Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.Â
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Yuk Tambah Produktif di Era Digital”. Webinar yang digelar pada Selasa (5/10/2021) di Kabupaten Lebak, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.Â
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Amni Zarkasyi Rahman, S.A.P., M.Si, – Dosen Pengajar Universitas Diponegoro, Mathori Brilyan – Art Enthusiast & Actor, Maureen Hitipeuw – Founder Single Moms Indonesia dan Zusdi F. Arianto – Ketua Yayasan Quranesia Amrina Rasyada.
Digital skill
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Amni Zarkasyi membuka webinar dengan mengatakan, sebagai pilar dalam indeks informasi dan literasi data, masyarakat Indonesia dipandang perlu dalam mengakses, mencari, menyaring, dan memanfaatkan setiap data dan informasi yang diterima dan didistribusikan dari dan ke berbagai platform digital yang dimilikinya.Â
“Mengapa digital skill penting? karena masyarakat tidak cukup hanya mampu mengoperasikan berbagai perangkat TIK dalam kehidupannya sehari-hari, tetapi juga harus bisa mengoptimalkan penggunaannya untuk sebesar- besar manfaat bagi dirinya dan orang lain,” tuturnya.
Selain itu, seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab.
Mathori Brilyan menambahkan, soft skill adalah kemampuan yang melekat pada karakteristik atau atribut personal, mencakup komunikasi, kecerdasan sosial, serta kemampuan beradaptasi dengan baik di dalam kehidupan maupun dunia kerja.Â
“Kemampuan soft skill menunjukkan bagaimana seseorang mampu mengemukakan dirinya pada ruang sosial, menyampaikan pandangannya, serta mampu mengelaborasinya menjadi aktivitas yang produktif,” ujarnya.
Membangun budaya etika produktif yakni bisa dilakukan dengan integritas terhadap pekerjaan, manajemen waktu yang baik, menghargai segala hasil pencapaian, menghargai karya orang lain, tidak mudah menyerah pada kegagalan, membangun harapan, menentukan masa depan.
Etika digital
Maureen Hitipeuw menjelaskan, etika digital adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.Â
“Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan,” ujarnya.
Menurutnya, berita bohong atau hoaks adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Bertujuan membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Dalam kebingungan, masyarakat akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan, dan bahkan salah.Â
Adapun etika dalam komunikasi di ruang digital yakni menggunakan kata kata yang layak dan sopan, waspada dalam menyebarkan informasi yang berkaitan dengan SARA (suku, agama, dan ras), pornogafi dan kekerasan. Menghargai karya orang lain dengan mencantumkan sumber dan membatasi informasi pribadi yang ingin disampaikan.
Sebagai pembicara terakhir, Zusdi mengatakan, jejak digital terdiri atas jejak digital pasif dan aktif. “Rekam jejak digital sulit dihilangkan, interaksi di era transformasi digital ini menyasar lintas generasi. Anak-anak dan orang berusia lanjut, termasuk pengguna rawan,” katanya.
Dalam sesi KOL, Riska Yuvista mengatakan, kita harus bisa menjadi personal yang acceptable tetapi tidak semua hal yang dilihat dan dibaca itu dapat diterima, kita harus lakukan telaah dan verifikasi terlebih dahulu tentunya dengan menggunakan sumber yang kredibel dan akurat.Â
“Dampak positif dan negatif yang ada di media digital memang hal yang biasa kita temukan di internet. Kita harus dapat menangkal suatu hal negatif yang dilontarkan oleh orang kepada kita di media digital, kita bisa mengubah mindset dari omongan orang yang menyebarkan suatu kebencian. Manfatkanlah platform yang ada di media digital dengan baik,” ujarnya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Giovino Adriandhy menanyakan, bagaimana cara kita menanamkan etika yang baik kepada pelajar dalam bermedia sosial sedangkan kita sebagai orang tua tidak bisa mengawasi merek secara full?
“Kembalikan lagi kepada diri masing-masing yang sebaiknya sadar dan menggunakan social media untuk kegiatan yang positif bisa dimulai dengan melakukan diskusi dengan anak tersebut dan bisa memberi contoh dan menggunakan media sosial untuk hal-hal yang positif,” jawab Maureen.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Lebak. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.