Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah mengantisipasi kemarau panjang akibat dampak El Nino, dengan menggenjot kinerja Perumda Air Minum (PAM) Jaya agar memberikan akses air bersih terbaik untuk warga. Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, penggunaan sumber air bersih yang ramah lingkungan diharapkan dapat menjaga ketersediaan air bersih pada masa depan.
Pemprov DKI Jakarta dan PAM Jaya bergerak cepat untuk mencapai target pelayanan 100 persen pada 2030 yang saat ini sudah mencapai 67,1 persen. “Target ini meng-cover dua poin dalam tujuan pembangunan berkelanjutan, yakni clean water and sanitation serta climate action. Pemprov DKI Jakarta meningkatkan suplai air melalui strategi optimalisasi aset eksisting dan penyediaan aset baru,” terang Heru Budi.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta Ika Agustin Ningrum menyatakan, Pemprov DKI telah melakukan serangkaian langkah untuk menyediakan air bersih bagi warga Jakarta. “Sejak 2021, Pemprov DKI telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah. Selain demi memberikan fasilitas air bersih yang merata, pergub ini disusun untuk mengendalikan pengambilan air tanah yang berdampak pada kelangkaan air dan penurunan permukaan tanah di DKI Jakarta,” ujar Ika.
Sejak awal 2023, PAM Jaya secara resmi menjadi satu-satunya perusahaan umum daerah yang mengelola dan melayani air bersih di DKI Jakarta. Pemprov DKI Jakarta juga bersinergi dengan pemerintah pusat, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), salah satunya dalam membangun Sistem Pengolahan Air Minum (SPAM) Jatiluhur 1.
Menurut Senior Manager PAM Jaya Hilman Sandhi Nugraha, saat SPAM Jatiluhur rampung, semakin banyak warga Jakarta yang bisa merasakan manfaat air bersih. “Jika SPAM ini sudah beroperasi, area jangkauan jaringan perpipaan PAM Jaya akan semakin luas. Kita akan mendapatkan tambahan sumber air baku sebesar 6.200 liter per detik. Kapasitas produksi PAM Jaya juga akan meningkat sebesar 4.000 liter per detik. Dengan begitu, pemakaian air tanah dapat dikurangi,” jelasnya.
Adapun untuk Wilayah Kepulauan DKI Jakarta, Dinas Sumber Daya Air (DSDA) telah membangun 7 unit Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) di 8 pulau utama, serta 1 unit IPA SWRO yang merupakan bantuan dari Kementerian PUPR dan dikelola oleh PAM Jaya.
Selain membangun instalasi perpipaan, sejak awal 2023, DSDA bersama instansi lain membentuk Satuan Tugas (Satgas) Air Bersih untuk mendistribusikan air bersih kepada warga. Sejauh ini, sejumlah 67 unit mobil tangki air, 46 unit tandon air, serta 9 unit IPA stationer dan 7 unit IPA mobile disiagakan di seluruh wilayah DKI Jakarta. Dibangun pula stasiun pengisian air bersih yang disebar di 8 lokasi dan 6 reservoir komunal yang disiapkan oleh PAM Jaya.
Menanggapi berbagai upaya tersebut, Peneliti Pusat Studi Perkotaan Nirwono Joga mengingatkan, Pemprov DKI dan PAM Jaya agar memberikan layanan terbaik bagi warga terkait ketersediaan air bersih. “Pemda dan pengelola PAM Jaya harus memastikan bahwa kualitas air jernih dan tidak berbau, kuantitas pasokan air terjamin setiap hari, kontinuitas produksi air selalu cukup, bahkan pada musim kemarau, serta memastikan jaringan perpipaan tidak bocor,” ungkapnya.
Sanitasi berkelanjutan
Pemprov DKI juga melakukan optimalisasi penyediaan layanan sanitasi berkelanjutan dengan menyediakan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD). Program ini selaras dengan langkah penyediaan air bersih sehingga warga mendapatkan layanan holistis terkait sanitasi. Dengan demikian, dapat meningkatkan capaian akses pelayanan air limbah, memperbaiki kualitas lingkungan, mencegah penyakit yang disebabkan oleh kualitas air tanah, serta menyediakan sumber alternatif air baku dan air bersih.
Nirwono menyoroti masalah sanitasi ini, karena memang harus menjadi perhatian serius, agar masyarakat di seluruh pelosok Jakarta memiliki lingkungan bersanitasi baik. “Pemprov DKI memang harus mendirikan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal pada tingkat RT/RW/kelurahan/kecamatan sehingga pengelolaan air limbah dapat selesai di tiap tingkat secara berjenjang,” terangnya.
Untuk pelayanan air bersih dan sanitasi, lanjut Nirwono, Pemprov DKI harus segera mengintegrasikannya. Sebab, sejauh ini, pelayanan air bersih masih menyisakan beberapa persoalan. “Contohnya, belum mampu melayani kawasan-kawasan yang sangat membutuhkan, seperti di permukiman Jakarta Utara. Begitu pula sanitasi belum sepenuhnya berhasil, masih ada warga yang buang air besar (BAB) di tepi sungai di tengah kota,” ujarnya.
Untuk itu, Nirwono juga mendesak agar Pemprov DKI segera menyusun visi agar warga Jakarta nantinya bisa langsung minum dari keran, seperti di Singapura, Melbourne, dan kota-kota besar di negara maju lainnya. Selain itu, jaringan perpipaan air limbah harus dipisahkan dengan saluran air kota atau drainase.
Hingga saat ini, proyek Jakarta Sewerage System (JSS) masih terus berjalan. Sebanyak 15 zona direncanakan akan menjadi SPALD Terpusat di DKI Jakarta, termasuk zona 0 yang saat ini sudah beroperasi. JSS akan mengalirkan air limbah domestik menuju subsistem pengolahan terpusat untuk kemudian diolah kembali. Ini menjadi salah satu langkah penting untuk mengurangi pencemaran bakteri E-coli. [*]