Indonesia berkomitmen membangun industri manufaktur yang berdaya saing global melalui percepatan implementasi industri 4.0. Untuk itu, tahun lalu, diluncurkanlah Making Indonesia 4.0, sebuah peta jalan untuk mencapai tujuan Indonesia menjadi negara 10 besar ekonomi dunia pada 2030.
Kementerian Perindustrian melakukan berbagai langkah untuk mempercepat penerapan Making Indonesia 4.0 sebagai game changer pertumbuhan ekonomi nasional. Era industri 4.0 telah dimulai sejak 2011, ditandai dengan meningkatnya konektivitas dan kian konvergennya interaksi antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya melalui teknologi informasi dan komunikasi. Revolusi industri keempat menjadi lompatan besar bagi sektor industri. Ini adalah masa ketika teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya di seluruh rantai industri sehingga lahir model bisnis baru yang berbasis digital. Hal ini memungkinkan proses produksi mencapai efisiensi yang tinggi dengan kualitas produk yang lebih baik.
Saat ini, Indonesia sudah punya pijakan yang cukup kuat untuk melangkah lebih jauh dan mengembangkan industri 4.0. Beberapa hal yang bisa dicatat antara lain, pada 2017, kontribusi sektor sektor manufaktur terhadap PDB Indonesia sebesar 20,2 persen. Kondisi ini menjadikan Indonesia berada di peringkat ke-5 di antara negara G20. Rata-rata kontribusi sektor manufaktur dunia sebesar 15,6 persen. Performa manufaktur Indonesia berdasarkan PMI periode 2018–Maret 2019 sebesar 52,65 persen; berada di atas angka 50 persen. Hal ini menunjukkan sektor industri manufaktur berada pada level yang ekspansif.
Pengoptimalan pemanfaatan teknologi dalam era industri 4.0 mendatangkan peluang besar untuk merevitalisasi sektor manufaktur. Ditambah lagi, 15 tahun ke depan merupakan “masa emas” bagi Indonesia untuk menikmati bonus demografi. Hal ini dapat meningkatkan produktivitas industri sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi.
Menteri Perindustrian RI Airlangga Hartarto menjelaskan, implementasi industri 4.0 akan mendatangkan sejumlah manfaat. Setidaknya ada tiga besar manfaat yang bisa diprediksi, yaitu pertumbuhan PDB, penciptaan lapangan kerja, dan kontribusi PDB dari manufaktur.
Program Making Indonesia 4.0 yang sukses akan mampu mendorong pertumbuhan PDB riil sebesar 1–2 persen per tahun. Dengan begitu, pertumbuhan PDB per tahun akan naik dari baseline sebesar 5 persen menjadi 6–7 persen hingga periode 2030. Ini juga diprediksi akan membuka lebih dari 10 juta lapangan pekerjaan baru dari kondisi saat ini sebagai akibat dari permintaan ekspor yang lebih besar, baik di sektor manufaktur maupun nonmanufaktur. Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB pun diperkirakan menjadi sekitar 25 persen pada 2030. Untuk mencapai target tersebut, pembenahan dalam industri nasional perlu dilakukan, terutama dalam aspek penguasaan teknologi. Lima teknologi utama yang diarahkan untuk menopang implementasi industri 4.0 adalah internet of things, artificial intelligence, human–machine interface, teknologi robotik dan sensor, serta teknologi cetak 3D.
Progres implementasi Making Indonesia 4.0
Untuk membangun rumusan bersama mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengakselerasi transformasi digital sektor industri manufaktur, Kementerian Perindustrian menggagas Indonesia Industrial Summit (IIS) 2019. Penyelenggaraan IIS yang kedua ini diadakan di Indonesia Convention Exhibition, BSD, Tangerang, pada 15–16 April 2019. Acara ini dihadiri hingga 5.500 peserta yang terdiri atas para pelaku industri, pengelola kawasan industri, asosiasi industri, pelaku IKM dan start-up sektor industri, para duta besar negara sahabat, pejabat kementerian/lembaga terkait, gubernur, bupati/wali kota, sekretaris daerah, kepala dinas perindustrian provinsi dan kabupaten/kota, serta akademisi dan praktisi.
