Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Positif, Kreatif, dan Aman di Internet”. Webinar yang digelar pada Jumat, 5 November 2021 di Kabupaten Lebak, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Danu Anggada Bimantara (Aktor dan Pegiat Seni Tradisi), AAM Abdul Nasir (assistenprofesi.id), AA Subandoyono (Klipaa.com), dan Zulfan Arif (Translator dan content writer).
Danu Anggada membuka webinar dengan mengatakan, dalam suatu hubungan, baik itu antarpribadi (individu) maupun kelompok, komunikasi merupakan kunci dari semuanya. “Dengan memahami maksud dari apa yang diinginkan oleh suatu pihak, maka akan mudah untuk memecahkan suatu permasalahan,” tuturnya. Berbagi (sharing) tidak hanya sekedar saran untuk menunjukkan identitas pribadi atau distribusi informasi, tetapi juga dapat membuat pesan tersendiri.
Tak hanya siapa yang membagikan informasi, kepada siapa informasi itu diberikan, dan melalui media apa informasi itu, tetapi juga dapat membentuk ekosistem organik untuk mencari informasi, berbagi informasi, menyimpan informasi dan akhirnya membentuk ulang media itu sendiri.
Setidaknya ada beberapa elemen esensial untuk mengembangkan literasi digital, yaitu kultural, pemahaman ragam konteks pengguna dunia digital. Kognitif, daya pikir dalam menilai konten. Kreatif melakukan hal baru dengan cara baru, kritis dalam menyikapi konten dan bertanggung jawab secara sosial.
AAM Abdul Nasir menambahkan, semua sistem komputer menggunakan sistem digital sebagai basis datanya. Sementara pengertian budaya digital yakni konsep yang menyelimuti dan menggambarkan gagasan bahwa teknologi internet secara signifikan membentuk cara kita berinteraksi, berperilaku, berpikir, dan berkomunikasi sebagai manusia dalam lingkungan masyarakat.
“Budaya berbagi hal positif dan kreatif di internet yakni memilah informasi dari akun positif, mengikuti komunitas positif dan produktif, selalu menjadi solusi, bijak dalam berkomentar di media sosial dan ranah digital, ikut memberikan kontribusi karya,” jelasnya.
AA Subandoyono turut menjelaskan, konten positif dan etis meningkatkan kehangatan, menurunkan leveling stress meningkatkan kebahagiaan, membuat “persatuan Indonesia lebih baik” dan modal sosial lebih besar.
“Jika dominasi konten positif di Indonesia terlalu besar, mari kita turunkan ke provinsi, provinsi terlalu luas, kita turunkan ke setiap kabupaten, atau kita bayangkan setiap warga desa atau warga sekolah, fokus pada konten positif,” jelasnya.
Masa depan mungkin sekolah dan kampus itu sekedar fasilitator, karena sumber belajar bisa banyak sekali dapat diperoleh di berbagai situs, di internet, sekolah sekolah tanpa “dinding”, dengan guru dari “seluruh dunia” internet menjadi “sekolah kehidupan” yang harus betul betul dipilih.
Jangan sampai mati-matian memilih sekolah keren, tapi hidup di dunia digital memilih “sekolah terburuk”. Passion didefinisikan sebagai kecenderungan atau keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu yang ia suka atau dianggap penting untuk dilakukan.
Dalam bahasa yang lebih sederhana, passion berarti kondisi ketika motivasi kuat bertemu dengan emosi yang sama kuatnya. Beberapa orang menganggap passion hanya bersifat jangka pendek, misalnya ketika Anda mengalami ketertarikan seksual pada orang lain. Namun, ada pula orang yang menjadikan passion sebagai dorongan positif dalam kehidupan jangka panjang yang kemudian akan membawanya pada kesuksesan.
Sebagai pembicara terakhir, Zulfan Arif mengatakan, proteksi perangkat digital pada dasarnya merupakan perlindungan yang bertujuan untuk melindungi perangkat digital dari berbagai ancaman malware.
“Malware, singkatan dari malicious software, adalah perangkat lunak yang dirancang untuk mengontrol perangkat secara diam-diam, bisa mencuri informasi pribadi milik kita atau uang dari pemilik perangkat,” ungkapnya.
Dalam sesi KOL, Rafli Albera mengatakan, kita harus bisa beradaptasi dengan kemajuan teknologi yang ada pada saat ini, untuk itu agar dapat menggunakan media digital dengan baik, maka perlu bagi kita untuk menguasai literasi digital dengan baik.
“Kita harus tetap productive dalam menambah ilmu pengetahuan kita, seperti bisa menggali potensi yang ada dalam diri kita, dan kita bisa memanfaatkan media dan platform yang tersedia di media digital yang ada saat ini,” pesannya.
Salah satu peserta bernama Azizah Mustisa menanyakan, bagaimana membuat generasi muda selalu periksa fakta dan kebenaran saat melihat konten di media sosial?
“Ketika dihadapkan dengan hal tersebut kita dapat mengingatkan mereka kembali kepada falsafah-falsafah Pancasila, adab itu harus lebih tinggi dari pada ilmu pengetahuan. Kita dalam bermedia sosial bisa harusnya mengakses konten-konten positif yang ada, kalau dapat juga dari kitanya bisa membanjiri media social kita dengan konten-konten positif,” jawab Danu.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Lebak. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]