif dan tidak merespons pesan negatif dari pelaku cyberbullying. Jika aksi cyberbullying terus berlangsung, laporkan kepada pihak berwajib.”
Ade Herlina selaku entertainer serta narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa memang membedakan antara yang baik dan yang tidak baik sangat sulit; ia katakan bahwa batasannya seperti setipis sehelai rambut. Maksudnya adalah bahwa kita tidak bisa menyadari apakah orang tersebut melakukan tindakan bullying atau tidak. Ia mengatakan bahwa terkadang juga korban bullying juga suka memancing netizen untuk mem-bully dirinya dengan sikap dan sifat yang tidak seharusnya atau dengan perilaku buruk. Terkadang kita juga tidak bisa membedakan bercandaan orang lain; bisa saja orang lain menganggap guyonannya sebagai bercandaan, tetapi pihak lain malah merasa bahwa bercandaanya mem-bully kita. Ia juga menceritakan bahwa ia pernah menjadi korban bullying dan bahkan yang mem-bully adalah saudara kandungnya dan ibunya, sampai membuat ia depresi. Walau begitu, ia sempat sampaikan juga agar jangan sampai kita diatur-atur oleh netizen.
Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Andhina Ayu menyampaikan pertanyaan “Bagaimana menyikapi pelaku cyberbullying yang benar-benar sadar akan apa yang mereka lakukan tetapi tetap mengulangi hal tersebut kembali kepada orang lain? Apa kita bisa menyarakan pelaku cyberbullying untuk konsultasi kepada dokter ahli jiwa atau psikolog?”
Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Dr Delly Maulana, MPA, bahwa “Memang konten negatif atau perilaku yang negatif ini betul-betul harus kita manage, dan kita juga harus bijak dalam melakukan aktivitas dalam dunia digital. Kita harus punya niatan positif bahwa teknologi informasi itu bis akita manfaatkan sebagai alat yang mendukung kita untuk bisa produktif dan kreatif. Jika memang pelaku bullying sering melakukan bullying, boleh saja kita menyarankan orang tersebut untuk berkonsultasi kepada dokter atau psikolog, karena mungkin memang ada yang mengganggu kehidupannya.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Utara. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.