IIS 2019 dibuka oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla. Dalam pidatonya, Jusuf Kalla mengatakan bahwa perubahan yang terelakkan ke arah industri 4.0 membawa banyak perubahan. Sebagian pekerjaan tergantikan oleh mesin atau komputer. Namun, di sisi lain, muncul pula berbagai jenis pekerjaan baru. Studi McKinsey menunjukkan pada era digital ini dibutuhkan tambahan tenaga kerja untuk manufaktur sebanyak 4,5 juta orang dan 12,5 juta tenaga kerja penunjang manufaktur.
Kemajuan teknologi telah mengubah hubungan sosial dan sistem pekerjaan. Ini sekaligus menjadi kesempatan bagi kita untuk memanfaatkannya demi perkembangan industri dan kesejahteraan bangsa.“Perubahan ini tidak mungkin kita tolak, justru yang paling penting adalah bagaimana mengambil manfaat dari perubahan ini,” ujar Jusuf Kalla, Senin (15/4/2019).
Dalam sesi talkshow bertajuk “The Journey of Transformation”, Menteri Koordinator Perekonomian RI Darmin Nasution mengatakan, transformasi adalah kunci untuk menyukseskan program Making Industri 4.0. “Transformasi yang ditekankan sekarang bukan demand side. Pendekatannya adalah supply side. Bukan sektornya yang didorong pertama-tama, melainkan infrastruktur dan SDM-nya,” ujar Darmin.
IIS 2019 mengambil tema “Implementasi Making Indonesia 4.0 Menuju Negara 10 Besar Ekonomi Dunia”. Acara ini memberikan gambaran mengenai perjalanan penerapan peta jalan tersebut selama satu tahun belakangan. Ada beberapa langkah strategis yang telah diambil pemerintah.
Menteri Perindustrian memaparkan enam progres implementasi yang telah ditempuh Indonesia sepanjang 2018–2019 dalam rangka meningkatkan daya saing pada era industri 4.0. Progres tersebut adalah peluncuran Indonesia Industry 4.0 Readiness Index (INDI 4.0) atau indikator penilaian tingkat kesiapan industri di Indonesia dalam menerapkan teknologi era industri 4.0; perbaikan ekosistem inovasi dengan pembangunan Pusat Inovasi dan Pengembangan SDM Inovasi 4.0; serta dibentuknya kerangka regulasi dan insentif. Selain itu, dilaksanakan pula program Making Indonesia 4.0 Start Up yang menggali ide-ide inovasi dari perusahaan rintisan; menjadi official country partner pada Hannover Messe 2020 untuk roadshow investor internasional; dan penyiapan SDM dengan program vokasi.
Making Indonesia 4.0 memberikan arah yang jelas bagi pergerakan industri nasional. Lewat perencanaan ini, tahun lalu dicetuskan 10 inisiatif nasional dalam upaya memperkuat struktur perindustrian Indonesia. Di samping itu, ditetapkan pula lima sektor manufaktur yang akan menjadi percontohan. Kelima sektor tersebut adalah industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri otomotif, industri kimia, dan industri elektronik. Sektor-sektor ini dipilih setelah melalui evaluasi dampak ekonomi dan kriteria kelayakan implementasi yang mencakup ukuran PDB, perdagangan, potensi dampak terhadap industri lain, besaran investasi, dan kecepatan penetrasi pasar.
Dalam IIS 2019, selain konferensi, ditampilkan pula pameran tematik industri 4.0 yang menghadirkan perusahaan industri pionir dalam implementasi industri 4.0; desain pusat inovasi dan pengembangan SDM industri 4.0; paviliun Hannover Messe sebagai pusat informasi; klinik IKM untuk membantu IKM ikut serta dalam program e-smart IKM; dan area pertemuan bisnis. Menteri Perindustrian menambahkan, penyelenggaraan IIS 2019 diharapkan dapat membangun pemahaman atau apresiasi masyarakat industri terhadap manfaat implementasi industri 4.0 sekaligus mendorong akselerasi pembangunan industri melalui penerapan peta jalan ini. [NOV]